Mohon tunggu...
Muksal Mina
Muksal Mina Mohon Tunggu... Lainnya - Candu Bola, Hasrat Pendidik

Be a teacher? Be awakener

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Conte dan Kemenangan atas Netizen

9 Maret 2021   15:27 Diperbarui: 9 Maret 2021   15:55 534
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
selebrasi Antonio Conte dan pemainnya. Sumber : skysport.com

Puncak dingin!

Begitu ungkapan keriangan mayoritas pendukung Internazionale Milan belakangan ini. Sejak keberhasilan menaklukkan Lazio 3-1 di pekan 22, Inter sukses bertengger di puncak klasemen sementara Serie A. Kemenangan 1-0 atas Atalanta malam tadi memastikan Inter menjaga jarak enam poin dengan pesaing terdekat, AC Milan.

Catatan kemenangan ini menjadi buah manis bagi pasukan Antonio Conte. Performa awal musim Inter memang tidak meyakinkan, rentan kebobolan hingga tersingkir dari Liga Champion dan Coppa Italia. Belum lagi urusan performa pemain secara individual dan terpaan 'cedera' Covid-19.

Inter jadi bulan-bulan. Meme Romelu Lukaku yang berdiri 'menangkis' sundulan Alexis Sanchez pada partai penentuan kontra Shaktar berkibar-kibar di media sosial. Membuat Interisti malu, keki, beberapa bahkan menyatakan bahwa Inter adalah Atalanta B! Pernyataan sakit hati atas performa tim kesayangan yang tidak mumpuni.

Terang saja suguhan awal musim yang tidak mengenakkan membuat panas kursi Conte. Penggemar protes. Tagar #conteout mulai mencuat.

"Segitu doank pelatih gaji 12 juta? Mending Spalletti, deh!"

"Ah, pelatih miskin taktik!"

"Salahnya itu, Eriksen tidak dimainkan! Ga ngerti bintang nih, agen Jupe!"

Mengingat tingkat kreatifitas netizen yang tinggi dalam merundung, maka tiga contoh diatas rasanya hanyalah kalimat terlunak saja dari sekian banyak caci maki penonton layar kaca. Itu di Indonesia ya. Saya tidak tahu kalau netizen Albania. Tidak mengerti bahasanya.

Namun seiring kemenangan-kemenangan yang mendekatkan Inter pada puncak klasemen, perlahan suara negatif mulai menguap. Secara tidak langsung, Conte kemudian membuktikan bahwa sebagai pelatih professional kelas wahid, ia lebih tahu menangani tim daripada netizen bawel penikmat streaming ilegal. Hehe.

Berikut beberapa hal yang menjadi pembuktian Conte bahwa ia benar dalam mengurus tim.

Eriksen, Perisic dan 3-5-2

Sejak musim lalu Inter telah bermain dengan pakem 3-5-2 ala Conte. Formasi klasik yang telah lama dipakainya sejak menangani Juve. Hanya di Chelsea pakem ini bertransformasi menjadi 3-4-3 menilik potensi pemain the bleus ketika itu. Sedangkan di Juve dan tim nasional Italia, pola yang banyak disebut sebagai pola defensif tersebut menjadi andalan Conte.

Pada pilihan taktiknya ini, Conte bermain dengan tiga gelandang sentral yang berbeda peran. Marcelo Brozovic menjadi deep lying playmaker yang berdiri di depan pertahanan, dilengkapi oleh dua gelandang bertipe advance (Barella/Sensi/Vidal/Gagliardini) untuk membantu serangan. Ketiga gelandang akan menyuplai duet penyerang serta dua bek sayap yang naik hingga sejajar dengan penyerang.

Kedatangan Christian Eriksen pada Januari 2020 lalu sedikit banyak mendatangkan antusiasme. Netizen ramai-ramai menuntut Conte mengubah formasi menjadi 3-4-1-2 atau 4-3-1-2 demi memberi tempat pada sang bintang Denmark. Selain itu netizen juga beranggapan dengan berubah formasi, maka Inter akan bermain lebih agresif, lebih menyerang.

Entah karena mendengar fans atau tidak, Conte menurut di awal musim ini. Bermain dengan pola 3-4-1-2, Eriksen beredar di belakang penyerang, ditopang sayap agresif pada diri Ivan Perisic dan Achraf Hakim. Hasilnya hancur. Inter jadi mudah kebobolan, susah cetak gol. Status sebagai tim dengan pertahanan terbaik musim lalu seolah salah alamat. Eriksen pun setali tiga uang. Performanya angin-anginan, hingga berujung sering dicadangkan, masuk lapangan pun pada menit-menit akhir saja bahkan sempat akan dijual Januari lalu.

Tersingkir dari eropa sepertinya memberikan hikmah. Conte kembali ke pola andalan yang sangat dikuasainya, 3-5-2. Persetan dengan trikuartista-trikuartistaan! Perlahan Inter kembali seimbang, hal yang dicirikan Conte sejak musim lalu.

Seiring proses adaptasi taktik dan bahasa, pola lama ini justru memberi berkah pada Eriksen. Ia akhirnya dipercaya menempati posisi sebelas awal dengan peran barunya : mezzala sebelah kiri. Beberapa pengamat menyebut perannya menjadi double playmaker bersama Brozovic. Apapun itu, meski tanpa peran gelandang serang, Conte membuktikan bahwa Eriksen tetap bisa masuk ke taktiknya. Sejak mencetak gol kemenangan di Coppa Italia melawan Milan, Eriksen praktis selalu bermain sejak awal. Tepatlah kata pengamat bahwa gol itu menjadi titik balik kepercayaan diri mang Erik.

Formasi ini juga menjadi pembuktian akan kepercayaan Conte pada Ivan Perisic. Pada awal musim, winger kroasia ini tidak cukup memuaskan bila bermain di bek sayap kiri. Tak heran posisinya sempat tergusur Ashley Young. Penggemar berceramah lagi : Perisic bukan wing back!

Conte berulang kali menekankan bahwa ia percaya bahwa Perisic mampu bermain di posisi itu.

"Perisic punya potensi yang bahkan ia sendiri tidak menyadarinya"

Kemenangan 0-3 pada derby della Madonnina lalu seolah menjadi penahbisan kepantasan Perisic di posisi barunya. Dua assits serta rangkaian aksi defensif dan ofensif menjadi highlight penampilannya malam itu.

Posisi puncak yang diraih Inter lewat deretan tujuh kemenangan menjadi jawaban Conte bahwa ia tetap bisa menang dengan pola andalan, bahkan dengan mengintegrasikan Eriksen dan Perisic di posisi yang tergolong baru bagi mereka.

 

"Handanovic memiliki ketenangan dengan bola di kakinya"

Plongomovic. Begitu ledekan penonton pada kiper sekaligus kapten Inter, Samir Handanovic. Musim ini memang cukup sering Inter kebobolan dengan cara yang bikin penontonnya gemas : kiper melongo.

"Kiper kok malas sih. Lompat sedikit kenapa? Pura-pura juga tak apa!"

Kiper Inter, Samir Handanovic. Sumber : nerazzurriale.id
Kiper Inter, Samir Handanovic. Sumber : nerazzurriale.id
Hati penggemar mana yang tak sakit melihat timnya susah payah mencari gol, namun lalu kebobolan dengan kiper yang tak bergerak. Ditambah lagi blunder konyol miskomunikasinya dengan Alessandro Bastoni saat melawan Juve, Handa semakin dicaci. Kiper payah! Sudah melongo, blunder, sekali shooting langsung masuk!

Seruan untuk menggusur sang kapten dari formasi inti mulai ramai. Nama Ianut Radu, kipper kedua diapungkan. Media mulai liar. Kabarnya Inter sudah mulai mendekati kiper Udinese, Juan Musso, sebagai shotstopper utama musim depan.

Sang pelatih bergeming. Sedikitpun ia tidak menyalahkan kiper. Kritikan yang sering muncul dari mulutnya justru kepada kemampuan tim untuk tampil klinis, menyelesaikan peluang yang didapat, untuk 'membunuh' pertandingan lebih awal.

Tentang Handa? Conte justru berulang kali memuji kiper beralias batmanovic itu sebagai kiper yang punya ketenangan luar biasa saat menguasai bola di kakinya. Faktor ini nampaknya menjadi pertimbangan yang membuat Conte pikir-pikir hendak menggusur kiper utamanya.

Struktur bermain Inter memang memulai serangan dari belakang. Bahkan tak jarang bola yang sudah di separuh lapangan lawan, dikembalikan lagi ke lini pertahanan untuk memulai kembali serangan. Keterlibatan kiper dalam sirkulasi dan progresi menjadi sangat penting. Jujur saja, terkadang deg-degan menonton Inter memainkan bola dari kiper ke bek, kembali ke kiper lagi, pindahkan ke sayap. Ada kekhawatiran bola dipotong lalu menjadi situasi menguntungkan bagi lawan.

Nah, ketenangan dan keterampilan mengolah bola dengan kaki ini lah yang menjadi kelebihan Samir Handanovic yang belum tentu dimiliki kiper cadangan Inter. Conte sepertinya menilai bahwa performa kiper dalam hal penyelamatan dan lompat-melompat bersifat sementara. Bila menurun, maka suatu saat akan meningkat kembali. Namun keterampilan memindahkan bola dengn kaki tidak dimiliki oleh semua kiper.

Belakangan, Conte terbukti benar. Performa Handanovic meningkat kembali. Penyelamatan-penyelamatannya, termasuk double save nya dalam waktu kurang satu menit saat melawan Milan menjadi perbincangan. Begitupun aksi-aksi kala melawan Lazio, Genoa, Parma dan Atalanta malam tadi. Singkatnya, keteguhan Conte untuk mempertahankan Handanovic di posisi inti sepertinya terbukti benar sejauh ini.

Sepakbola Bertahan?  Tiga Poin Lebih Penting!

Permainan Inter kerap dikritik sebagai tampilan yang tak enak dilihat. Bermain menunggu lalu menyerang balik dengan mengandalkan kecepatan Lukaku dan Hakimi adalah pilihan terkini. Sepakbola banci! Demikian kritik dari netizen, bahkan dari mantan pesepakbola seperti Antonio Cassano.

Namun sepertinya penggemar harus lebih mendengarkan Fabio Capello. Pelatih legendaris tersebut justru memuji pilihan taktik Conte sebagai sesuatu yang cerdas. Tampilan terbaru saat melawan Atalanta jelas memperlihatkan hal tersebut. Ugly win kata orang-orang. Namun bagi Conte, tiga poin lewat satu-satunya tembakan tepat sasaran melawan tim paling menghibur di Italia, lebih terasa sebagai beautiful win.

Patut diingat, strategi bermain agresif telah dicoba di awal musim dengan hasil yang tidak memuaskan. Sedangkan opsi bermain lebih dalam dan serangan balik justru menghantarkan Inter ke puncak klasemen. Ah, bermain 'bagus' tentu menjadi opini subjektif, tergantung selera orang. Sedangkan tiga poin sebagai bukti keunggulan, telah menjadi kesepakatan berjamaah. Siapa peduli dengan anggapan sepakbola negatif, selama berbuah kemenangan?

Sir Alex Ferguson pernah berujar, bahwa lini serang yang hebat akan memenangkan pertandingan. Sedang lini belakang yang mumpuni akan memenangkan kompetisi. Defense first, begitu mungkin prinsip terkini Conte. Sebelas dua belas dengan prinsip tradisional Italia, catenaccio.

**

Musim masih panjang. Tersisa 12 pertandingan lagi. Kritik bisa jadi pantas dilayangkan atas kegagalan Inter di Liga Champion dan Coppa Italia. Namun kemampuan Conte untuk melakukan penyesuaian taktik serta mengintegrasikan pemain pada taktiknya tersebut patut pula diapresiasi. Sebagaimana mengapresiasi posisi puncak.

Mungkin sedikit berlebihan bila memandang Conte benar-benar menganggap serius sumpah serapah netizen di media sosial. Jangan-jangan beliau sendiri tak pernah lihat twitter? Hehe. Namun setidaknya hasil yang digapai tim saat ini menjadi bukti bahwa kinerja Conte telah menjadi counter attack atas kritikan-kritikan netizen pengusung tagar #conteout.

Curup

09.03.2021

Muksal Mina Putra

Referensi : 1, 2, 3

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun