Selama ini dianggap serius tapi hanya dianggap sebagai teman TTM. Teman tapi mesra. Teman rasa pacar gitu, teman sepermainan. Ya, dimain-mainkan.
Lagi lengket-lengketnya pada putus, tak ada angin tak ada hujan, eehh tiba-tiba sidoi minta hubungan ini mesti berakhir, Ferguso.
Tak ada angin tak ada hujan, eehh tiba-tiba kembali pingin rujukkan. Dulu menghilang, pergi tanpa pesan, tak ada khabar, beritapun tidak Ferguso. Undangan pernikahan justru kuterima, huhu...
Cukup sudah kau permainakan, kau gores hati ini, tak mungkin kulupakan dan ulangi kebodohan seumur hidupku, mesti kau telah kuberi maaf!
Nah, inilah kira-kira adegan naskah drama korban PHP yang pernah mengalami hubungan tanpa status. Untuk kali ini penulis coba berbagi dalam sudut pandang berbeda, ya. Bolehkan.
Yakni mengapa ada orang yang tega berbuat demikian, berbuat untuk bermain dalam menjalin hubungan tanpa status. Versi kacamata kuda awamologiku, erat pada pilihan/selera yang tidak diketahui alasannya si dia, bisa jadi perasaan nyaman, nyambung, tidak ia dapatkan dari kita. Tapi dari orang lain, perasaan cucok. Lalu kita dianggapa apa? Ya teman.
Sebagai Renungan?
Pada suatu hari ada seorang ibuk pergi ke sebuah toko untuk membeli kebaya untuk acara wisuda anak pertamanya. Ketika tiba di toko yang cukup ternama. Tertera kata khusus menjual pakaian wanita. Wanita tersebut langsung terpanah dengan model, warna dan bentuk kebaya.
Dengan ramah sang pemilik toko pun menyapa" buk silahkan dilihat dulu mungkin ada yang menarik, ibuk boleh mencoba di kamar ganti, insyallah pas untuk ibuk.
Setelah kurang lebih satu jam memilih dan pasang bongkar di kamar ganti akhirnya jatuh satu pilihan dengan model kebaya yang menurutnya bagus.
Tiba-tiba ada pembeli lain kebetulan menyapa, buk ngapain yang ini, warna tidak bagus, yang lain juga ikut berkomentar model kurang menarik dengan argumen bla-bla. Walau sedikit kurang nyaman, ibuk pun menjawab yang itu bagus, yang sono juga bagus semua kebayanya cantik dan menarik.Â