Sejak musim lalu Inter telah bermain dengan pakem 3-5-2 ala Conte. Formasi klasik yang telah lama dipakainya sejak menangani Juve. Hanya di Chelsea pakem ini bertransformasi menjadi 3-4-3 menilik potensi pemain the bleus ketika itu. Sedangkan di Juve dan tim nasional Italia, pola yang banyak disebut sebagai pola defensif tersebut menjadi andalan Conte.
Pada pilihan taktiknya ini, Conte bermain dengan tiga gelandang sentral yang berbeda peran. Marcelo Brozovic menjadi deep lying playmaker yang berdiri di depan pertahanan, dilengkapi oleh dua gelandang bertipe advance (Barella/Sensi/Vidal/Gagliardini) untuk membantu serangan. Ketiga gelandang akan menyuplai duet penyerang serta dua bek sayap yang naik hingga sejajar dengan penyerang.
Kedatangan Christian Eriksen pada Januari 2020 lalu sedikit banyak mendatangkan antusiasme. Netizen ramai-ramai menuntut Conte mengubah formasi menjadi 3-4-1-2 atau 4-3-1-2 demi memberi tempat pada sang bintang Denmark. Selain itu netizen juga beranggapan dengan berubah formasi, maka Inter akan bermain lebih agresif, lebih menyerang.
Entah karena mendengar fans atau tidak, Conte menurut di awal musim ini. Bermain dengan pola 3-4-1-2, Eriksen beredar di belakang penyerang, ditopang sayap agresif pada diri Ivan Perisic dan Achraf Hakim. Hasilnya hancur. Inter jadi mudah kebobolan, susah cetak gol. Status sebagai tim dengan pertahanan terbaik musim lalu seolah salah alamat. Eriksen pun setali tiga uang. Performanya angin-anginan, hingga berujung sering dicadangkan, masuk lapangan pun pada menit-menit akhir saja bahkan sempat akan dijual Januari lalu.
Tersingkir dari eropa sepertinya memberikan hikmah. Conte kembali ke pola andalan yang sangat dikuasainya, 3-5-2. Persetan dengan trikuartista-trikuartistaan! Perlahan Inter kembali seimbang, hal yang dicirikan Conte sejak musim lalu.
Seiring proses adaptasi taktik dan bahasa, pola lama ini justru memberi berkah pada Eriksen. Ia akhirnya dipercaya menempati posisi sebelas awal dengan peran barunya : mezzala sebelah kiri. Beberapa pengamat menyebut perannya menjadi double playmaker bersama Brozovic. Apapun itu, meski tanpa peran gelandang serang, Conte membuktikan bahwa Eriksen tetap bisa masuk ke taktiknya. Sejak mencetak gol kemenangan di Coppa Italia melawan Milan, Eriksen praktis selalu bermain sejak awal. Tepatlah kata pengamat bahwa gol itu menjadi titik balik kepercayaan diri mang Erik.
Formasi ini juga menjadi pembuktian akan kepercayaan Conte pada Ivan Perisic. Pada awal musim, winger kroasia ini tidak cukup memuaskan bila bermain di bek sayap kiri. Tak heran posisinya sempat tergusur Ashley Young. Penggemar berceramah lagi : Perisic bukan wing back!
Conte berulang kali menekankan bahwa ia percaya bahwa Perisic mampu bermain di posisi itu.
"Perisic punya potensi yang bahkan ia sendiri tidak menyadarinya"
Kemenangan 0-3 pada derby della Madonnina lalu seolah menjadi penahbisan kepantasan Perisic di posisi barunya. Dua assits serta rangkaian aksi defensif dan ofensif menjadi highlight penampilannya malam itu.
Posisi puncak yang diraih Inter lewat deretan tujuh kemenangan menjadi jawaban Conte bahwa ia tetap bisa menang dengan pola andalan, bahkan dengan mengintegrasikan Eriksen dan Perisic di posisi yang tergolong baru bagi mereka.