Mohon tunggu...
Ibra Alfaroug
Ibra Alfaroug Mohon Tunggu... Petani - Dikenal Sebagai Negara Agraris, Namun Dunia Tani Kita Masih Saja Ironis

Buruh Tani (Buruh + Tani) di Tanah Milik Sendiri

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Orangtua dan Pendidik Mesti Belajar dari Kejamnya Induk Elang

7 Desember 2020   13:32 Diperbarui: 22 Desember 2020   10:01 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Artikel ini pernah dibaca di Blog yang saya lupa siapa nama penulisnya tiga tahun yang lalu. Tulisan analogi yang inspiratif buat seorang pendidik dan juga orang tua tentunya. 

Dalam artikelnya sang penulis menggambarkan tentang Induk Elang dipegunungan dengan anaknya yang tumbuh dan berkembang menjadi sosok Elang dewasa .

Ya, saat bagi anak-anak Elang belajar cekatan, tidak selalu tergantung lagi kepada sosok sang induk. Pembentukan keterampilan khusus adalah tugas akhir induk untuk mengajarkannya. Bagaimana anak menjadi seekor Elang yang sempurna, nantinya.

Dengan melatih bagaimana cara terbang adalah sempurna salah satu cara mempersiapkan keterampilan. Karena terbang merupakan keistimewaan untuk Elang. 

Yang jelas mempersiapkan anak untuk bertahan hidup dari kerasnya hukum alam. Dan persaingan sesama predator. Dan cara mengintai mangsa dari puncak ketinggian yang paling jitu.

Nah, karena Elang gemar bersarang ditempat yang tinggi-tinggi. Dipuncak gunung, pohon tinggi, jurang terjal, bibir pantai/laut. Berada ditempat ekstrem sukar terjangkau maka belajar terbangnya pun penuh tantangan toh!

Lanjut, adapun cara dilakukan dalam memberikan pelajaran terbang pada anaknya.
Pertama membawa sang anak pada tepi jurang yang tinggi lalu mendorong sang anak jatuh kedalam jurang tersebut.
Kedua membawa sang anak terbang bersama diatas ketinggian lalu ia lepaskan.
Ketiga mendorong sarang tempat anak bernaung sehingga anak terjatuh dari sarangnya atau jatuh bersama sarang itu.

Lalu apa induk Elang melepas begitu saja setelah anak jatuh, tentu tidak. Dan Elang tetap memantau, bila sang anak masih atau belum mahir mengepakkan sayapnya saat akan mendarat dibumi.

Maka, induk akan menyambar sang anak kembali dan terus berulang hingga sang anak mampu mengepakkan sayap yaitu terbang secara baik mampu terbang tinggi seperti dirinya. Jika perlu lebih tinggi lagi, ahaay.

Tiga cara belajar terbang ini sungguh terkesan kejam dan ekstrem dalam mengajarkan anak untuk terbang, kan. Namun justru cara inilah membuat sang anak itu mampu terbang seperti induknya.

Jika sang anak mampu mengepakkan kedua sayapnya dalam latihan berbahaya, selamatlah ia dari kematian sesungguhnya dari ketidakmampuan yang akan mengancam keberlangsungan hidupnya. 

Yaitu cara untuk bertahan hidup setelah dewasa, tidak tergantung kepada induk Elang. Lebih kejamnya lagi jika sang induk telah tiada lagi, toh. Kemana tempat untuk meminta lagi.

"Dunia ini kejam Ferguso"

Inilah dasar buat seekor Elang untuk bisa terbang menjulang. Dengan terbang, maka pelajaran selanjut buat Elang tidak sesukar belajar terbang. Menerkam atau berburu, kata induk.

Pesan Elang Untuk Orang Tua dan Pendidik

Jika melirik masa silam dengan masa sekarang. Perbedaan mendasar tampak jelas dipermukaan. Yaitu permasalahan karakteristik generasi seperti mengalami penurunan nilai dalam hal tatakrama. Istilah asing degradasi moral.

Budi pekerti yang dijunjung seakan tergerus dari hari ke hari. Pendidikan seperti tidak berdaya mengahadapi kemerosotan moralitas, alhasil prilaku amoral bak ancaman untuk masa depan anak-anak, kan.

Faktanya, sering loh diberitakan media massa bahkan kejadian langsung didepan mata. Penelitian dunia akademis, seminar/diskusi ilmiah mencoba mengungkap fakta fakta dan sibuk mencari indikator, sub indikator dan solusi penanganannya, temans.


Fakta-fakta ini menunjukan kepada kita, ada apa dengan generasi kita sekarang?

Merujuk pada fenomena ini, mestinya kita mencoba belajar dari sang induk Elang  dalam mendidik anaknya. Keras bahkan terkesan kejam. Namun, bermanfaat dikemudian hari, khusus buat anaknya sendiri kan.

"Bak minum jamu, pahitnya bukan main, tapi khasiat setelah minum, manjur"

Buat orang tua misalnya. Hal yang tak bisa dipungkiri bahwa sebagai tempat pendidikan pertama dan memiliki pengaruh terbesar bafi sang anak. Dan tak bisa juga dibantah siapapun orang tua mereka tak ingin anaknya susah dan sebagainya.

Banting tulang, berkorban harta  serta nyawa demi sibuah hati junjungan jiwa adalah kelaziman. Namun, mesti diingat terkadang pola kasih sayang  yang berlebihan seperti sangat memanjakan, justru menjadi salah satu indikasi buruk bagi perkembangan sang anak.

Lebih parah lagi anak anak tanpa kasih sayang karena ulah orang tua yang broken, anak menjadi korban keegoisan orang tua!

Dan bagaimana pesan Elang dengan pendidik. Tak ubah seperti peganti utama peran orang tua dalam melahir  anak berkarakter. Berilmupengetahuan, cerdas dan berbudi pekerti.

Pendidik mampu mewujudkannnya. Walau regulasi kebijakan terkadang membuat pendidik berada pada posisi gamang untuk kejam seperti Elang. Mendidik keras entar dituntut pasal kekerasan, ahaayy

What, jangan sampai generasi/peserta didik lebih mengejar nilai ketimbang ilmu pekerti.

Salam

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun