"Wah, celaka! Saya salah jalur, harusnya tadi berhenti di Halte Tirtayasa dan pindah bus berikutnya ke Kuningan Barat atau ke Tosari agar dapat transit naik bis ke arah Slipi," kata saya di dalam hati.
Ada rasa malu dan geli dengan kecerobohan ini. Namun sebenarnya, tidak sepenuhnya salah pula, saya menghibur diri. Bagi penumpang yang terbiasa naik transjakarta, saya paham kiat-kiat untuk cepat sampai ke tujuan. Kali ini, saat penumpang lain turun di Halte Pancoran Barat, saya malah bertahan di dalam kabin bus. Ada lima penumpang baru yang naik dengan tujuan ke Cileduk. Bus pun melaju lagi dan memutar balik di bawah jalan layang di kawasan Pancoran.
Dari atas bus, saya melihat ada dua orang polisi sedang menuliskan sesuatu di kertasnya. Mungkin keduanya sedang menuliskan surat tilang bagi sopir kedua mobil yang harus mendapatkan hukuman. Hal itu menambah kemacetan bertambah, jalan memutar pun tersendat.
Salah Naik Ditebus KeterlambatanÂ
Kesalahan saya naik bus harus ditebus dengan keterlambatan. Macet akibat penyempitan jalan karena sedang terjadi pembangunan tiang penyangga LRT (Light Rail Transit). Tidak lebih dari 25 menit waktu saya terbuang percuma, padahal dari putaran Pancoran ke halte Pancoran Barat di sisis arah sebaliknya, hanya berjarak sekitar 700 meter. Ada 4 bus transjakarta di depan mobil yang saya tumpangi sedang menikmati kemacetan juga.
Saya bersiap-siap dan berjalan ke depan, mendatangi  kondektur bus.    "Saya salah naik bus, tadi hanya memperhatikan kata barat saja. Saya kira ke Kuningan Barat, ternyata ke Pancoran barat," kata saya kepada kondektur sambil tersenyum.
"Oh, Bapak ingin ke arah Kuningan ke Jalan Rasuna Said ya?" jawan kondektur yang memakai topi warna biru.
"Bukan. Saya ingin transit ke arah Slipi. Bila naik ke jurusan Kuningan, biasanya saya berhenti di Halte Kuningan Barat dan pindah bus ke arah tujuan Grogol, Pluit, atau Pantai Indah Kapuk. Lalu berhenti di Slipi," kata saya.
Kondektur tersenyum ramah sambil  menempelkan telapak tangan ke dada bagian kirinya seraya mempersilahkan saya turun.  "Hati-hati melangkah, ada jarak menganga antara pintu ke lantai halte," kata kondektur.
Peringatan sang kondektur membuat saya teringat, suatu sore saya pernah terjatuh saat melangkah di Halte Central Busway Harmoni mau naik ke bus arah Pulogadung (Koridor 2). Saat itu, penumpang berjubel, dan melangkah sambil desak-desakan agar dapat bangku kosong.Â
Saya tidak kalah semangat buat bersaing dengan penumpang lain namun abai dengan besaran langkah kaki. Terjerembak dan kaki lecet. Pedih. Karena buru-buru, saya memaksakan diri untuk tetap naik, dan melaju dengan bus. Permukaan tulang kering kaki kanan saya tak mendapatkan pertolongan seperti  obat merah. Seharusnya, saya turun dan meminta bantuan P3k. Tiga minggu kemudian masih terbayang-bayang saat kejadian terjatuh itu.