"Tidak ada setup pisang hari ini, Pak!" tegasku lagi.
"Ya, sudah. Tidak apa-apa, asalkan ibumu ada."
Senja itu kali pertama langkahku menuju dapur terasa amat berat. Bukan lantaran digelayuti malas atau bosan, tetapi terbebani kata-kata Bapak. 'Asalkan ibumu ada'.
Buat Bapak, semua di dunia ini boleh saja hilang, musnah atau pergi. Bahkan andaikan ia tak memiliki apa-apa lagi, asalkan ada Ibu, hidup akan tetap sempurna.
Akhirnya, meskipun terlambat, semangkuk setup favorit tetap tersaji. Sejak sore itu pula, aku mengenyahkan ego yang terbungkus rapi dalam dalih jenuh. Tidak lagi memaksa Bapak mencoba setup atau wedang lain.
Cuma setup pisang yang Bapak mau. Cuma dalam setup pisang ada kehadiran Ibu. Cuma dengan menikmati setup pisang Bapak memupuk kerinduannya pada kekasih hati. Setia menunggu sampai tiba waktu memetik pertemuan.
"Dulu sekali, Bapak dan ibumu cuma punya pisang."
Selalu kalimat itu yang Bapak ucapkan untuk mengawali cerita. Saban sore, jam lima lewat tiga menit, setelah suapan pertama. Seketika tatapan Bapak berbinar, seolah-olah melihat kedatangan ibu di pintu pagar.
"Tidak akan pernah cukup, apa-apa yang tidak disyukuri." Sengaja aku melanjutkan ucapannya.
"Aku bersyukur dan mencintai kekurangan Rukmini. Seperti ia juga berikhlas hati menerima semua kelemahanku."
Bergegas aku meniru lagi dengan berkata, "Hatiku sudah penuh olehnya."