Kepedulian dan keprihatinan pada kondisi yang terjadi dilingkungan sekitar pada dasarnya merupakan sifat dasaria manusia sebagai makluk sosial yang cenderung humanis.
Ditandai dengan sikap tenggang rasa dan tepa selira pada orang lain yakni rasa peduli dan menghargai apa yang dirasakan orang lain.
Dalam ilmu Psikologi disebut dengan istilah rasa empati dan simpati.Â
Belajat merasakan kesenangan atau penderitaan yang dialami orang lain, dan membanti meringankan persoalan/permasalahan yang dihadapi orang lain.
Biasanya perasaan ini menyatu dalam sikap dan sifat seseorang. Sehingga apa yang dilakukan, pertimbangan pikiran dan perasaan menjadi dasar dalam bertindak dan bersikap, termasuk membantu loh?
Semakin paham manusia memahaminya, semakin tinggi pula ia memiliki rasa kepedulian dan keprihatinan pada lingkungan sekitar, mengerti yang orang lain sedang rasakan.
Peduli pada kondisi yang terjadi dan berupaya berusaha memberikan penguatan baik materil maupun moril. Agar keluara permasalahan, minimal penguatan diri.
Agar tegar dan punya harapan, bahwa esok hari mentari pun dapat bersinar dengan terangnya. .
Pada konteks  kepedulian sesama manusia adalah salah satu prihal penting yang mesti terbangun, dingatkan. Bahwa manusia hidup turun kebumi selalu saling membutuhkan, dan dituntut untuk saling bantu membantu.
Dalam istilah pepatah lama, berat sama dipikul dan ringan sama dijinjing
Sepemahaman penulis, pandai merasakan. Baik saat sedang tertawa atau sedang dilanda kesedihan karena musibah atau bencana, contohnya.
Titik emosi orang lain rasakan, kekalutan, amarah, kepiluan, yang perlu dekapan, dorongan dari orang lain. Menyemangati tika terpaan ini, minimal mengurangi rasa beban itu.
Seperti korban musibah atau bencana alam misalnya. Yang menyebabkan kerugian besar baik materil maupun nonmateril yang tidak terukur, seperti dampak psikologis para korban bencana.
Belajar merasakan yang mereka rasakan, serta berupaya membantunya. Bentuk dari sebuah kepedulian kita antar sesama, bukan.
Bencana, Rasa Kemanusiaan, dan Motif Kepentingan
Bencana yang selalu meluluhlantakan segalanya, seringkali memberikan bekas yang teramat dalam, yang tak terlukis dalam kata-kata. Sudah tentu ujian dan cobaan ini, butuh uluran tangan dari orang untuk bangkit dari keterpurukan.
Disinilah rasa kemanusiaan kita dipertanyakan dan diminta, saat melihat saudara-saudara kita yang sedang mengalami titik keadaan membutuhkan bantuan, baik materil ataupun moril.
Bantuan materil ataupun moril, yang dapat kita berikan. Sangat membekas loh buat mereka. Kepedulian antar sesama, perwujudan rasa manusiawi.
Maka tak heran apabila disetiap daerah terjadi dilanda bencana, jika ada saudara-saudara kita yang mengalami malapetaka alam apakah itu, seringkali hati kita terpanggil untuk membantu mereka.
Dan selalu bermunculan aksi sosial berupa penanggulangan bencana dan sumbangan dana sukarela pada tempat-tempat tertentu. Baik digalakan segelintir orang yang mengatasnamakan rasa kemanusiaan, organisasi, kelompok sosial dan sebagainya.
Beraksi memberikan bantuan dan sumbangan sukarela kepada pihak yang menjadi korban bencana. Baik didaerah sendiri maupun didaerah lain, ya atas nama kata kemanusiaan.
Suatu catatan yang menarik, tindakan yang baik ini mestinya diapresiasi dan dipertahankan sebaik mungkin, bila perlu terpatri pada jiwa setiap individu. Rasa kepedulian dan keprihatinan yang diikuti dengan sebuah tindakan mulia ini demi kata tujuan kebaikan.
Buruknya pada sisi lain, jangan sampai ada motif lain yang menyertai aksi mulia yang kadangkala memberikan nilai kurang baik, ada niat lain dari tindakan yang dilakukan.
Seperti adanya unsur kepentingan, dana sosial digunakan untuk memperkaya diri sendiri ataupun golongan, mengambil keuntungan dibalik aksi kemanusiaan, sunat menyunat dana bisa saja terjadi bukan.
Parahnya, bila ada unsur politik masuk dalam ranah ini. Bisa gimana gitu? Bantuan bencana ada stempel terpampang gambar atau stempel tertentu. Bisa dibilang politisasi dalam bencana, bencana dipolitisasi. Lalu dimana nilai rasa kemanusia itu teman?
Salam