Perjokian akademik merupakan permasalahan dalam sistem pendidikan kita. Antara dua pihak, pihak penjual dan pihak pembeli dalam hubungan jual beli 'transaksi' yang sama-sama diuntungkan.
Penomena menarik bahkan serius yang bekaitan dalam marwah akademik yang melibatkan oknum-oknum tertentu. Baik dilakukan tenaga pendidik, peserta didik, maupun pendidik itu sendiri.Â
Hal ini terjadi erat berhubungan dengan tuntutan sebuah kewajiban. Seperti kewajiban Tri Dharma perguruan tinggi pada pendidik misalnya. Begitupun dengan tugas perkuliahan mahasiswa.Â
Alhasil, praktik perjokian karya ilmiah menjadi kelumrahan untuk dilakukan hanya demi tercapainya tuntutan tersebut. Pendeknya, menggambarkan terpenuhinya akan kewajiban dan ketercukupan syarat untuk sebuah hak yang bisa saja diperoleh atau akan dituju.
Untuk itu, salah satu cara yang bisa dilakukan hanya dengan mengabaikan moralitas akademik. Yakni menggunakan atau memanfaatkan jasa orang lain, jalan instan yaitu istilah perjokian.Â
Maka ditilik dilingkungan akademik itu terlihat adanya reorientasi yang mendasari mengapa tindakan ini bisa dilakukan. Disamping adanya persoalan apakah kemampuan seseorang atau karena kesibukan yang mungkin menjadi faktor kemalasan untuk mengerjakannya sendiri.
Pertama. Jenjang Karir, Jabatan, Projek Ekonomis
Perjokian dilakukan hanya sekedar untuk menunaikan tugas, tuntutan dalam Tri Dharma perguruan tinggi. Pengajaran, penelitian, dan pengabdian. Khususnya kerap dilakukan pada penelitian. Sebuah amanat perundangan dalam sistem pendidikan nasional, untuk melakukan riset penelitian.
Juga berkaitan akan jenjang karir. Kenaikan pangkat, golongan, jabatan, sertifikasi sangat berkaitan dalam hasil karya ilmiah. Selain memenuhi beban standar cum angka kredit dosen. Misalnya.