Begitupun dengan anggaran penelitian dan pengabdian di perguruan tinggi yang dialokasikan terbilang  cukup besar setiap tahunnya. Honorium dalam penelitian yang menggiurkan secara finansial, dalam artian projek ekonomis penelitian.
Maka tak heran ranah kompetisi positif antar pendidik diharapkan untuk berlomba-lomba  berkontribusi dalam pengembangan keilmuan berdasarkan kualifikasi keilmuan yang dimiliki. Dibuktikan dengan penelitian yakni sebuah karya ilmiah.
Selain itu Post-post berbagai kementrian memberi peluang untuk bisa melaksanakan berbagai riset penelitian. Terkadang berkesan menjadi projek akademis bernilai ekonomis.Â
Buruknya, tanpa menghiraukan etika yang seharus dilakukan. Asal dapat jalan apapun ditempuh. Yakni menggunakan joki, jual beli jasa pembuatan karya ilmiah. Atau sistem cucuk comot, modifikasi penelitian orang lain, dan tinggi tingkat plagiasi. adi, disatu sisi patut diapresiasi pada sisi lain juga menjadi miris, munculnya perjokian itu sendiri.
Nah, cukup menggiurkan dengan nilai nominal yang lumayan untuk menambah pundi-pundi keuangan
Hanya demi memenuhi tugas, karir serta bersifat keuntungan rela membayar orang lain untuk membuat penelitian tersebut.Â
Adapun berbagai cara seringkali terdengar selain perjokian.Â
Penelitian dengan team misalnya. Joki biasanya bisa dari bawahan. Atau dari hasil skripsi/tesis mahasiswa bimbingan yang di edit, dikemas menjadi sebuah penelitian seperti miliknya (karya) sendiri.Tak jarang jual beli ini, dosen sendiri yang melakukan pembuatan skripsi/tesis mahasiswa itu. Â
Lantas, fenomena perjokian kerap dilakukan. Mungkin saja dengan prinsip 'simbiosis mutualisme'.
Kedua. Gelar Akademik
Demi gelar akademik. Banyak loh para mahasiswa melakukannya hanya karena beratnya tugas akhir. Malas untuk berusaha pada akhirnya mengupah orang lain dalam mebuat  tugas akahir tersebut. Baik kepada dosen, kakak senior, teman, atau penjajal jasa di luar kampus.