Lelaki dan pendidikan anak memang bukan dua kata yang akrab di negeri ini. Pendidikan anak ya jatah perempuan. Lelaki dengan anak-anak itu tidak seksi. Walau mungkin ini pandangan yang berbeda di mata perempuan.
Kenapa Lelaki?
Terusik saya oleh sebuah tanya. Kenapa dunia pendidikan, pengasuhan, parenting anak seolah-olah dijatahkan untuk perempuan saja?
Mungkin bisa jadi, dibentuk oleh pandangan umum masyarakat bahwa asuh-mengasuh adalah urusan kaum hawa. Laki-laki ya berurusan dengan hal-hal yang jantan. Cari nafkah, kerja sampai larut, banting tulang.
Pandangan umum kemudian mengerucut pada persepsi dalam memilih jurusan kuliah dan bidang kerja. Para mahasiswa lebih tertarik untuk masuk ke jurusan yang lebih umum, tak spesifik ke satu gender tertentu. Ini tak salah. Namun beranggapan bahwa lelaki tak pantas mendalami ranah pendidikan anak adalah sebenar-benarnya salah.
Anak-anak sejatinya memerlukan pengembangan fitrah seksualitas, baik laki-laki ataupun perempuan. Anak perlu ditanamkan sifat feminim dan maskulin. Keduanya tak mungkin dipenuhi sekaligus oleh salah satu lelaki ataupun perempuan.
Perempuan berperan mengembangkan sisi feminim, laki-laki mengenalkan sosok maskulin. Maka seharusnya, lelaki dalam dunia PAUD adalah kewajaran. Sebuah pemenuhan terhadap kebutuhan perkembangan fitrah anak.
Bukankah anak perlu contoh akan sosok seorang lelaki? Anak perempuan perlu melihat contoh bagaimana sosok lelaki yang baik. Anak lelaki pun perlu teladan bagaimana menjadi sosok pria idaman.
Ustad Harry Sentosa pernah menulis, anak lelaki yang kehilangan sosok maskulin dalam pengembangan fitrahnya, rentan terjebak lembah LGBT. Kurangnya penanaman sifat maskulin pada anak juga akan berakibat hilangnya peluang untuk mengembangkan sikap berani, percaya diri dan ego.
Sedangkan anak perempuan yang tumbuh tanpa peran maksimal seorang laki-laki ideal, akan mencari-cari sosok ideal itu di luar. Nah, bagaimana bila ternyata jatuh ke pelukan lelaki tak jelas?
Bayangkan, insan pria yang menguasai ilmu pendidikan anak usia dini, tentu setidaknya dapat mengedukasi para orangtua tentang pentingnya peran laki-laki dalam pengasuhan anak.
Dapatlah ia mengisi Fatherhood day misalnya, di lembaga pendidikan anak. Menjadi narasumber tentang fitrah keayahan. Bicara sesama laki-laki tentang pengasuhan. Boys Talk.