Terlepas alasan apa dan mengapa mereka menjual? Ada beberapa catatan yang saya amati adalah faktor ekonomi. Menjual karena benar benar mendesak untuk itu. Pendidikan anak bahkan permasalahan sengketa harta warisan, hingga biaya pernikahan dan lain-lain. Bahkan hanya untuk sekedar bernampilan wah.
Termasuk adanya indikator CPNS yang dulu sering terjadi jual beli kursi cpns disetiap daerah, dengan taksiran harga. Siapa punya uang dia bisa menjadi PNS. Maka banyak para orang tua menjual lahan pertanian mereka demi anak menjadi PNS.
Disamping hal ini, berapa banyak lahan pertanian dulu dimiliki para petani, kini menjadi hak milik dari para pejabat daerah. Dibeli para elit daerah, loh.
Maka tak heran jika para petani mulai merambah hutan-hutan disekitar untuk dijadikan lahan pertanian yang baru buat mereka. Menurutku. Meskipun tindakan yang mereka lakukan merupakan kesalahan, melihat sisi dampak perambahan hutan dalam konteks lingkungan, ekosistem alam.
Untuk itu dalam artikel receh kali ini, penulis ingin berbagi pengalaman dari hasil menyimak penyuluhan dari dinas kehutanan yang lalu. Yang penulis simak.Â
Yakni merubah pola pertanian, dari ekstensifikasi yang kerap berdampak pada perambahan hutan dengan cara Intensifikasi dan diverifikasi pertanian.
Mendapati produksi hasil panen yang berlimpah adalah harapan semua petani. Bohong besar apabila petani tidak mempunyai hasrat terhadap hasil produksi yang memuaskan.
Namun upaya untuk mendapati hasil yang memuaskan maka petani dituntut harus bekerja keras dalam mewujudkannya.Â
Untuk itu pola ekstensifikasi seperti diatas juga tidak bisa dipastikan sebagai solusi  tepat dalam meningkatkan hasil panen mereka.Â
Ada dua hal yang baik buat petani yang harus dicoba, seperti paparan dinas kehutanan yang lalu, yang menyinggung sedikit soal antara pertanian dan marak perambahan hutan secara liar. Dengan menerapkan dua hal ini;