Mohon tunggu...
Muliansyah A. Ways
Muliansyah A. Ways Mohon Tunggu... -

Penggiat Demokrasi Indonesia dan Politik Lokal

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Pemenang Demokrasi, Figur atau Partai Politik

30 Juni 2018   16:06 Diperbarui: 30 Juni 2018   16:23 504
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Politik memang fluktuatif dan peta dinamika terus berubah-rubah sesuai dengan kondisi dan gerakan-gerakan yang lebih baik, tesis lain kita lihat di Kota Makassar, bahwa calon yang di usung oleh partai politik secara tunggal juga di kalahkan oleh kotak kosong (alias paslon tunggal terkalahkan oleh lawan kota kosong), ini menunjukkan bahwa masyarakat juga ingin ada perubahan, tak sekedar calon yang di usung hanya tunggal atau tidak ada alternatif lain. 

Masyarakat cerdas butuh perubahan, karena hanya sistem atau karena terkadang partai politik hanya mau merekomendasikan calon tunggal (tak ada calon lain), padahal masih bisa bila partai itu memilik proses perkaderan yang bagus, tentu bisa merekomendasikan calon-calon lain yang berpotensi dan menjadi alternatif, bukan semua partai politik mengusung hanya satu saja yang di calonkan, inikan se olah-olah partai tidak memiliki kader, apalagi salah satu kota yang menjadi barometer Indonesia timur bagian timur yakni Kota Makassar.

Disinilah kita mengeketahui bahwa apakah partai pemenang akan menjadi jaminan kemenangan figur tertentu?, ternyata tidak, terbalik pada akhirnya figurlah yang sangat berpengaruh dalam momentum politik apapun di negeri ini (figur yang menentukan kemenangan Pilkada 2018).

Keraguan Atas Perkaderan Partai Politik 

Benar tesis penulis mulai terjawab bahwa partai di Indonesia perlu menjalankan proses perkaderan yang benar bukan tersandra dengan mekanisme transaksional "ada uang ada rekomendasi" atau "tiba saat tiba akal" baru partai merekomendasikan. 

Sehingga partai tak memikirkan proses perkaderan pemimpin masa depan negeri atau mekanisme ideal bahwa figur yang di calonkan harus aspiratif rakyat Indonesia, bukan sekedar mencari figur yang instan dan memiliki modal kapital dan muda "membeli" dan memberi "mahar" partai politik.

Pada akhirnya figur yang di siapkan tidak di terima secara umum oleh masyarakat banyak, disinilah partai perlu belajar dari kelemahan-kelemahan dan kekalahan tersebut, agar partai sebagai bagian penting dari demokrasi, wajib memberi pendidikan politik dan memahamkan masyarakat menjadi wadah yang tepat untuk memilih calon pemimpin masa depan daerah yang punya kapasitas, visioner, pengalaman dan integritas yang baik. 

Tentu partai akan  memunculkan figur-figur yang berpotensi untuk daerah, alias jangan lagi mencari figur-figur yang muncul hanya bermodal kapital, walaupun kapital juga perlu.

Pengalaman di kota Makassar hanya calon tunggal, di Kota Sorong- Papua Barat pilkada 2017 juga hanya calon tunggal dan terjadi juga calon tunggal di daerah lain, artinya proses perkaderan di partai politik patut kita ukur dalam momentum ini.

Sehingga partai politik bagian dari pilar demokrasi juga wajib menyiapkan kader pemimpin bangsa yang lebih potensial, bukan kader instan dan hanya sekedar mencari dan mengusungnya, sama saja kita beli "kucing dalam karung". 

Rakyat akan ragu dan tak percaya lagi ke wadah partai politik, bila partai politik tak belajar dari kesalahan dan kekurangan pada Pilkada-pilkada sebelumnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun