Mohon tunggu...
Erwin Mulialim
Erwin Mulialim Mohon Tunggu... wiraswasta -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Interests in Computer Technology, System Analyst & Networking

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kupas Tuntas Para “BANDIT GARONG ISTANA” vs. “SOSOK NAN KONTROVERSIAL” dari Seorang RJ LINO

7 Februari 2016   14:28 Diperbarui: 9 Februari 2016   06:06 859
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Kupas Tuntas Para “BANDIT GARONG ISTANA” vs. “SOSOK NAN KONTROVERSIAL” dari Seorang RJ LINO"][/caption]Siapakah sejatinya seorang Richard Joost Lino, sampai berani mengancam Presiden Jokowi, dan membuat Komisaris Jenderal Polisi Budi Waseso, yang karib disapa dengan Komjen Pol Buwas, terhempas dari jabatannya sebagai Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kabareskrim Polri)?

Berikut ini adalah berdasarkan beberapa analisa dari berbagai Sumber yang terpercaya, yang mana sudah PENULIS rangkaikan dan sajikan menjadi sebuah artikel yang Patut dan Menarik untuk di simak bersama, dan pada bagian akhir dari tulisan ini ada pula Penulis sajikan bantahan dari pihak keluarga dekat Richard Joost Lino, yang sempat dengan tidak sengaja dan tidak direncanakan sebelumnya oleh PENULIS. Kami dengan suasana santai sambil bersantap malam bersama dengan beberapa kawan-kawan dari PENULIS yang lainnya lantas mengajak pihak keluarga dekat Richard Joost Lino ini hanyut dalam diskusi nan hangat mengenai berbagai permasalahan/persoalan yang kini tengah membelit seorang Richard Joost Lino. Dan kemudian bantahan ini sengaja PENULIS sajikan di sini supaya pemberitaan dan opini yang berkembang di dalam artikel ini menjadi berimbang adanya, dan tidak menyudutkan ataupun memberatkan seseorang……

BIOGRAFI

[caption caption="Mantan Dirut Pelindo II, RJ LINO : ❝ Kesalahan Terbesar Saya, “TIDAK NYETOR”…… ❞"]

[/caption]

Richard Joost Lino atau yang biasa dipanggil RJ Lino lahir di Rote, Nusa Tenggara Timur, tanggal 7 Mei 1953. RJ Lino yang semasa kecilnya akrab dipanggil "Manneke" ini adalah seorang Insinyur (jurusan Teknik Sipil) dari Institut Teknologi Bandung (ITB) yang kemudian menjadi Presiden Direktur (Presdir) atau Direktur Utama (Dirut) PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II  (Persero) Tbk. sejak tahun 2009.

Riwayat Pendidikan :
1976     Teknik Sipil, ITB Bandung
1978     Diploma Teknik Hidrolik, The International Institute for Hydraulic and Environmental engineering, Delft, The Netherlands.
1979     International Course on Sediment Transport in Estuarine and Coastal Engineering, Coastal research Centre, Poona, India.
1980     Senior Course on Port and Harbour engineering, Tokyo, Japan.
1981     Project Management Course, Virginia Polytechnic Institute and State University, Virginia, USA.
1989     Magister Bisnis Administrasi, Institute Pendidikan dan Pengembangan Manajemen (IIPM), Jakarta, Indonesia

“Nenek moyangku seorang pelaut, gemar mengarung luas samudera”. Lagu itu bukan sekadar nyanyian bagi Richard Joost Lino, Direktur Utama (Dirut) PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II  (Persero) Tbk., melainkan sudah seperti mendarah daging. Inilah yang membuat RJ Lino, yang lahir pada 1953 di Kepulauan Rote, Nusa Tenggara Timur — yang identik dengan pantai dan laut — tidak bisa berpisah dengan kehidupan laut. Dari kecil RJ Lino memang sudah sangat menyukai laut karena rumah saya hanya 100 meter dari tepi pantai.

Saking cintanya akan laut, setamat dari Teknik Sipil ITB pada 1976, RJ Lino memilih disiplin ilmu yang ada kaitannya dengan laut, yaitu mengambil Diploma Teknik Hidrolik di The International Institute for Hydraulic di Belanda. Kemudian, ia memperdalam keilmuan bidang laut di India, Jepang, hingga Amerika Serikat.
Pada 1992, RJ Lino bergabung dengan Transconsult, tempat ia banyak terjun langsung dalam proyek dan penelitian kelautan Indonesia. Tiga belas tahun berselang, ia ikut dalam proses pengadaan Pelabuhan Gui-Gang, di propinsi Guang-Xi, Republik Rakyat China (RRC). Setelah pengadaan, RJ Lino didapuk menjadi Managing Director Pelabuhan Guigang. Peran utamanya mengevaluasi perencanaan pelabuhan dan renovasi pelabuhan lama menjadi pelabuhan modern.

Pengalaman mengenai akses kanal, pemecah gelombang, bidang kargo, dan seabrek pengetahuan di bidang pelabuhan, membuat Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memanggilnya guna menjabat sebagai Direktur Utama (Dirut) PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II  (Persero) Tbk. di akhir 2009. Sebagai orang nomor satu di PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II  (Persero) Tbk. yang membawahkan 12 pelabuhan di Indonesia bagian barat, RJ Lino harus dapat meningkatkan performa PT. PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II  (Persero) Tbk., khususnya Pelabuhan Tanjung Priok, yang kondisinya tidak keruan. Saat itu, kontainer di Priok hanya 3,6 juta TEU per tahun. Kini, volumenya meningkat 7,2 juta TEU per tahun. Bahkan, ia berencana meningkatkan lagi hingga sekitar 9 juta TEU per tahun. Hal itu bukan tidak mungkin, sebab bagi seorang RJ Lino laut adalah sudah merupakan dan menjadi bagian dari hidupnya selama ini.

Nama Richard Joost Lino banyak dibicarakan publik terkait prestasi yang ia dapatkan selama menjabat sebagai Direktur Utama (Dirut) PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II  (Persero) Tbk.

Di tahun 2011 banyak gagasan yang ia lontarkan guna memajukan PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II  (Persero) Tbk., dan yang mana salah satunya adalah menyangkut peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) yang baginya merupakan kunci penting kesuksesan kinerja perusahaan. Ia mengungkapkan bahwa dirinya kini cenderung lebih fokus kepada pengembangan SDM mengingat adanya beberapa proyek besar yang sedang dikerjakan. Sebagai contoh, proyek pembangunan pelabuhan di Sorong yang bernilai investasi sebesar RP 1 triliun.

Tak hanya itu, ia juga menyebutkan sejumlah proyek besar lain terkait peningkatan mutu SDM. Sebut saja contoh lain, pembangunan pelabuhan di Batam yang membutuhkan dana sekitar Rp 6 triliun. Rencananya, proyek ini akan dibangun di Pulau Tanjung Sauh yang terletak tak jauh dari pelabuhan Feri Batam.

Ia mengaku bahwa proyek besar yang ia sebutkan tadi bergantung pada project human resources. Untuk meningkatkan mutu SDM, tak tanggung-tanggung, ia mengirimkan 62 pegawai PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II  (Persero) Tbk. untuk mengambil program master degree di luar negeri. Baginya, SDM merupakan kunci keberhasilan. Dan, ia menuturkan, suplai SDM untuk pekerjaan di bidang logistik masih sangat kurang. Hal inilah yang menjadi alasan dibalik pengiriman karyawannya ke luar negeri.

Memasuki tahun 2012, PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II  (Persero) Tbk. melakukan berbagai perubahan sebagai strategi perusahaan dalam mencapai efesiensi dan efektifitas layanan kepelabuhan.

Untuk mencapai hal itu, PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II  (Persero) Tbk. melakukan pengembangan dan peningkatan infrastruktur transportasi, begitu juga dengan efektivitas layanan logistik di Indonesia. Melihat pentingnya akan efisiensi dan efektivitas layanan logistik tersebut, Richard selaku Direktur Utama (Dirut) PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II  (Persero) Tbk. sejak tahun 2009 menyatakan bahwa pihaknya akan memfokuskan kegiatannya dalam penerapan strategi-strategi perbaikan pola jasa layanan yang nantinya akan mengubah bentuk layanan dari konvensional menuju modern.

Tak hanya itu, Richard mengungkapkan mengenai rencana penambahan dermaga di pelabuhan Merak tahun ini juga akan segera direalisasikan. Hal itu bertujuan untuk menghindari adanya penumpukan kendaraan yang biasa terjadi setiap liburan menjelang.

Di sisi banyaknya proyek yang akan dikerjakan oleh PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II  (Persero) Tbk., Richard Joost Lino mengaku senang atas hasil perusahaan yang dipimpinnya yang meraih peringkat kelima instansi dengan indeks integritas tertinggi dalam survey yang diadakan oleh Komisi Pemberantasan korupsi (KPK). Sebelumnya, PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II  (Persero) Tbk. meraih posisi ke-28 untuk kategori pelayanan fasilitas pelabuhan dan posisi ke-32 untuk pelayanan jasa labuh tambat.

Richard Joost Lino menuturkan bahwa dengan melesatnya posisi PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II  (Persero) Tbk. dalam Survey Integritas (SI) segenap karyawan merasa terpacu untuk bekerja lebih baik……

KARIR NAN KONTROVERSIAL

[caption caption="Jusuf Kalla berkata, “Polisi harus menjalankan perintah Presiden dalam mengusut kasus RJ Lino dan tidak boleh keluar dari itu”"]

[/caption]

Bagi mereka yang tahu seluk-beluk Pelabuhan Tanjung Priok, pasti tahu bahwa backing utama RJ Lino adalah Sofyan Djalil. Ini sudah menjadi rahasia umum di kalangan “pemain” Tanjung Priok. Tidak heran jika RJ Lino langsung mengontak Sofyan, ketika kantornya digeruduk oleh Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia (Bareskrim Polri).

Disebut-sebut Sofyan Djalil pernah “menjinakkan” serikat pekerja supaya tidak terlalu kritis terhadap RJ Lino. Selanjutnya PENULIS sajikan rangkaian kilas balik hubungan antara Richard Joost Lino, Sofyan Djalil dan Jusuf Kalla, yang mana adalah sebagai berikut ini :

Lalu siapa di atas Sofyan Djalil? Siapa Don Corleone-nya?
Semua orang pada tahu bahwa sang Maestro-nya adalah Jusuf Kalla, yang kini adalah sang Wakil Presiden Negara Republik Indonesia.

Apabila Kita melakukan kilas balik ke tahun 2009, saat RJ Lino diangkat menjadi Direktur Utama (Dirut) PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II  (Persero) Tbk. Dari sinilah mulai terlihat permainan dan kedekatan RJ Lino dengan Sofyan Djalil (yang pada saat itu posisinya adalah masih menjabat sebagai Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Indonesia). Waktu itu banyak drama yang perlu kita ketahui. Jadi setelah berakhirnya jabatan jajaran Direksi dari Perusahaan Plat Merah (BUMN), PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II  (Persero) Tbk., kemudian pihak Komisaris dari PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II  (Persero) Tbk. merekomendasikan nama-nama dari para calon jajaran Direksi BUMN ini, sesuai dengan aturan yang sudah termaktub dalam ketetapan perundang-undangan yang berlaku, dengan maksud dilaksanakannya Fit and Proper Test oleh Kementrian BUMN, namun ternyata tak dinyana-nyana/disangka-sangka sebelumnya justru nama Richard Joost Lino-lah yang muncul, dan nama ini sama sekali tidak pernah diusulkan ke Kementrian BUMN oleh Dewan Pengawas dalam hal ini adalah pihak Komisaris dari PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II  (Persero) Tbk.

Kenapa hal itu bisa terjadi dan kenapa justru yang lolos adalah nama RJ Lino yang tak dinyana-nyana/disangka-sangka sebelumnya dan tak pernah sama sekali direkomendasikan oleh Dewan Pengawas dalam hal ini adalah pihak Komisaris dari PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II  (Persero) Tbk. ke Kementrian BUMN……??

Demikian Inilah Liku-Liku Kisah Cerita Seorang RJ Lino :

Sebulan sebelum pergantian jajaran Direksi PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II  (Persero) Tbk., Sofyan Djalil (yang pada saat itu posisinya adalah masih menjabat sebagai Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Indonesia) sempat berkunjung ke propinsi Guang-Xi, Republik Rakyat China (RRC) guna meninjau lokasi Pelabuhan Gui-Gang, yang dikelola oleh sebuah perusahaan milik jaringan grup Aneka Kimia Raya (AKR), di mana kepemilikkan jaringan grup ini adalah kepunyaan Ahmad Kalla, adik dari Jusuf Kalla. Kunjungan Sofyan Djalil itu juga atas saran dari Ahmad Kalla, untuk melihat proyek yang dikerjakan oleh RJ Lino. Kebetulan ketika itu RJ Lino menjabat selaku Direktur Utama (Dirut) di sebuah perusahaan milik jaringan grup Aneka Kimia Raya (AKR) yang mengelola Pelabuhan Gui-Gang — sebuah pelabuhan yang tidak terkenal karena hanya Pelabuhan sungai — di propinsi Guang-Xi, Republik Rakyat China (RRC), dan pada momen kesempatan itulah, keduanya dipertemukan dan diperkenalkan, sehingga menjadi semakin akrab satu sama lain. Sofyan Djalil kemudian dibuat takluk oleh kepiawaian dari seorang RJ Lino dalam membangun Pelabuhan Gui-Gang, di propinsi Guang-Xi, Republik Rakyat China (RRC) tersebut, dan tentu saja ditambahkan dengan arahan-arahan dari Ahmad Kalla pada saat itu. Di sana pulalah pada akhirnya Sofyan Djalil mendapatkan desakkan guna segera saja mengangkat RJ Lino sebagai Direktur Utama (Dirut) PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II  (Persero) Tbk. di Tanjung Priok.

Pada awal bulan Mei 2009, Sofyan Djalil (yang pada saat itu posisinya adalah masih menjabat sebagai Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Indonesia) kemudian mengajukan RJ Lino, lewat Jusuf Kalla guna menjadi Direktur Utama (Dirut) PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II  (Persero) Tbk. yang mana pada saat itu posisi kedudukan Sofyan Djalil adalah masih menjabat sebagai Menteri BUMN, sementara Jusuf Kalla sendiri adalah sebagai Wakil Presiden dari Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Akhirnya, RJ Lino pun dilantik menjadi Direktur Utama (Dirut) PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II  (Persero) Tbk., dengan menelikung semua nama-nama yang tadinya telah direkomendasikan oleh Dewan Pengawas dalam hal ini adalah pihak Komisaris dari PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II  (Persero) Tbk. melalui permainan kong-kali-kong antara Sofyan Djalil dan Jusuf Kalla, maka jadilah RJ Lino sebagai pemegang tampuk kekuasaan dan menjadi orang nomor wahid di Perusahaan Plat Merah (BUMN), PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II  (Persero) Tbk. ini.

Dari oleh sebab itulah, makanya tak heran, Wakil Presiden Jusuf Kalla begitu membela RJ Lino ketika terjadinya penggeledahan oleh Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia (Bareskrim Polri), dan bahkan sang Wakil Presiden pun seakan-akan secara halus dan implisit “sedikit mengancam” Polisi guna bertindak “lebih berhati-hati lagi”, dan seharusnya menjalankannya sesuai dengan apa yang “diperintah” oleh atasan “tertingginya” (Presiden) untuk mengurusi permasalahan/persoalan seputar RJ Lino dalam kaitannya dengan posisinya sebagai Direktur Utama (Dirut) PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II  (Persero) Tbk., demikianlah seperti apa yang dilansir oleh Harian Kompas, pada edisi terbitan 30 Agustus 2015: Jusuf Kalla berkata, “Polisi harus menjalankan perintah Presiden dalam mengusut kasus RJ Lino dan tidak boleh keluar dari itu”.

Luar biasa seorang Richard Joost Lino ini……!!

Sampai-sampai seorang Wakil Presiden Republik Indonesia pun harus pasang badan untuk Beliau ini lho……??

Selanjutnya, ada selentingan yang marak beredar waktu itu bahwa pada akhir bulan Agustus 2015, RJ Lino berencana ke luar negeri. Di samping itu, RJ Lino ditengarai masih sibuk menelpon dan mengirim pesan singkat ke beberapa pejabat penting di Istana Negara — mungkin saja minta perlindungan — , dan santer beredar, salah satu yang dihubungi adalah Teten Masduki, bahkan SMS RJ Lino ke Teten pun, sudah beredar di dunia maya.

Beginilah Isi-nya: “Pagi Pak Teten. Saya kira Presiden sudah tahu penggeledahan di Kantor Pelindo 2 kemarin oleh Bareskrim, saya nggak pernah ditanya dan diperiksa, kita digeledah seperti terrorist, kalau issuenya kaitan dengan dwelling time, sama sekali tidak ada kaitan (orang yang ngerti Pelabuhan akan ketawa). Kalau kaitan dengan korupsi atau proses pengadaan alat, hal ini sudah diaudit oleh BPK tiga bulan yang lalu dan clear. Kalau begini caranya aparat dan saya nggak didukung oleh Presiden dan Wakil Presiden sangat sulit bagi saya untuk bekerja (Anak buah saya pasti ketakutan, Boss-nya saja dibegitukan oleh Polisi). Kalau nggak ada dukungan dan commitment yang jelas dari orang No 1 & 2 di negeri ini, saya akan segera menyampaikan surat pengunduran diri saya…… Thanks. Lino.”

Saat itu, di Istana Negara untuk kesekian-kalinya, kembali ramai beredar ancaman dari RJ Lino, dan Bapak Presiden Joko Widodo-lah yang akan menjadi penentunya guna bagaimanakah kiranya drama ini akan diakhiri dengan alam yang dipenuhi oleh kesejukkan……

 

 

Kilas Balik Kupas Tuntas Atas Akar Permasalahan/Persoalan Yang Menjerat Seorang RJ Lino :

Perlu Kita ketahui bersama bahwa pada tahun 2010 RJ Lino melakukan pembelian alat bongkar muat (ABM) besar-besaran untuk PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II  (Persero) Tbk. senilai hampir Rp 2,7 triliun. Pembelian ABM tersebut lewat jaringan grup Aneka Kimia Raya (AKR) milik Ahmad Kalla. Salah satu buktinya adalah pembelian 3 Quay Crane, yang Vendor-nya adalah Huang Dong Heavy Machinery. Sedangkan Huang Dong Heavy Machinery itu sendiri tak lain adalah sebuah Vendor pengadaan QCC untuk yang pertama di Pelabuhan Gui-Gang, yang dikelola oleh sebuah perusahaan milik jaringan Kalla Group — bisnis keluarga Wakil Presiden Jusuf Kalla (yang tergabung di dalam jaringan grup Aneka Kimia Raya (AKR) — di propinsi Guang-Xi, Republik Rakyat China (RRC), di mana seorang Richard Joost Lino pernah jadi Direktur Utama (Dirut) -nya di sana.

Selain spesifikasi yang amat rendah, sebenarnya ABM dari Vendor ini pun sama sekali tak dibutuhkan oleh pelabuhan-pelabuhan di Indonesia, namun anehnya tetap saja dibeli oleh RJ Lino, jadi entah apa yang ada dibenaknya dan menjadi tujuan utama sebagai motivasinya dalam melakukan pembelian ABM dari Vendor ini. Maka tak heranlah alat-alat tersebut kemudian jadinya mangkrak, dan satu per satu mulai menjadi rusak dan kini sudah tak bisa lagi dipergunakan, bahkan sampai sekarang masih tergeletak begitu saja di Dermaga 003, Pelabuhan Tanjung Priok. Banyak lagi pengadaan alat-alat lain, yang mana kesemuanya adalah mempergunakan jaringan grup Aneka Kimia Raya (AKR) milik Ahmad Kalla, jaringan mafia pengadaan untuk semua peralatan yang dibutuhkan di Pelabuhan.

Maka dari sebab itulah sehingga tidaklah berlebihan dan tidaklah secara kebetulan jikalau salah satu alat bongkar muat (ABM) yang mangkrak, yang adalah: Mobil Crane, yang mana kasusnya kini sedang ditangani penyelidikkannya oleh pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia, karena sejak kedatangan Mobil Crane ini, pada tahun 2012 yang silam, hingga saat sekarang masih saja belum pernah sekalipun dipergunakan sebagai alat bongkar muat (ABM) di Dermaga 003, Pelabuhan Tanjung Priok, dan dalam perihal kasus ini, Negara Republik Indonesia dirugikan setidaknya adalah sebesar 50 (Lima Puluh) Miliar Rupiah.

Kemudian, ada lagi munculnya fakta baru yang berhembus mengenai “kedekatan” antara ketiganya, yakni: Richard Joost Lino, Sofyan Djalil dan Jusuf Kalla, adalah lewat sebuah perusahaan yang bernama PT. Bukaka Utama, yang mana pada kenyataannya bahwa ada rumor yang selama ini beredar di mana RJ Lino dikatakan setidaknya telah menguasai sebagian saham dari perusahaan tersebut, dan terbukti bahwa hal ini adalah benar adanya dengan diketahui pula bahwa transaksinya sudah dilakukan sejak pada tahun 2010 yang lalu, melalui perusahaan Armadeus Acquisition, dengan mengakuisisi kepemilikkan saham dari PT. Bukaka Utama yang mana adalah sebesar 46,6%. Adapun penguasaan atas saham dari perusahaan tersebut adalah melalui tangan menantunya RJ Lino sendiri, yang adalah seorang pengusaha yang berkewarganegaraan Malaysia, yang bernama Moh Ezra Effendi, yang diketahui menikahi putri RJ Lino bernama Clarissa.

Perusahaan Armadeus Acquisition itu sendiri adalah dinahkodai oleh Moh Ezra Effendi, menantu dari RJ Lino, sedangkan putra-putri RJ Lino yang lainnya adalah posisinya sebagai pemegang saham di perusahaan yang bernama Armadeus Acqusition tersebut. Dan diketahui pula bahwa RJ Lino sendiri pun ternyata menempatkan orang-orang yang mantan bekerja di PT. Bukaka Utama pada beberapa anak perusahaan dari PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II  (Persero) Tbk., yang mana antara lain adalah Imron Zubaidi (eks pegawai dari PT. Bukaka Utama). Di mana Imron Zubaidi ini diangkat RJ Lino menjabat sebagai Komisaris Utama di PT. Pengerukan Indonesia (Persero), yang kini telah menjadi anak perusahaan dari PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II  (Persero) Tbk.

Tidak secara kebetulan pula bahwa ternyata PT. Bukaka Utama ini juga berafiliasi dengan Kalla Group — bisnis keluarga Wakil Presiden Jusuf Kalla — yang terlibat dalam kegiatan konstruksi dan teknik. Bukaka beserta semua afiliasinya ini mengoperasikan Sembilan unit bisnis yang memproduksi menara baja; memproduksi jembatan baja; memproduksi penyangga jembatan khusus untuk yang dilewati oleh pesawat penumpang & cargo; memproduksi peralatan konstruksi jalan; memproduksi peralatan minyak & gas; memproduksi kendaraan tujuan khusus dan juga perusahaan yang bergerak dalam pembangkit tenaga listrik; serta pula perusahaan yang menggembleng dalam pemeliharaan dan pelayanan lepas pantai.

Pada tahun 2006 yang silam, PT. Bukaka Utama sendiri pernah mengalami Delisting di Bursa Efek Indonesia (disingkat BEI, atau Indonesia Stock Exchange (IDX)) karena performance keuangan perusahaannya yang tidak bagus, yaitu: Perusahaan mengalami Aktiva Negatif selama Tiga tahun berturut-turut. Secara mengejutkan dikemudian-hari PT. Bukaka Utama ini terbukti bisa Relisting kembali karena adanya Intervensi dari Sofyan Djalil sebagai Menko Perekonomian pada saat itu. Di lain pihak, sewaktu PT. Bukaka Utama mengalami Disuspend aktivitasnya di Bursa Efek Indonesia pada tahun 2006 yang lalu, Achmad Kalla-lah yang membantu PT. Bukaka Utama dalam menalangi semua kewajiban hutang ke Pihak Ketiga.

Kembali membahas ke permasalahan/persoalan pada kasus alat bongkar muat (ABM) yang mangkrak tersebut, jadi pembelian ini ternyata adalah seperti sebuah permainan saja, yang mana Keuangan Negara diputar-putar ke sana - ke mari, dan ujung-ujungnya adalah dilarikan ke kantong-kantong dari kongsi bisnis tersebut di atas.

Sebab dengan adanya “bekingan” dari “Orang Kuat” (dengan inisial JK) ini pulalah, yang kemudian membuat RJ Lino seperti tak tersentuh, walaupun banyak sekali protes dan laporan tentang dia, sebagaimana seperti fakta di lapangan, di mana PT. Bukaka Utama adalah kongsi utama dari Kalla Group — bisnis keluarga Wakil Presiden Jusuf Kalla — , dan konon berkembang berbagai rumor-rumor tak sedap nan menarik yang di antaranya adalah bahwa: "Banyak proyek pelabuhan jatuh ke Kalla Group — bisnis keluarga Wakil Presiden Jusuf Kalla —"; dan rumor yang terakhir berkembang adalah bahwa: "Ditemukannya bahwa ternyata menantunya RJ Lino sendiri, yang adalah seorang pengusaha yang berkewarganegaraan Malaysia, yang bernama Moh Ezra Effendi, yang diketahui menikahi putri RJ Lino bernama Clarissa, terbukti adalah Pemilik 49% Saham pada perusahaan Bukaka Group".

Sebenarnya “relasi politik” RJ Lino menjadi terang-benderang dan terbuka adanya sejak pada waktu RJ Lino dengan sangat emosionalnya menelpon Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), Sofyan Djalil. Pada saat itu juga Publik pun menjadi bertanya-tanya: Kok bisa-bisanya ya seorang RJ Lino yang jabatannya hanya sebagai seorang Direktur Utama (Dirut) pada salah satu Perusahaan Plat Merah (BUMN), berani-beraninya menelepon seorang mantan Menko dengan nada yang amat ketus dan raut wajah yang menahan amarah, dan tak akan mungkin hal ini bisa terjadi apabila RJ Lino tak punya hubungan yang intim/khusus dengan sang “Big Boss” dari si mantan Menko tersebut, yang kini adalah menjabat sebagai Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Dan Publik pun semuanya tahu dengan gamblang bahwa Sofyan Djalil walaupun tak berprestasi, tetap saja bisa menjadi seorang Menteri di dalam Kabinet Pemerintah, karena ia memang adalah “orang-orangnya” Jusuf Kalla……

 

 

 

BANTAHAN DARI PIHAK KELUARGA

[caption caption="Menantu RJ Lino, yang adalah seorang pengusaha yang berkewarganegaraan Malaysia, yang bernama “Moh Ezra Effendi”, berfoto bersama putri RJ Lino yang bernama “Clarissa”"]

[/caption]

PENULIS merasa bersyukur bahwa pada hari Jum'at malam, tanggal 05 Februari 2016, PENULIS berkesempatan bertemu dengan Paman Kandung (Adik dari Ayah) -nya Richard Joost Lino, yang biasa dipanggil dengan "Pak Lino" (karena rupa-rupanya "Lino" adalah merupakan nama Marga/Fam). "Pak Lino", begitulah Beliau biasa disapa, adalah seorang pria yang kini usianya sudah mulai senja (uzur) dan tak dapat dikatakan muda lagi meski perawakan tubuhnya masih segar-bugar yang disertai dengan rambut di kepala yang nampak lebat dan masih senantiasa dihitamkan dengan semir rambut, dan juga pembawaannya yang masih lincah serta sangat bersemangat dalam bertutur-kata dan berkisah. Dalam diskusi santai sambil bersantap malam bersama, menurut "Pak Lino" yang mengawali pembicaraan diskusi santai ini dengan berbasa-basi, bahwa ayah "Pak Lino" ini adalah berasal dari sebuah pulau di propinsi Nusa Tenggara Timur, yang bernama pulau Rote, mereka sekeluarga kemudian merantau ke pulau Alor dan juga lama menetap di pulau Flores (kedua pulau yang terakhir ini adalah juga berada di propinsi Nusa Tenggara Timur). Richard Joost Lino, yang adalah anak dari kakak kandungnya "Pak Lino" ini, ternyata adalah seorang yang amat cerdas sejak masih mengenyam pendidikan di bangku sekolah, sejak muda RJ Lino sudah terbiasa berprestasi di dalam riwayat akademiknya hingga ketika Perguruan Tinggi yang ditempuhnya di jurusan Teknik Sipil, ITB Bandung, dapat diselesaikannya dengan waktu yang cukup singkat, hanya Tiga Setengah tahun saja. Selanjutnya Richard Joost Lino pernah menempuh pendidikan Luar Negeri pula di negara Belanda, India, Jepang, dan bahkan di negara “Paman Sam”, Amerika Serikat.

Kemudian dituturkan pula oleh "Pak Lino" bahwa keponakkannya itu, Richard Joost Lino, sebelum menjabat sebagai Presiden Direktur (Presdir) atau Direktur Utama (Dirut) PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II  (Persero) Tbk., juga pernah bertugas menjabat sebagai Direktur Utama (Dirut) di sebuah perusahaan yang mengelola Pelabuhan Gui-Gang, di propinsi Guang-Xi, Republik Rakyat China (RRC) — yang dikelola oleh sebuah perusahaan milik jaringan Kalla Group (bisnis keluarga Wakil Presiden Jusuf Kalla) yang tergabung di dalam jaringan grup Aneka Kimia Raya (AKR) —, dan bahkan ditambahkan pula oleh "Pak Lino" bahwa keponakkannya itu tak akan pernah mau bertugas di PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II  (Persero) Tbk. apabila memang tidak diberikan tawaran posisi guna menjabat sebagai Direktur Utama (Dirut) pada Perusahaan Plat Merah (BUMN) itu sebagaimana yang disampaikan oleh RJ Lino kala ia masih berada dan bertugas di Pelabuhan Gui-Gang, di propinsi Guang-Xi, Republik Rakyat China (RRC) — pada perusahaan milik jaringan Kalla Group (bisnis keluarga Wakil Presiden Jusuf Kalla) yang tergabung di dalam jaringan grup Aneka Kimia Raya (AKR) selaku Direktur Utama (Dirut) -nya — kepada Pemerintah Republik Indonesia yang diwakilkan oleh Sofyan Djalil (yang pada saat itu posisinya adalah masih menjabat sebagai Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Indonesia). Permintaan dari seorang Richard Joost Lino ini bukannya tidak berdasar, alasan yang dikemukakan olehnya adalah karena dengan menjabat sebagai Direktur Utama (Dirut) PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II  (Persero) Tbk., Richard Joost Lino merasa lebih leluasa dan bebas merombak serta mengadakan “Revolusi Mental” secara TOTAL pada Perusahaan Plat Merah (BUMN), PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II  (Persero) Tbk., dan memang telah terbukti bahwa itulah yang menjadi VISI dan MISI dari seorang Richard Joost Lino selama berada pada posisi menjabat selaku Direktur Utama (Dirut) PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II  (Persero) Tbk.

Disampaikan pula kepada PENULIS bahwa Richard Joost Lino telah memangkas begitu banyaknya “Pungutan Liar” yang menjadi ceperan-ceperan dari anak buahnya, sehingga ia akhirnya menghadapi demo buruh dan berbagai tuntutan dari Serikat Pekerja PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II  (Persero) Tbk. yang dimotori oleh barisan anak buah - anak buahnya yang merasa sakit hati kepadanya sebagai akibat dimutasikannya mereka-mereka itu dari “Kursi Nyaman”-nya yang berada di “Ladang Basah” ke tempat yang “Kering-Kerontang” (yang tak bisa menghasilkan ceperan-ceperan apapun). Di lain pihak ternyata seorang Richard Joost Lino juga bisa berlaku ADIL adanya, dengan bukan hanya semata-mata memberikan PUNISHMENT kepada para anak buahnya, namun juga disertai dengan adanya REWARD dari Perusahaan kepada para anak buahnya, sehingga bagi mereka-mereka yang giat dan berprestasi, maka oleh RJ Lino lantas dikirim ke Luar Negeri, di beberapa universitas ternama di Eropa dan Asia, guna diberikan Pendidikan dengan Pengetahuan Khusus dengan Disiplin Ilmu yang spesifik yang mana berkaitan dengan bidang tugas dan pekerjaannya masing-masing yang sesuai dengan posisi mereka di PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II  (Persero) Tbk. pada saat itu. Dan Sejauh ini, PT. Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II  (Persero) Tbk. setidaknya telah mengirimkan tak kurang sebanyak Enam Puluh Dua orang karyawan sejak tahun 2009 guna melanjutkan studi di sejumlah universitas di Eropa dan Asia, yang mana kesemuanya ini sudah dialokasikan dana sebesar hingga Ratusan Miliar Rupiah (di dalam catatan PENULIS adalah senilai US Dollar 50 Juta atau setara Rp. 470 Miliar).

Jadi menurut penuturan dari "Pak Lino" lagi bahwa sebenarnya keponakkannya itu, Richard Joost Lino, adalah sama sekali “BUKAN MALING” Keuangan Negara, jadi tidak ada satu sen pun Uang milik Rakyat Indonesia (Keuangan Negara) yang “DITILEP”-nya dan masuk ke kantong pribadi dan juga kantong-kantong Keluarga Besar dari Richard Joost Lino sendiri. Namun kesalahan terbesarnya adalah “TIDAK NYETOR”……

Nah, untuk mengetahui selengkapnya dari akhir pembicaraan ini, maka tidak ada salahnya marilah Para Pembaca KOMPASIANA yang Budiman, PENULIS dengan ini mengajak kiranya dapat meluangkan waktunya lagi guna mengikuti kelanjutan Pembahasan dari Diskusi bersama dengan "Pak Lino" pada Pranala/Link berikut ini : " http://goo.gl/KYmE0M " …… 。

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun