Mohon tunggu...
Mukhtar Habib
Mukhtar Habib Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Lepas, Wartawan di salah satu Media Harian/Online. Penulis Ofisial PON XXI 2024. Penulis Novel.

Simpel dan sederhana. Berusaha berpikir positif akan sesuatu.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Mata Sayu Itu Nafkahi Sang Dermawan

11 Desember 2024   00:14 Diperbarui: 11 Desember 2024   00:14 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

By: Mukhtar Habib

Malam itu terasa sangat senyap berangin 

Duduk merenung di bawah lampu 

Redup pandangan terlihat dia si Mata Sayu

Minum kopi pahit tak dapat disapa

Uhuk-uhuk, Si Mata Sayu batuk meratapi keadaan

Sambil duduk di atas kursi rotan menarik cerutunya 

Gelisah mencari sesuatu 

"Buk..., buatkan bapak ubi goreng" kata Si Mata Sayu

Nampak fokus hati pikiran merintih

Tersudut menyandar sudah jadi kebiasaanya tiap malam

Ntah apa yang  dipikirannya, tak terlihat tenang di kesunyian malam itu

Jam 12 malam berlalu masih saja menghisap cerutu 

Pagi pun tiba, dia berjalan melangkah satu kaki terseret dengan mata sayunya 

Menggendong bocah kecil ke arah tempat belajarnya

Wajahnya berbeda terlihat, tak seperti semalam suntuk penuh kegelisahan

Senyumnya manis sampai ke sana walau kakinya bengkak sebelah

20 tahun pun berlalu tak ku lihat Si Mata Sayu 

Si bocah kecil itu pun sudah berbeda

Tanya ku terus berkecamuk dalam hati

Ku pikir pindah beda kota nan jauh di sana

Di depan ku bocah kecil memanggil ku

Bawa delman besi bersama wanita sebaya setinggi badannya

"Bang..., Ayah ku sudah tiada. Ini Aku yang bocah kecil sering yang Abang ejek," katanya 

Seperti ada yang turun di dadaku 

Perasaan sedih bercampur hinggap di jiwa ku

Tak mampu memisah keduanya 

Air mata ku  mengalir deras

Si Mata Sayu itu telah wafat dan Si Bocah kecil itu telah bahagia

Si Mata Sayu kini jadi sampul hidup ku

Terangi pikiranku menjadi dirinya

Gemulai pagi malam suntuk, kuat tampak lemah

Hebat mendidik calon dermawan masa depan 

Bergelantung kisahnya, pelajaran mahal bagiku

Salam ku untuknya doa ku menyertainya

Kini ku tahu apa maksud Si Mata Sayu kala itu

Memendam pedih demi kebahagian nan abadi

Sumatera Utara, 11 Desember 2024

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun