Mohon tunggu...
Muksal Mina
Muksal Mina Mohon Tunggu... Lainnya - Candu Bola, Hasrat Pendidik

Be a teacher? Be awakener

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Adu Penalti: (Bukan) Adu Keberuntungan

19 April 2024   17:12 Diperbarui: 19 April 2024   17:55 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Andriy Lunin menepis tendangan Mateo Kovacic. Sumber : https://www.dailymail.co.uk/sport/football/article-13322425

"Menang nasib!"

"Coba kalau tidak adu penalti. Belum tentu!"

Komentar kawan pecinta Manchester City menjadi mukaddimah tatkala saya tiba pagi itu di warung kopi.

Oh, membahas perempatfinal Liga Champion rupanya.

Lalu dibalas teman yang Madriditas :

"Mentalnya raja Liga Champion, tuh! Mental juara!"

Lalu bersahut-sahutlah mereka, saling goda, saling tawa, terutama tentang Bernardo Silva. Hehe.

Adu penalti memang jamak terjadi di turnamen besar sepakbola. Mulai dari Liga Champion, Piala Eropa, Piala Amerika hingga Piala Dunia, nyaris selalu ditemui babak tos-tosan kala fase gugur.

Menang dan kalah di babak adu penalti kerap kali diasosikan dengan soal keberuntungan. Nasib baik bagi pemenang, dan kesialan bagi pecundang.

The telegraph pernah menuliskan bahwa tim nasional Inggris adalah tim yang terperangkap dengan anggapan nasib sial bila menyangkut adu penalti. Maklum, tim tiga singa nyaris selalu tewas saat dihadapkan pada situasi adu penalti.

Namun, benarkah adu penalti adalah murni soal keberuntungan?

This is Psychological Game!

Geir Jordet, peneliti bidang psikologi sepakbola, memaparkan dalam sebuah utas di akun x-nya mengenai adu penalti.

Jordet dan tim melakukan riset dengan menganalisa semua adu penalti di ajang Piala Dunia, Euro dan Liga Champion sejak 1976 hingga sekarang, mewawancarai 25 pemain yang terlibat didalamnya, serta melakukan uji prediksi terhadap 15 tim elit.

Kesimpulan yang mereka dapatkan adalah, adu penalti merupakan ajang adu psikis. Kuat-kuatan mental.

Hal-hal menarik yang terungkap dari riset tersebut diantaranya adalah :

Menit Bermain

Jordet menemukan fakta unik bahwa pemain yang baru masuk pada babak tambahan punya punya potensi untuk gagal pada babak adu penalti. Hmm, ingat final Euro 2020? Jadon Sancho dan Marcus Rashford sebagai pemain Inggris yang gagal mengeksekusi penalti, baru masuk di akhir babak tambahan, yakni menit 120'. Mateo Kovacic di laga City-Madrid kemarin pun menjadi kasus yang sama.

Paling gres, Leonardo Bonucci untuk klubnya, Fenerbache. Dimasukkan untuk menjadi algojo , apa lacur sang Italiano justru menjadi musabab tersingkirnya Fener dari Europa Conference League.

Faktor ini bisa jadi dihubungkan dengan kesiapan adaptasi mental si pemain dengan atmosfir pertandingan. Memang secara tenaga lebih segar. Namun penalti adalah soal psikis.

Sikap Sebelum Menendang

Fabio Grosso  menceritakan perasaannya kala ditunjuk mengambil tendangan penalti penentu kemenangan Italia pada final Piala Dunia 2006.

"Saya memaksakan untuk tetap tenang. Pengalaman tak berarti apa-apa disini. Yang terpenting, tentang mencapai kondisi mental yang sangat spesifik di detik akhir sebelum pengambilan Keputusan"

Semua yang pernah ikut kompetisi sepakbola, entah amatir ataupun professional, pasti mengerti beban psikologis yang ditanggung pemain ketika ditunjuk sebagai penendang penalti. Bayangan kegagalan dan menjadi kambing hitam kekalahan tim seolah membayang di belakang gawang sana.

Pemain yang mampu mengontrol tekanan yang datang padanya, punya kans besar untuk berhasil menyarangkan bola. Apa yang Lucas Vasquez lakukan sesaat sebelum mengambil tendangan penalti di perempatfinal Liga Champion Rabu lalu? Ya, pemain Real Madrid tersebut dengan santainya menimang bola alias juggling. Seolah-olah berada di sesi latihan.

Mundur ke delapan tahun lalu, pemain yang sama memutar-mutar bola dengan tangan ala pemain basket sebelum mengeksekusi penalti di Final Liga Champion 2016. Arogan? Tenang? Jodet menyebutnya dengan coping with the pressure!

Lucas Vasquez, menenangkan diri dengan melakukan freestyle. Sumber : https://twitter.com/FaktaSepakbola/status/1780880423868145725
Lucas Vasquez, menenangkan diri dengan melakukan freestyle. Sumber : https://twitter.com/FaktaSepakbola/status/1780880423868145725

Studi yang dilakukan Jordet juga mengungkapkan, pemain yang mengambil jeda kurang dari 5 detik setelah peluit wasit, alias terburu-buru menendang, biasanya malah meleset. Tergesa-gesa menunjukkan sikap si pemain untuk segera mengakhiri tugasnya dan ketidakmampuan menenangkan diri.

Pemain elit cenderung mengambil jeda sedikit lama sebelum menendang, mengatur nafas dan menetapkan sasaran. Selain untuk mengembalikan fokus dan menenangkan diri, sikap ini juga berguna untuk memberikan gangguan konsentrasi pada penjaga gawang.

Teknik Istimewa Kiper : Intimidasi

Tugas kiper dalam menghadapi penalti tentu saja menghalau tendangan lawan. Maka konsekuensi aksinya hanya akan ada dua : gol atau tidak.

Sedangkan di sisi seberang, output tendangan akan menjadi tiga : gol, ditepis, atau meleset. Nah, maka sebenarnya peluang untuk gagal terhitung lebih besar kan? Hehe. Kerapkali disepakati bahwa beban mental dalam adu penalti sesungguhnya ada di sisi penendang.

Atas fatwa ini, kiper acapkali mengusik konsentrasi penendang dengan berbagai cara. Dengan harapan lawan terganggu dan gagal. Kalau tidak ditepis, tendangannya melebar atau terbang ke luar angkasa sana. Ini adalah perang mental.

Kiper terkini yang dikenal fasih mengintimidasi lawan tentu tak lain tak bukan adalah Emilio 'Dibu' Martinez, shot stopper utama Aston Villa dan tim nasional Argentina.

Emilio Martinez, tenar sebagai kiper intimidatif dalam adu penalti. Sumber : https://sport.detik.com/sepakbola/bola-dunia-
Emilio Martinez, tenar sebagai kiper intimidatif dalam adu penalti. Sumber : https://sport.detik.com/sepakbola/bola-dunia-

Pada Piala Dunia lalu, Martinez tenar dengan aksi-aksi intimidatifnya pada penendang lawan, terutama di adu penalti melawan Prancis. Tak pelak, dua tendangan lawan sukses dibuatnya meleset. Satu diantaranya dengan aksi tak langsung.

Sesaat sebelum Aurelien Tchouameni menendang, Dibu Martinez malah membuang bola ke samping. Seolah menyuruh Tchouameni mengambil sendiri. Hasilnya? Eksekutor ketiga Prancis itu mengirim tendangannya melebar ke samping gawang.

Terbaru, Martinez melakukannya di perempatfinal Europa Conference League kontra Lille. Berpura berniat mengusap bola, Martinez mengambil bola terlebih dahulu untuk diberikan kepada lawan sebelum kemudian ditegur wasit.

Sang lawan, Nabil Bentaleb, jelas terganggu. Terlihat dia terburu-buru mendekat agar bola tidak diambil Martinez.

Hasilnya? Sepakan Bentaleb sukses ditepis. Setelah menepis satu lagi penendang kelima, Martinez mengiringi kelolosan Villa dengan berjoged khasnya.

Mind games master!

Riset, Latihan dan Teknik

Juli 2014, perempatfinal Piala Dunia, Belanda berhadapan dengan Kosta Rika. Satu menit sebelum habis tambahan waktu babak kedua, pelatih Belanda secara mengejutkan mengganti penjaga gawang Jesper Cillessen dengan cadangannya, Tim Krul.

Seolah-olah Krul memang dipersiapkan untuk mengantisipasi adu tendangan penalti.

Hasilnya adalah Krul mampu membaca semua arah tendangan pemian Kosta Rika dan menepis dua diantaranya. Tim Oranye pun menang 4-3.

Momen ini seolah menjadi pematah mitos bahwa adu penalti adalah untung-untungan. Krul dan Cillessen telah dibekali masukan oleh staf kepelatihan soal tendangan penalti lawan.

Riset tentang data eksekusi penalti juga diakui  sangat membantu oleh kiper-kiper kelas dunia. Pernah dengar 'contekan Lehmann'? Kiper Jerman di Piala Dunia 2006 itu ketahuan membaca contekan tentang arah tendangan penalti pemain Argentina.

Contekan yang berasal dari staf kepelatihan tersebut disimpan di kaus kaki Jens Lehmann dan sukses membantu Jerman menang 4-2 setelah tendangan Roberto Ayala dan Esteban Cambiasso ditepis.

Adapun mantan kiper Prancis, Mickael Landreu dan kiper Jerman Manuel Neuer juga mengakui bahwa mereka melakukan riset dan kemudian 'membaca' gestur sang penendang untuk mengantisipasinya.

Gestur seperti posisi kaki tumpuan dan sudut panggul menjadi perhatian. Maka mungkin tidak tepat bisa kiper disebut menebak. Kiper elit akan 'membaca' arah tendangan, berdasarkan riset dan masukan yang diterimanya dalam latihan dan persiapan pertandingan.

Neuer menyebutkan pula bahwa menganalisa tendangan penalti adalah bagian dari rutinitas latihannya bersama pelatih kiper.

Dari sisi penendang pun bukan tanpa persiapan. Semua sudah hafal ciri khas Jorginho dan Bruno Fernandes kala menenang dari titik 12 pas. Mereka akan melompat terlebih dahulu sebelum menendang.

Teknik yang dinamakan hoop & jump ini sengaja dilakukan untuk melihat arah mana kiper akan bergerak. Begitu kiper bergerak duluan, maka si eksekutor akan mengarahkan bola ke sisi sebaliknya.

**

Babak adu penalti memang kejam. Bukan lagi soal keunggulan taktik ataupun nama besar,  mental mengambil porsi lebih besar disini.

Latihan persiapan penalti memang wajib dilakukan. Namun perang psikologis tak terhindarkan. Tekanan penonton di belakang gawang, gestur lawan hingga harapan rekan setim menjadi badai yang harus dihadapi.

Status kepahlawanan dan pecundang akan selamanya diemban pemain tertentu. Mungkin  demikian maksud Sepp Blatter ketika berucap :

"When you go into extra time, we're talking about drama. But when we reach the penalty shootout, it's a tragedy"

Curup,

19.04.2024

Muksal Mina Putra

Referensi : 1, 2, 3, 4, 5

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun