Dikisahkan tentang sosok orang yang bernama Tuan Sharif yang bekerja sebagi aparatur pada penjajah Hindia Belanda. Yang mana bangsa kita masih berjuang keras mempertahankan kemerdekaan. Dari intimidasi panjajah.
Sebelumnya Tuan Sharif juga pernah berjuang bersama pejuang lain. Namun karena tak tahan dengan hidup susah penuh rasa ketidakpastian dan harapan. Ia pun bersama istri dan anak merantau ke deli/siantar dan bekerja pada penjajah sebagai pegawai hindia belanda.
Akhirnya terjadilah pergolakan batin Tuan Sharif berada pada titik kebimbangan atas yang dialaminya. Antara keberpihakan padabangsa sendiri dengan memutus berhenti bekerja. Atau tetap bekerja dengan penjajah karena himpitan ekonomi dan keinginan kehidupan yang baik secara ekonomi yang dianggap sebagai penghianat bangsa.
Sharif sudah terperosok ke lubang yang begitu dalam. Dia sudah pasrah dengan keterpurukan dan tekanan yang menimpa.Â
Ia harus rela menjadi Federalist, orang yang sangat dibenci para pejuang kemerdekaan.
Dibenci oleh masyarakatnya bahkan anak sendiri bernama Arsil putra sulung yang sangat ia sayangi pun ikut membenci dirinya.
Tersirat jelas dalam nukilan bait pada kata dari surat anaknya, Arsil. Pertentangan sang Anak dengan Ayah. Surat yang berisi kebencian kepada Ayah sang Federalist.
Tapi Ayah! Sesudah melihat Ayah dengan gembira berada dalam konvoi musuh dan mobil itu lewat dihadapan kami, ganjil perasaan yang datang kepada diri ananda. Tidak terlihat olehku wajah teman-temanku. Mereka menatap tajam kepadaku meskipun mereka tidak berkata. Dalam pandangan itu panjang taksirnya bagiku. Aku anak dari seorang pengkhianat cita-cita, seorang musuh Republik.
Sebanyak itu pengorbanan yang telah kita tumpahkan, baik bangsa kita seluruhnya maupun kita sendiri serumah tangga, demi pada ujian yang penghabisan Ayah kalah. Ayah tidak berhitung.
Mengapa Ayah ragu bahwa kita akan menang. Bagaimanakah perasaan Ayah terhadap anak Ayah yang dihutan-hutan dan di gunung-gunung untuk cita yang mulia, yaitu kemerdekaan dan kemulian bangsa?
Ayah lemah hati karena tidak tahan menderita, makanan yang enak-enak telah menggelapkan mata Ayah. Gaji besar, kemewahan dan kesenangan-kesenangan. Padahal kemerdekaan hilang lantaran itu. Berapa lamanya dunia ini akan kita dipakai. Sehingga manalah kepuasaan hawa nafsu.
Inilah beberapa pesan surat Arsil pada Ayahnya. Penuh rasa perbedaan pandangan atas apa yang Ayahnya lakoni, sebagai penghianat bangsa sendiri. Yang bersenang-senang disaat bangsa sedang dirudung rasa ingin bebas dari belenggu musuh. Yang selama ditentang oleh bangsanya sendiri.