Mohon tunggu...
Ika Mulya
Ika Mulya Mohon Tunggu... Penulis - Melarung Jejak Kisah

Pemintal Aksara

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Elang di Dadaku

5 Juni 2020   12:28 Diperbarui: 5 Juni 2020   12:38 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Entahlah. Sampai sekarang, aku juga tidak tahu kenapa bertanya seperti itu. Mungkin sebuah pertanyaan iseng saja. Mungkin juga lantaran aku terkesiap. Elang adalah nama yang kusuka. Terdengar sederhana, tetapi keren.

Lagi-lagi kau benar, Lang. Saat itu memang tidak ada pentingnya namamu Elang atau Perkutut. Kau cuma cowok bertopi Nike, yang ketika tersenyum gingsulmu terlihat jelas. Manis sekali. Mahasiswa semester tujuh sastra Jepang yang pergi ke wartel membawa-bawa gitar kesayangan. Itu saja. Belum menjadi penting buatku.

"Bulan merah jambu luruh di kotamu. Kuayun sendiri langkah-langkah sepi ...."

Kau nyanyikan lagu 'Tak Bisa ke Lain Hati' milik KLa Project diiringi petikan gitar. Sambil menunggu lele goreng siap, dalihmu. Lantas mengajakku bernyanyi.

Sungguh, kuakui tak bisa ke lain hati. Begitu lirik terakhirnya, meluncur mulus dari mulutku.

Di persuaan pertama kita, tentu saja aku masih mencintai Arjuna. Belum pindah ke hatimu, Lang. Belum. Jika pada akhirnya tak butuh waktu lama untuk jatuh ke hatimu, itu sungguh di luar dugaan. Kita tidak pernah bisa merencanakan kepada siapa akan jatuh mencinta, bukan?

Makan malam kita di bawah tenda oranye sama sekali tidak romantis. Meskipun begitu, bersama-sama menyanyikan lagu kesukaan dalam petikan gitarmu, tak bisa dikatakan hal yang biasa saja. Terutama buatku. Aku suka caramu memupus lara hatiku malam itu.

"Bye, Cantik."

Ucapan salam perpisahanmu di mulut gang. Kau belum juga menanyakan namaku. Ahh, dasar cowok gengsian!

Selanjutnya, kau selalu muncul tiba-tiba, baik di depan kosan maupun di kampus. Duduk bersila di bawah tangga perpustakaan FISIP, kau menyapaku yang baru turun. Hai, Cantik! Selalu begitu.

Seperti terhipnotis, aku pun ikut duduk bersila di depanmu. Kemudian, kita asyik membahas tugas atau nyanyi-nyanyi, menikmati jam kuliah yang sudah berakhir. Beberapa teman kerap urun suara dalam permainan gitarmu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun