"Kau masih single?"
"Dalam proses bercerai. Suamiku selingkuh." Kalimat itu meluncur begitu saja.
"Unbelieveable! Bagaimana bisa perempuan cantik dan seksi begini diduakan?" Abbe berkata sambil menatapku mulai dari mata sampai dada.
Pujian Abbe melambungkanku, lebih memabukkan dibanding alkohol. Atau ... jangan-jangan aku memang sudah mabuk? Ah, peduli setan! Malam ini aku bebas berkicau, melepas semua kekesalan.
"Aku juga tak menyangka, Abbe. Tiba-tiba saja suamiku berkata ingin tinggal bersama kekasih gelapnya itu. Huhh, dasar bule kampret!"
Abbe terkekeh, meneguk birnya, lalu berkata, "Apa perempuan itu lebih cantik?"
"Entahlah. Aku belum pernah melihat. Tapi, perempuan sundal itu pasti sudah memberikan kepuasan luar biasa. Simon jadi sangat dingin padaku. Sampai-sampai ... aku tak disentuhnya lagi." Kode keras terucap juga, kusertai tatapan nakal ke manik si macho. Tak lupa senyum genit menggoda.
Abbe tersenyum. Ia menggenggam tanganku erat. Aaah, rupanya lelaki seksi ini paham. Desir-desir dalam raga kian merajalela. Ooh, no. Ooh, yes.
"Kau itu perpect, Lolly! Hot! Tapi, bukan tipeku. I'm sorry."
Bangsat! Jelas-jelas itu sebuah penolakan. Aku merasa terhina. Kupikir Abbe bakal mengiyakan. Aaargh! Buyar bubar semua bayangan pergumulan penuh gairah dalam benak.
"It's okay." Kutenggak bir sampai habis. Api dalam dada harus segera dipadamkan.