Mohon tunggu...
Ika Mulya
Ika Mulya Mohon Tunggu... Penulis - Melarung Jejak Kisah

Pemintal Aksara

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Lelaki di Ujung Malam

14 April 2020   14:12 Diperbarui: 14 April 2020   14:17 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Ajakan Lexa membuatku berada di klub malam ini. Dia benar, aku memang butuh hiburan. Luka hati karena dikhianati harus segera diobati. Apalagi dipecundangi suami sendiri, rasanya sungguh tak terperi. 

Maka, di sinilah aku. Meleburkan diri di antara denting gelas-gelas bir dan kepulan asap rokok. Meliak-liukkan tubuh dalam irama live music dari sudut ruang. Memamerkan wajah ceria seolah-olah tak punya masalah. Memaksa selaksa bahagia merasuk ke jiwa.

"Yeaaah, let's fuck the world, guys!" pekikku sembari mengangkat botol Budweiser tinggi-tinggi. Berharap segenap emosi jiwa lesap. Terserah akan menguap bersama asap, atau lenyap dilahap malam.

"Tipe lo, tuh!" ucap Lexa saat seorang pria muda bertubuh atletis berdiri tepat di hadapan kami.

Mamamia! Senyum si tampan ini seketika membuat darahku berdesir. Rambut-rambut halus menghias wajahnya yang kecoklatan. Sangat macho. Ingin sekali kulumat bibir seksinya sekarang juga. Belum lagi beberapa kancing kemeja yang ia biarkan terbuka. Dada bidangnya seperti melambai-lambai padaku dan bersuara, "Lepaskan hasrat terpendammu di sini, Manis."

Tanpa malu-malu, aku langsung mengulurkan tangan. "Lolita"

"Lolita?"

Dia tampak terkejut, tetapi hanya sekejap. Tarikan bibirnya kembali membentuk senyum menawan. Hangat tangannya mengantarkan sensasi. Denyut-denyut liar menjalar ke sekujur tubuhku. O, my God! Sudah lama aku tak disentuh lelaki.

"Ya, Lo-li-ta. Kenapa?"

"Ah, enggak. Lupakan saja. Aku Abbe."

Kami lalu menyingkir, menjauhi dance floor dan memilih meja di pojok ruang. Sekadar berbincang. Entahlah jika kemudian terjadi percintaan satu malam. Mungkin bisa jadi hiburan, penghilang kepedihan, meskipun hanya sesaat. Mungkin juga, jadi awal dimulainya kisah cinta baru. Asyik!

"Kau masih single?"

"Dalam proses bercerai. Suamiku selingkuh." Kalimat itu meluncur begitu saja.

"Unbelieveable! Bagaimana bisa perempuan cantik dan seksi begini diduakan?" Abbe berkata sambil menatapku mulai dari mata sampai dada.

Pujian Abbe melambungkanku, lebih memabukkan dibanding alkohol. Atau ... jangan-jangan aku memang sudah mabuk? Ah, peduli setan! Malam ini aku bebas berkicau, melepas semua kekesalan.

"Aku juga tak menyangka, Abbe. Tiba-tiba saja suamiku berkata ingin tinggal bersama kekasih gelapnya itu. Huhh, dasar bule kampret!"

Abbe terkekeh, meneguk birnya, lalu berkata, "Apa perempuan itu lebih cantik?"

"Entahlah. Aku belum pernah melihat. Tapi, perempuan sundal itu pasti sudah memberikan kepuasan luar biasa. Simon jadi sangat dingin padaku. Sampai-sampai ... aku tak disentuhnya lagi." Kode keras terucap juga, kusertai tatapan nakal ke manik si macho. Tak lupa senyum genit menggoda.

Abbe tersenyum. Ia menggenggam tanganku erat. Aaah, rupanya lelaki seksi ini paham. Desir-desir dalam raga kian merajalela. Ooh, no. Ooh, yes.

"Kau itu perpect, Lolly! Hot! Tapi, bukan tipeku. I'm sorry."

Bangsat! Jelas-jelas itu sebuah penolakan. Aku merasa terhina. Kupikir Abbe bakal mengiyakan. Aaargh! Buyar bubar semua bayangan pergumulan penuh gairah dalam benak.

"It's okay." Kutenggak bir sampai habis. Api dalam dada harus segera dipadamkan.

"Aku penyuka sesama," jelasnya tanpa ditanya.

"WHAT?"

Abbe mengangguk-angguk. Tatapannya tak lagi membuatku bergetar.

Jadi, sedari tadi aku terpikat--sekaligus horny--kepada seorang gay? Sialan! Goblok!

"Hahahaha, oke-oke." Saatnya menertawakan diri sendiri. Pura-pura saja mabuk berat. Beres.

"Ini dia, kekasihku datang." Abbe bangkit. Sepertinya ada yang datang dari arah belakangku.

Mereka lalu berpelukan mesra tepat di depanku. Abbe mengecup pipinya. Pria itu pun membalas dengan flash kiss di bibir. Hoek!

"SIMON?"

Sumpah, aku tidak mabuk. Aaargh, najisss!

TAMAT

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun