Sesuai dengan uraian di atas mengenai keberadaan dan kebermanfaatan sebuah karya sastra, maka manusia tidak mungkin terpisahkan dari karya sastra. Melalui suatu hasil karyalah manusia belajar dan menjadi individu yang berbudaya dan sebaliknya, dari rekaman kehidupan manusia pula, suatu karya besar lahir. Jadi, karya sastra dan manusia ibarat anggota tubuh yang harus lengkap untuk mencapai suatu kesempurnaan yaitu cipta, karya, dan budaya.
Pengertian Sastra Melayu Klasik
Belum pernah ada satu referensi pun yang mengemukakan kapan munculnya sastra melayu klasik. Namun, banyak ahli sepakat mengatakan bahwa karya sastra melayu klasik muncul bersamaan dengan dimulainya peradaban Indonesia, dan berakhir sastra melayu klasik pada masa kebangkitan nasional, yaitu pada tahun 1908.
Usman (1957:9) mengemukakan bahwa ”Kesusastraan yang dihasilkan sebelum Abdullah bin Abdulkadir Munsyi dikatakan kesusastraan lama. Permulaan kesusastraan melayu lama kira-kira sekitar tahun 1500, setelah agama Islam masuk ke Indonesia sampai awal abad ke XIX.”
Ciri-Ciri Sastra Melayu Klasik
Mengamati keberadaan sastra melayu klasik yang lahir sebelum dipengaruhi dengan sastra barat, maka sastra melayu klasik atau lebih dikenal dengan sastra kuno memiliki beberapa ciri.
Selanjutnya, Santoso (2008:11) menjelaskan ciri-ciri sastra melayu klasik, yaitu ”1) bersifat komunal, yaitu menjadi milik bersama, 2) anonim, yaitu tidak diketahui pengarang atau penggubahnya, 3) bersifat dinamis, yaitu gerak perubahan sangat lambat, sehingga jika dilihat dari sudut masyarakat seolah-olah statis, 4) pada umumnya bersifat irasional, yaitu kejadian-kejadian yang digambarkan kurang atau bahkan tidak masuk akal, 5) bersifat istana sentris, yaitu sebagian ceritanya berkisar pada kehidupan keluarga dan lingkungan istana, 6) bersifat didaktis moral maupun religius, yaitu sastra klasik memberikan pengajaran atau pendidikan agama maupun moral, 7) bersifat simbolis, sebagian ceritanya disajikan dalam bentuk perlambangan, 8) bersifat tradisional, yaitu ceritanya mempertahankan suatu kebiasaan yang berlaku sesuai dengan keadaan zamannya, 9) klise imitatif, yaitu kebiasaan meniru yang tetap turun temurun, 10) ditulis dengan huruf jawi (Arab-Melayu).”
Pada masa kesusasteraan lama, tukang cerita atau tukang pantun dinamakan pawang, yang sekaligus merupakan orang yang paling berjasa dalam penyebaran sastra Indonesia lama. Paling dikenal sebagai orang yang mempunyai keahlian yang erat hubungannya dengan hal-hal yang gaib. Ia termasuk orang yang keramat dan dapat berhubungan dengan paradewa dan makhluk halus.
Jenis-Jenis Sastra Melayu Klasik
Sastra melayu klasik di Indonesia ada yang berbentuk puisi lama dan prosa lama, di bawah ini penulis uraikan kedua jenis sastra melayu klasik tersebut.
Puisi Lama