Buk Megawati menggunakan ketuk palu pada menit terakhir, meski bergaya keras terkesan arogansi. Pada sisi lain ia punya kalkulasi politik yang tajam, dalam membaca animo publik yang berkembang. Klimaknya, sang ketua umum menggunakan kuasa yang cantik, yakni menentukan Ganjar daripada putrinya. Lantas, Euforia publik tentunya gimana gitu...
Presiden Jokowi disisa waktu kepemimpinannya, dapat mengakomodir basis massa yang kini masih sangat solid, mencengkram para menteri dari perwakilan parpol dalam kabinetnya. Serta kuasanya itu, berguna kala politik semakin panas.
Sosok yang dapat menetralkan suasana dari riuhnya akan dinamika politik, atas calon yang ia dukung dan barisan pendukung paslon lain yang lazim menciptakan tensi dan sensi politik yang terkadang bergejolak.
Ganjar berperan sedemikian rupa, kiat untuk membaca respon publik, serta sikap tenang-tenang wae cara cantik dapat memantik simpatik publik. Plus, konsistensinya pada partai ditengah godaan dan rayuan mulai mendekatinya.
Puan dan kawan-kawan elit, disengaja berprilaku untuk memicu kegeraman, pemicu kerengangan pada Ganjar. Pointnya, yakni menampung animo arus besar dari publik pada satu titik lalu mengkristal pada sang Gubernur Jateng.
Endingnya? Mungkin Megawati tentunya pasti berpikir kearah itu, Ganjar Capres dan Puan dijadikan ketua umum PDI P secara aklamasi melanjut trah Soekarno, melanjutkan tongkat estafet Ibunya.Â
Mungkin kira-kira skema kisruh dari partai moncong putih. Publik bebas menilai. Yupss, kita tunggu jalan ceritanya.
Salam
#Hanya Asumsi Semata
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H