Namun, benarkah adu penalti adalah murni soal keberuntungan?
This is Psychological Game!
Geir Jordet, peneliti bidang psikologi sepakbola, memaparkan dalam sebuah utas di akun x-nya mengenai adu penalti.
Jordet dan tim melakukan riset dengan menganalisa semua adu penalti di ajang Piala Dunia, Euro dan Liga Champion sejak 1976 hingga sekarang, mewawancarai 25 pemain yang terlibat didalamnya, serta melakukan uji prediksi terhadap 15 tim elit.
Kesimpulan yang mereka dapatkan adalah, adu penalti merupakan ajang adu psikis. Kuat-kuatan mental.
Hal-hal menarik yang terungkap dari riset tersebut diantaranya adalah :
Menit Bermain
Jordet menemukan fakta unik bahwa pemain yang baru masuk pada babak tambahan punya punya potensi untuk gagal pada babak adu penalti. Hmm, ingat final Euro 2020? Jadon Sancho dan Marcus Rashford sebagai pemain Inggris yang gagal mengeksekusi penalti, baru masuk di akhir babak tambahan, yakni menit 120'. Mateo Kovacic di laga City-Madrid kemarin pun menjadi kasus yang sama.
Paling gres, Leonardo Bonucci untuk klubnya, Fenerbache. Dimasukkan untuk menjadi algojo , apa lacur sang Italiano justru menjadi musabab tersingkirnya Fener dari Europa Conference League.
Faktor ini bisa jadi dihubungkan dengan kesiapan adaptasi mental si pemain dengan atmosfir pertandingan. Memang secara tenaga lebih segar. Namun penalti adalah soal psikis.
Sikap Sebelum Menendang
Fabio Grosso  menceritakan perasaannya kala ditunjuk mengambil tendangan penalti penentu kemenangan Italia pada final Piala Dunia 2006.
"Saya memaksakan untuk tetap tenang. Pengalaman tak berarti apa-apa disini. Yang terpenting, tentang mencapai kondisi mental yang sangat spesifik di detik akhir sebelum pengambilan Keputusan"
Semua yang pernah ikut kompetisi sepakbola, entah amatir ataupun professional, pasti mengerti beban psikologis yang ditanggung pemain ketika ditunjuk sebagai penendang penalti. Bayangan kegagalan dan menjadi kambing hitam kekalahan tim seolah membayang di belakang gawang sana.