Mencermati jenis-jenis puisi lama diklasifikasikan enam jenis. Keenam jenis puisi lama itu menurut Zainuddin (1992:107) adalah “1) mantra, 2) bidal, 3) pantun, 4) karmina atau pantun kilat, 5) talibun, 6) seloka.
Berdasarkan pembagian jenis-jenis puisi lama di atas, penulis jelaskan secara rinci sebagai berikut.
Mantra
Menurut Depdiknas (2007:173) matra merupakan ”Perkataan atau ucapan yang memiliki kekuatan gaib, misalnya dapat menyembuhkan, mendatangkan celaka, dan sebagainya.” Mantra ini sangat menonjol dari unsur bunyi dan susunan kata-katanya.
Untuk lebih jelas, di bawah ini penulis kutip sebuah mantra yang dibaca saat akan menangkap atau menyiapkan umpan untuk memancing buaya dengan seekor ayam yang ditusuk dengan nibung yang diikat tali.
Hal si Jambu Rakai sambut kiriman
Putri Runduk du Gunung Ledang
Ambacang masak sebiji bulat,
Pengikat tujuh pengikat,
Pengarang tujuh pengarang
Diarak dikumbang jangan,
Lulur atau ditelah
Kalau tidak kau sambut
Dua hari, jangan ketiga
Mati mampek, mati mampai
Mata tersadai pengkalan tambang
Kalau kau sambut, ke darat kau dapat makan
Ke laut kau dapat minum
(Zainuddin, 1992:107)
Berdasarkan contoh mantra di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa mantra mengandung ikatan dalam setiap barisnya, dan seolah memiliki daya magis.
Bidal
Bidal merupakan bahasa berkias untuk mengungkapkan perasaan yang sehalus-halusnya hingga orang lain yang mendengarkan harus mendalami dan meresapi arti serta maksud dalam hatinya sendiri.
Zainuddin (1992:1080 menjelaskan bahwa bidal merupakan ucapan yang singkat yang dinyatakan dengan kata-kata kias. Bidal biasanya berisi nasihat yang bermanfaat bagi kehidupan.
Berpijak pada uraian di atas dapat dipahami bahwa bidal merupakan salah satu bentuk puisi lama yang dinyatakan dengan kata-kata kias yang berisi nasihat, peringatan, sindiran, dan sebagainya yang terdapat dalam kehidupan.
Pepatah