Mohon tunggu...
Muksal Mina
Muksal Mina Mohon Tunggu... Lainnya - Candu Bola, Hasrat Pendidik

Be a teacher? Be awakener

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Pendidikan Seksualitas untuk Anak, Kenapa Tidak?

3 Juli 2020   16:23 Diperbarui: 3 Juli 2020   16:16 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilutrasi sepasang anak. sumber foto : pixabay.com

Pada fase perkembangan, usia 2-6 tahun adalah masa dimana anak harus mendapatkan pendampingan yang berimbang dari sosok ibu dan ayah, untuk mengajarkan sisi feminism dan maskulin sebagai bagian pendidikan seksualitas.

Mbak Syarifah dan Mbak Niek berkomentar di tulisan tersebut, bahwa dalam pengalamannya, psikolog menyarankan PAUD untuk menempatkan guru laki-laki dan perempuan secara berimbang. Sepakat.

Masa PAUD dan sekolah dasar adalah masa-masa emas perkembangan fitrah seksualitas anak. Penemuan jati diri sebagai lelaki dan perempuan sebenarnya justru pada pada masa ini, masa sebelum anak mengalami pubertas.

Elly Risman, membagi perkembangan fitrah seksualitas anak kedalam empat fase ;

Pertama, usia 0-2 tahun

Masa-masa awal ini, anak harus didekatkan pada ibunya. Karena ini adalah masa dimana anak masih menyusu. Masih sepenuhnya bergantung pada ASI ibu. Bukan rahasia, bahwa ibu-ibu disarankan untuk menyusui anaknya genap dua tahun. Rentang ini berimplikasi baik pada perkembangan otak anak.

Kedua, usia 2-7 tahun

Di periode kedua ini, anak didekatkan kepada kedua orang tuanya. Ini dimaksudkan untuk memperkenalkan pada anak identitas gender yang sebenar sebagai laki-laki dan perempuan. Apalagi bagi orang tua yang memiliki anak sepasang.

Anak akan belajar membedakan laki-laki dan perempuan dengan melihat orangtuanya. Beginilah pakaian laki-laki, pakaian perempuan, cara bicara laki-laki, cara bicara perempuan, cara bertindak, cara berpikir.

ilustrasi ayah dan anak lelaki. Sumber foto : liputan6.com
ilustrasi ayah dan anak lelaki. Sumber foto : liputan6.com
Sehingga setidaknya sejak usia 3 tahun anak sudah dapat mengidentifikasi dan menyebut dirinya sebagai seorang lelaki, sebagai seorang perempuan.

Bayangkan, bagaimana mungkin pada fase sepenting ini sosok lelaki justru absen di rumah dan lembaga pendidikan anak? Kemana anak lelaki akan belajar tentang kepemimpinan, tanggung jawab, ketegasan bila karakter maskulin jutru tak ada untuk dijadikan contoh?

Atau justru yang absen adalah Ibu. Lebih gawat lagi!

Ketiga, usia 7-10 tahun

Anak laki-laki didekatkan dengan ayahnya, sedang anak perempuan didekatkan dengan ibunya. Masa ini anak belajar secara "privat" dengan maestro karakter masing-masing. Biarkan anak lelaki ikut ayahnya ke masjid, shalat berjamaah, membersihkan kendaraan, bermain bola. Agar ia belajar tanggung jawab, profesionalisme dan kepemimpinan sebagai laki-laki. Belajar peran sebagai seorang laki-laki berikut dengan tanggung jawab sosialnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun