"Kamu ...." Han tercekat. Semua kata yang semula ingin disampaikan, urung diucapkan. Terpaku kaku lalu membisu, menatap pria itu dengan mulut sedikit terbuka. Masih belum percaya dengan pemandangan di depannya. Han tahu persis, selama ini Ryukie adalah Marzuki. Namun, dia tak menyangka Ryukie akan ....
"Inilah yang ... ummm, ingin kuperlihatkan. Aku pingin kamu tahu perubahanku," Ryukie berkata dengan senyum penuh keyakinan.
"A-aku... aku ...."
"Aku memutuskan berhijrah. Bertobat. Itu saja intinya," ungkap pria berwajah manis itu singkat, tetapi menjelaskan banyak hal. "Kamu pasti paham."
Han diam, menatap ke luar caf. Pada wajah yang pias itu, pandangannya kosong.
"Lupakan semua yang pernah kita lakukan, Han. Itu hasrat yang sesat."
Senyap menyergap keduanya. Satu pria menundukkan kepala, yang lain entah menatap apa di luar sana. Tidak ada lagi momen-momen bertatapan penuh gairah. Saling senyum penuh cinta pun musnah. Apalagi bergenggaman tangan mesra, lenyap sudah.
"Sudah siap pesan, Pak?" Pertanyaan pelayan caf mengagetkan mereka.
Han berdiri, lalu pergi tanpa permisi. Lagu All I Want milik Kodaline mengiringi langkahnya.
Ryukie alias Marzuki tak memanggil-manggil sang mantan, atau mengejarnya dan melanjutkan percakapan mereka di luar Bruno's Cafe. Usai mendesahkan napas lega, Marzuki bergumam, "Alhamdulillah." Mulutnya lalu komat kamit mengucapkan sebaris permohonan, "Ya Allah, berilah hamba-Mu ini keteguhan hati."
Deras hujan di pertengahan April juga mengguyur hati Marzuki. Menghapus pupus semua lakon hidupnya sebagai Ryukie, pria penyuka sesama jenis. Esok Ramadan datang. Jalan tobat telah dia putuskan dengan matang. Sebenarnya, --atas nama sayang-- dia ingin mengajak Han berhijrah, tetapi lelaki itu telanjur pergi begitu saja.