Mohon tunggu...
Muklis Puna
Muklis Puna Mohon Tunggu... Guru - Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe

Penulis Buku: Teknik Penulisan Puisi, Teori, Aplikasi dan Pendekatan , Sastra, Pendidikan dan Budaya dalam Esai, Antologi Puisi: Lukisan Retak, Kupinjam Resahmu, dan Kutitip Rinridu Lewat Angin. Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi IGI Wilayah Aceh dan Owner Sastrapuna.Com . Saat ini Bertugas sebagai Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengapa Bimbingan Belajar (Bimbel) Bermerek Lebih Disukai Siswa daripada Bimbel Sekolah?

26 Januari 2024   21:44 Diperbarui: 26 Januari 2024   21:45 1334
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Pixabay 

Oleh:Mukhlis,S.Pd.,M.Pd.

Ketika masuk semester terakhir pada setiap tahun pelajaran, siswa kelas XII, baik SMA maupun SMK selalu disibukkan dengan berbagai persiapan.. Persiapan yang dilakukan para siswa yang belajar pada kelas terakhir tersebut meliputi, persiapan diri untuk memilih perguruan tinggi yang berkualitas  dengan jurusan yang tepat. 

Hal ini tentunya dilakukan oleh siswa yang  masuk dalam eligible. Mereka yang masuk dalam eligible mendapat kesempatan untuk melenggang ke perguruan tinggi melalui jalur Seleksi Nasional Berbasis Prestasi (SNPB). Sementara yang belum beruntung di jalur tersebut, mereka harus menggunakan jalur Seleksi Nasional Berbasis Tes ( SNBT)

Kedua jalur tersebut membutuhkan bimbingan belajar dan usaha  keras. Pihak sekolah selalu siap memfasilitasi peserta didik yang mau melanjutkan studinya ke perguruan tinggi. Apalagi mereka yang masuk  perguruan tinggi terbaik Indonesia dan Sekolah Kedinasan. 

Untuk mewujudkan tujuan peserta didik tersebut, sekolah sebagai wadah yang  dipercaya oleh orang tua siswa dan pemerintah mengambil sikap dengan memberikan bimbingan belajar tambahan di luar proses belajar yang ada di sekolah. 

Pelaksanaan Bimbingan Belajar (Bimbel) ini dilaksanakan oleh sekolah melalui persetujuan orang tua peserta didik.  Agar kegiatan tersebut berjalan sesuai harapan, Komite Sekolah sebagai jembatan orang tua siswa menuju sekolah menjadi fasilitator terbaik. Melalui rapat yang dilaksanakan bersama, maka munculah gagasan- gagasan hebat tentang pelaksanaan bimbingan belajar di sekolah.

Walaupun pihak sekolah sudah menyiapkan diri sebagai penyelenggara Bimbingan Belajar  (Bimbel) bagi siswa Kelas XII.  Masih banyak peserta didik yang tidak mau berpartisipasi secara penuh terhadap kegiatan ini.

Banyak di antara peserta didik mencari dan mengikuti Bimbingan Belajar(Bimbel) bermerek yang ada di luar sekolah.  Mereka yang mengikuti Bimbingan Belajar (Bimbel) bermerek adalah peserta didik yang orang tuanya punya penghasilan memadai. Bagi peserta didik yang penghasilan orang tuannya standar atau di bawah rata -rata , mereka cukup menikmati Bimbingan Belajar (Bimbel) yang dibuat  di sekolah saja. 

Pertanyaan yang muncul saat ini adalah mengapa Bimbingan Belajar (Bimbel) bermerek lebih diminati oleh peserta didik daripada yang dibuat oleh sekolah?. Kemudian apa sih kelebihan Bimbingan Belajar (Bimbel) bermerek dibandingkan dengan bimbingan yang diberikan sekolah? 

Bimbingan Belajar (Bimbel ) Bermerek Lebih Berrsifat Komersial

Untuk memulai subtopik ini, penulis ingin memulai dengan sebuah filosofi yang berkembang dalam masyarakat modern berkaitan dengan pendidikan ' Pendidikan yang berkualitas itu mahal ". Filosofi ini telah dikomersilkan oleh pihak -pihak yang punya dana besar. 

Mereka para oportunis ini pintar melihat kondisi dan kebutuhan masyarakat. Orang - orang  yang memahami akan pentingnya pendidikan telah menjadikan lahan ini sebagai investasi yang berkepanjangan. Mereka sadar bahwa, pendidikan itu sebuah kebutuhan utama yang harus dimiliki oleh masyarakat, selain dari sandang dan pangan.

Para investor pendidikan ini mendirikan berbagai lembaga bimbingan belajar dengan ragam disiplin ilmu. Hal ini tergantung pada kebutuhan pasar dari produk pendidikan yang diharapkan.  Bimbel dan lembaga yang didirikan telah banyak memberikan manfaat bagi masyarakat yang mempunyai kemampuan di atas  rata-rata.

Mengingat ini sebuah investasi pendidikan yang menghasilkan keuntungan besar, tentunya sebagai pemilik modal harus memberikan pelayanan yang maksimal terhadap konsumen. 

Konsumen yang dimaksud dalam konteks ini adalah siswa dan orang tua siswa yang memanfaatkan jasa mereka untuk mewujudkan tujuan yang diinginkan.

Kemudian pertanyaan muncul lagi, adakah nilai- nilai yang muncul dari Bimbingan Belajar (Bimbel) bermerek seperti ini?  Dalam perspektif ekonomi tujuan utama yang diburu adalah keuntungan bukan nilai (Value).  

Misalnya mereka memberikan materi tentang  teknik memilih jurusan di perguruan tinggi atau bagaimana cara menjawab soal-soal sulit, ketika masuk Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) 

Sebagai penjual jasa untuk memberikan kepuasan konsumen, yang ditempuh adalah sejumlah cara atau teknik menjawab permasalahan di atas. Berbicara teknis berati berbicara langkah dan solusi. 

Hal seperti  di atas tidak menjadikan nilai (value) sebagai fokus utama. Perubahan sikap dan karakter peserta didik tidak menjadi tanggung jawab mereka. Dalam persepsi mereka, yang dibelajarkan dari tidak bisa menjadi bisa. hanya pada bagian otak saja. Tentunya ini berada pada bagian disiplin ilmu tertentu.

Untuk mewujudkan kepintaran dan kecerdasan pada satu bagian saja, orang tua siswa rela mengeluarkan uang  dalam jumlah jutaan, bahkan sampai puluhan juta untuk  satu tahun masa belajar. Namun apabila pihak sekolah melakukan hal seperti itu, dapat dibayangkan bagaimana kritikan dan sorotan terhadap pihak sekolah. 

Bimbingan yang  dibuat di sekolah tidak bersifat komersial, namun hanya berbasis keikhlasan. Jika dihitung-hitung berapa honor yang diberikan untuk guru yang mengasuh mata pelajaran pada Bimbingan Belajar dengan biaya yang harus dikeluarkan, ketika siswa belajar di Bimbel Bermerek.

Dengan bermodalkan keikhlasan dalam membentuk karakter yang bernilai baik .  Tidak menuntut hal-hal lain masih juga bimbel sekolah tidak mendapatkan sambutan yang antusias dari pihak peserta didik. Sebagai abdi negara yang berjiwa besar dalam mencerdaskan anak bangsa,guru tetap melayani dengan sepenuh jiwa. 

Walaupun  sudah diajarkan di sekolah selama tiiga tahun. Kemudian  masuk Bimbingan Belajar (Bimbel) Bermerek selama lima bulan,  lalu lulus di perguruan tinggi hebat.  Pada spanduk - spanduk Bimbel Bermerek tersebut, mereka akan mengucapkan " Terimakasih. Bimbel...telah melatih dan  membimbing.... sehingga Saya Bisa Lulus di Universitas.."

Ucapan - ucapan tersebut cukup banyak dipasang pada setiap bimbel bermerek di kota -kota besar. Namun para guru tidak bersedih hati dan mengurut dada, karena itu kenyataan hidup yang harus dihadapi " Guru menjadi tamu di sekolah Sendiri, sedangkan pihak Bimbel Bermerek menjadi Raja di sekolah" 

Diajarkan Oleh Tenaga Alhi di Bidangnya

Selama  sepuluh tahun terakhir, penulis mengamati bahwa rata' rata tenaga atau instruktur yang digunakan oleh lembaga penyedia jasa belajar tembus perguruan tinggi adalah mereka yang masih tergolong muda. Melihat sekilas dari penampilan, mereka adalah orang- orang muda yang cerdas dalam bidang disiplin ilmu.

Artinya banyak diantara para instruktur yang direkrut oleh pihak lembaga ada   bukan dari latar belakang pendidikan guru. Hal ini bukan sebuah persoalan bagi lembaga bimbingan tersebut.  Mereka lebih memfokuskan diri pada trik dan tips untuk menjawab dan memahami soal - soal yang akan keluar pada saat peserta didik mengikuti Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) atau  keperluan lainnya. 

Kemudian ada yang menarik dari perekrutan tenaga instruktur  muda dan cerdas . Ketika mereka berinteraksi dengan peserta didik, mereka lebih bebas dan chemistrynya lebih dapat.  Peserta didikpun leluasa dalam berkomunikasi pada saat proses pembelajaran berlangsung. Hal ini akan memberikan perbedaan signifikan jika dibandingkan dengan belajar  dengan guru sendiri. 

Ada sesuatu yang terganjal dialami oleh siswa, ketika belajar dengan gurunya sendiri berkaitan dengan penyelesaian soal-soal berkaitan dengan ujian masuk perguruan tinggi. Model pembelajaran yang digunakan guru dibanding dengan instruktur muda dari Bimbel Bermerek juga berbeda. 

Mereka instruktur muda lebih menguasai medan media dalam menyajikan dan mengeksekusi soal- soal yang sukar dipahami oleh peserta didik . Ini karena didasari oleh tugas mereka yang menyajikan materi yang berhubungan dengan ujian masuk perguruan tinggi secara berkelanjutan. 

Materi Pembelajaran Terfokus pada  Soal UTBK 

Materi yang dijadikan fokus pembelajaran pada Bimbingan Belajar Bermerek lebih dititikberatkan pada bagian yang menjadi prediksi untuk tembus perguruan tinggi. Sementara itu hal lain di luar prediksi dan bentuk soal.sering diabaikan.

Perbedaan ini tampak mencolok pada  rambu - rambu pembelajaran yang dirujuk. Pembelajaran pada tingkat sekolah merujuk pada kurikulum yang ditetapkan oleh pemerintah. Pihak sekolah tidak diberikan izin terlalu jauh untuk intervensi pada setiap bagian kurikulum. 

Tujuan kurikulum di sekolah  bersifat baku secara nasional. Daerah hanya berperan menyesuaikan dengan kearifan lokal yang dimiliki. Selanjutnya, tujuan kurikulum pada sekolah mencerdaskan kehidupan bangsa secara lengkap. Artinya tidak hanya pada penguasaan penggalan ilmu tertentu dengan tujuan tertentu. 

Perbedaan tujuan akhir dari kedua lembaga tersebut merupakan hal yang seharusnya bersinergi. Sekolah sebagai lembaga utama dalam membina, melatih,dan mengajarkan berbagai disiplin ilmu demi tercapainya setiap cita -cita peserta didik.Sedangkan lembaga Bimbingan Belajar  Bermerek sebagai mitra sekolah  saling mengkapi dalam meluluskan peserta didik ke perguruan tinggi. 

Alangkah Lebih baik dan indah, jika lembaga Bimbingan Belajar Bermerek tidak semata-mata bersifat finansial. Dalam konteks perekonomian peserta didik, cukup banyak siswa yang kurang mampu,akan tetapi punya minat tinggi untuk masuk perguruan tinggi. Hendaknya pihak lembaga Bimbingan Belajar Bermerek agak meluangkan sedikit tempat  bagi mereka untuk mendapatkan kesempatan yang sama dengan temannya yang mampu. 

Jika hal ini mau dilakukan, maka persepsi terhadap Bimbingan Belajar (Bimbel) dimata siswa dan orang tua akan bergeser dari yang komersial menjadi lebih familiar. Semoga ke depan akan ada program - program yang menyentuh siswa kurang mampu untuk dapat belajar di Bimbel Bermerek. ****

Penulis adalah Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi dan Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun