"Ini, Pak," Thea menyerahkan amplopnya.Â
Namun, bapak tersebut kembali bertanya, "Mbak, syarat kelengkapan berkasnya sudah dicetak belum?"Â
Thea terdiam sejenak, lalu merogoh tasnya untuk mengambil selembar kertas HVS berisi daftar syarat. "Sudah, Pak, ini," jawabnya sembari menyerahkan kertas itu.Â
"Oh, ini harus ditempel dulu," ujar bapak itu sambil memberikan lem kepada Thea.Â
Thea mencoba membuka lem tersebut dan memencetnya beberapa kali, tapi tidak ada yang keluar. Bapak TU dengan sigap mengambil lem lain, namun hasilnya sama saja, lem tetap tidak keluar. Setelah mencoba berbagai cara, termasuk menusuknya dengan jarum dan mengganti tutupnya, akhirnya lem itu berfungsi.
"Fiuh, akhirnya," gumam Thea lega, sebelum mulai menempelkan kelengkapan berkasnya satu per satu. Setelah semua selesai, bapak TU memeriksa ulang berkas-berkas tersebut dan memastikan semuanya lengkap.Â
"Sudah beres, Mbak. Bisa lanjut ke tahap berikutnya," kata bapak itu sambil menyerahkan amplop kembali ke Thea.Â
"Terima kasih banyak, Pak," ucap Thea dengan senyuman kecil.
Setelah selesai di TU, ia menuju UPA Bahasa. Tapi siapa sangka, berkas fotokopi yang ia bawa ternyata harus diganti dengan dokumen asli. Thea menuruni tangga dengan lelah, kembali ke kos untuk mengambil berkas, lalu naik lagi ke lantai tiga. Semua ini dilakukan di tengah cuaca yang begitu terik.Â
Ketika semuanya selesai, Thea duduk di depan perpustakaan, meneguk air mineral yang ia bawa. Punggungnya bersandar, matanya terpejam. Sinar matahari yang terik menambah kelelahan yang sudah mendera tubuhnya sejak pagi. Namun, ia tidak punya banyak waktu untuk istirahat. Ketika ponselnya bergetar, ia segera membuka mata dan melihat layar.Â
"Oh, Daren," gumamnya sambil menjawab panggilan. Setelah percakapan singkat, ia tahu Daren sedang dalam perjalanan ke perpustakaan.Â