By: Mukhtar Habib
Malam itu terasa sangat senyap beranginÂ
Duduk merenung di bawah lampuÂ
Redup pandangan terlihat dia si Mata Sayu
Minum kopi pahit tak dapat disapa
Uhuk-uhuk, Si Mata Sayu batuk meratapi keadaan
Sambil duduk di atas kursi rotan menarik cerutunyaÂ
Gelisah mencari sesuatuÂ
"Buk..., buatkan bapak ubi goreng" kata Si Mata Sayu
Nampak fokus hati pikiran merintih
Tersudut menyandar sudah jadi kebiasaanya tiap malam
Ntah apa yang  dipikirannya, tak terlihat tenang di kesunyian malam itu
Jam 12 malam berlalu masih saja menghisap cerutuÂ
Pagi pun tiba, dia berjalan melangkah satu kaki terseret dengan mata sayunyaÂ
Menggendong bocah kecil ke arah tempat belajarnya
Wajahnya berbeda terlihat, tak seperti semalam suntuk penuh kegelisahan
Senyumnya manis sampai ke sana walau kakinya bengkak sebelah
20 tahun pun berlalu tak ku lihat Si Mata SayuÂ
Si bocah kecil itu pun sudah berbeda
Tanya ku terus berkecamuk dalam hati
Ku pikir pindah beda kota nan jauh di sana
Di depan ku bocah kecil memanggil ku
Bawa delman besi bersama wanita sebaya setinggi badannya
"Bang..., Ayah ku sudah tiada. Ini Aku yang bocah kecil sering yang Abang ejek," katanyaÂ
Seperti ada yang turun di dadakuÂ
Perasaan sedih bercampur hinggap di jiwa ku
Tak mampu memisah keduanyaÂ
Air mata ku  mengalir deras
Si Mata Sayu itu telah wafat dan Si Bocah kecil itu telah bahagia
Si Mata Sayu kini jadi sampul hidup ku
Terangi pikiranku menjadi dirinya
Gemulai pagi malam suntuk, kuat tampak lemah
Hebat mendidik calon dermawan masa depanÂ
Bergelantung kisahnya, pelajaran mahal bagiku
Salam ku untuknya doa ku menyertainya
Kini ku tahu apa maksud Si Mata Sayu kala itu
Memendam pedih demi kebahagian nan abadi
Sumatera Utara, 11 Desember 2024
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI