Pernahkah mendengar tembang lagu dari Provinsi Jambi berjudul 'Ketimun Bungkuk'?
"Duh nasib ketimun bungkuk, masuk dalam karung tidak masuk dalam hitungan, tidak masuk dalam timbangan." Maafkeun jika salah, kira-kira seingat penulis liriknya seperti ini. Monggo searching youtube keabsahannya.
Jika pernah atau pernah berada pada keadaan seperti sih Timun Bungkuk. Pasti jengkel dan kecewa kan, berada pada posisi yang tidak masuk dalam catatan, bahasa gaulnya nggak masuk rekapan. Bahasa kasarnya ya tidak dianggap.
Keberadaan hanya sekedar pelengkap, tak ubah sebagai tim hora-hore suporter sepakbola. Kala sendiri dirundung sepi dirindukan, kala riang dianggap seperti hilang. Hubungan tanpa status juga terkadang begini lho.
Naifnya, hubungan tanpa status bahkan tidak disadari sedari awal atau justru sadar tapi ya sudahlah. Pada ujungnya hubungan dianggap serius pada akhirnya menjadi pupus.
Yups, hubungan tanpa status berhubungan dengan kata PHP lho. Pemberi harapan palsu atau pemberi harapan pilu. Awalnya pada disayang-sayang, dianggap benaran. Ehhh pada dicampakkan. Setelah ada gebetan baru yang....lupakan!
Roman picisan, cinta bertepuk angin. Merasa dicintai sepenuh hati padahal tidak sama sih dia. Tulus mencintainya tapi ia tidak peka atau memang nggak punya rasa. Dimanfaatkan mungkin kan.
Habis manis, sempah dibuang. Uh, sudah tercapai keinginan. Barang lama jadilah mantan. Usahlah untuk dikenang.
Gimana sakitnya coba?Â
Bisa mewek dong. Pada kagak terbilang gimana rasa sakitnya. Sakitnya tuh disini. Cukup Dilan! biar aku saja, kamu tak akan sanggup merasakannya, terlalu perih. Bagaimana sakitnya dipermainkan, kau tahu apa itu rasa sakit hati Ferguso?..
Selama ini dianggap serius tapi hanya dianggap sebagai teman TTM. Teman tapi mesra. Teman rasa pacar gitu, teman sepermainan. Ya, dimain-mainkan.
Lagi lengket-lengketnya pada putus, tak ada angin tak ada hujan, eehh tiba-tiba sidoi minta hubungan ini mesti berakhir, Ferguso.
Tak ada angin tak ada hujan, eehh tiba-tiba kembali pingin rujukkan. Dulu menghilang, pergi tanpa pesan, tak ada khabar, beritapun tidak Ferguso. Undangan pernikahan justru kuterima, huhu...
Cukup sudah kau permainakan, kau gores hati ini, tak mungkin kulupakan dan ulangi kebodohan seumur hidupku, mesti kau telah kuberi maaf!
Nah, inilah kira-kira adegan naskah drama korban PHP yang pernah mengalami hubungan tanpa status. Untuk kali ini penulis coba berbagi dalam sudut pandang berbeda, ya. Bolehkan.
Yakni mengapa ada orang yang tega berbuat demikian, berbuat untuk bermain dalam menjalin hubungan tanpa status. Versi kacamata kuda awamologiku, erat pada pilihan/selera yang tidak diketahui alasannya si dia, bisa jadi perasaan nyaman, nyambung, tidak ia dapatkan dari kita. Tapi dari orang lain, perasaan cucok. Lalu kita dianggapa apa? Ya teman.
Sebagai Renungan?
Pada suatu hari ada seorang ibuk pergi ke sebuah toko untuk membeli kebaya untuk acara wisuda anak pertamanya. Ketika tiba di toko yang cukup ternama. Tertera kata khusus menjual pakaian wanita. Wanita tersebut langsung terpanah dengan model, warna dan bentuk kebaya.
Dengan ramah sang pemilik toko pun menyapa" buk silahkan dilihat dulu mungkin ada yang menarik, ibuk boleh mencoba di kamar ganti, insyallah pas untuk ibuk.
Setelah kurang lebih satu jam memilih dan pasang bongkar di kamar ganti akhirnya jatuh satu pilihan dengan model kebaya yang menurutnya bagus.
Tiba-tiba ada pembeli lain kebetulan menyapa, buk ngapain yang ini, warna tidak bagus, yang lain juga ikut berkomentar model kurang menarik dengan argumen bla-bla. Walau sedikit kurang nyaman, ibuk pun menjawab yang itu bagus, yang sono juga bagus semua kebayanya cantik dan menarik.Â
Tapi, dalam menentukan pilihan saya punya pertimbangan, khususnya arti kata pantas menjadi tolak ukur.
Dalam pilihan cantik, menarik, nyaman adalah ukuran untuk kata pantas.Â
Ada kebaya modelnya bagus tapi waktu dikenakan serasa tak nyaman, ada model kurang bagus tapi ketika dikenakan serasa nyaman. Inilah mengapa menjatuhkan pilihan pada kebaya ini karena menarik dimataku dan nyaman ketika ku coba kenahkan .
Dalam yakinku inilah yang sehati dengan ku. Nyaman dan pantas untuk ku.
Titik simpul dari cerita ini, perasaan tidak bisa dipaksakan. Dan pilihan siapapun itu seringkali berkaitan pada alasan selera seseorang. Yang tidak bisa dipaksakan.
Jika hanya membeli sebuah kebaya saja selalu ada dan banyak pertimbangan, lalu mengapa tidak dengan hal menentukan pasangan? Meskipun ada yang menjadi korban, hubungan tanpa status karena ulah kita. Kejam bukan.
Karena terbaik bukan datang dari orang lain. Tapi, berawal dari kita sendiri yang merasakan kenyamanan. Pilihan. Jangan sampai salah menjatuhkan pilihan hancur kemudian hari, ya karena tidak cucok dan nyaman versi kita.
Pokoknya, dunia tidak selebar daun kelor. Masih banyak yang lainkan. Halu dong pada manyun berlinang air mata sama air matanya para buaya, entar tak balesss hehe..
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H