Negara Dunia Ketiga berusaha memainkan peran mendukung solusi damai, dengan mendesak dialog dan memberikan tekanan moral kepada Myanmar. Melalui forum internasional, mereka mendorong dukungan bagi Rohingya, termasuk penyediaan bantuan kemanusiaan. Meskipun keterbatasan pengaruh politik, suara kolektif mereka bertujuan mempromosikan hak-hak dasar Rohingya dan menarik perhatian dunia pada penderitaan yang sedang berlangsung.
Namun, peran negara Dunia Ketiga dalam konflik ini seringkali terbatas oleh kendala politik dan ekonomi mereka sendiri. Meski demikian, mereka tetap menjadi bagian penting dalam meningkatkan kesadaran global tentang krisis ini. Membantu menyuarakan kebutuhan mendesak untuk perlindungan dan inklusi Rohingya agar mendapatkan hak yang seharusnya mereka miliki di tanah kelahiran mereka, merupakan fokus utama mereka.
Teori Konflik: Analisis Konflik Etnis Rohingya
Teori konflik menjadi alat penting dalam menganalisis konflik etnis Rohingya. Perspektif ini membantu kita memahami dinamika kekuasaan dan kepentingan yang melingkupi konflik tersebut. Ketidakseimbangan kekuasaan antara kelompok mayoritas Burma dan minoritas Rohingya, misalnya, memperuncing kekacauan dan memperkuat diskriminasi yang telah berlangsung lama, membuat kebencian semakin mendalam.
Dari perspektif teori konflik, dominasi politik dan eksklusi ekonomi menjadi dua unsur utama yang memperburuk situasi. Diskriminasi yang sistematis membuat Rohingya sulit mendapatkan akses terhadap sumber daya, pendidikan, dan kesempatan ekonomi. Hal ini menyulut ketidakpuasan yang kerap berujung pada kekerasan, serta menjadikan Rohingya sebagai target persekusi yang berkelanjutan dari negara maupun kelompok ekstremis.
Melalui teori konflik, kita juga dapat memahami bagaimana dinamika internasional memengaruhi situasi di lapangan. Dukungan atau penolakan dari negara-negara tetangga dan badan internasional sering kali memainkan peran penting dalam eskalasi maupun penyelesaian konflik. Pemahaman yang mendalam tentang teori ini memungkinkan kita menganalisa upaya-upaya yang mungkin membantu meredakan tensi dan mencari solusi damai serta berkelanjutan.
Perkembangan Konflik: Dari Diskriminasi hingga Kekerasan
Perkembangan konflik Rohingya telah mengalami transformasi signifikan dari diskriminasi menjadi kekerasan yang meluas. Awalnya, Rohingya menghadapi diskriminasi sistematis dalam bentuk dilarangnya akses pendidikan, pekerjaan, dan hak dasar kewarganegaraan. Ketidakadilan ini membangun fondasi ketegangan di Rakhine, yang akhirnya memicu kekerasan, membuat ribuan orang kehilangan tempat tinggal dan mengungsi.
Gelombang kekerasan mencapai puncaknya pada 2012 dan 2017, ketika aksi militer menyebabkan eskalasi besar yang memaksa ratusan ribu Rohingya melarikan diri ke negara tetangga seperti Bangladesh. Insiden ini menggambarkan kemerosotan situasi yang awalnya hanya diskriminasi menjadi krisis kemanusiaan. Kekerasan tersebut melibatkan pembunuhan, pemerkosaan, dan pembakaran rumah-rumah Rohingya.
Reaksi internasional terhadap kekerasan ini beragam, dengan tekanan bagi Myanmar untuk menyelesaikan isu Rohingya secara damai dan adil. Meskipun ada berbagai upaya diplomatik, menciptakan solusi jangka panjang masih menjadi tantangan. Perkembangan konflik dari diskriminasi ke kekerasan memerlukan tindakan yang lebih konkret dan komitmen dari semua pihak untuk mencapai perdamaian dan keadilan bagi Rohingya.
Krisis Kemanusiaan: Pengungsian dan Dampak Global