Mohon tunggu...
Mukhlis
Mukhlis Mohon Tunggu... Guru - Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe

Penulis Buku: Teknik Penulisan Puisi, Teori, Aplikasi dan Pendekatan , Sastra, Pendidikan dan Budaya dalam Esai, Antologi Puisi: Lukisan Retak, Kupinjam Resahmu, dan Kutitip Rinridu Lewat Angin. Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi IGI Wilayah Aceh dan Owner Sastrapuna.Com . Saat ini Bertugas sebagai Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pengenalan Jurnalistik pada Siswa, Pentingkah?

14 Januari 2024   15:56 Diperbarui: 14 Januari 2024   20:29 1704
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Pixabay 

Oleh: Mukhlis, S.Pd., M.Pd.

Dua bulan lalu, penulis diundang oleh Pembina OSIS tempat penulis bertugas. Undangan tersebut penulis diminta untuk ikut serta dalam diskusi bersama melakukan evaluasi program selama dua bulan berjalan. 

Salah satu program yang difokuskan dalam evaluasi tersebut adalah departemen Wartawan Harian Sekolah (WHS). Departemen temen ini bertugas mencari informasi dan memublikasikan sejumlah kegiatan yang berlangsung di sekolah.

Informasi yamg dipublikasikan berupa prestasi yang didapat oleh siswa, guru dan berbagai kegiatan yang berlangsung di sekolah. Sebenarnya Departemen Wartawan Harian Sekolah ( WHS) ini merupakan wadah yang tepat untuk mengasah kemampuan siswa di bidang jurnalistik.

Akan tetapi, setelah dievaluasi oleh Ketua dan Pengurus Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) terpilih periode 2023/ 2024, mereka menemukan banyak hal tentang mengapa departemen tersebut berubah fungsi menjadi tukang foto atau fotografer pada saat ada kegiatan?

Berdasarkan evaluasi tersebut, mereka dibantu Pembina OSIS menambah jumlah departemen yang ada di OSIS tersebut. Ini merupakan bentuk kreativitas para pengurus OSIS untuk mengadakan perubahan pada bidang organisasi yang mereka kelola.

Selama ini kreativitas seperti ini sangat jarang dijumpai. Kebanyakan dari siswa hanya runut apa yang diberikan guru tanpa berani kritis dan mengajukan perubahan.

Adapun perubahan yang dilakukan adalah mereka menambah dua departemen selain dari departemen yang sudah ada di Organisasi Intra Sekolah (OSIS). Mereka pengurus OSIS menambah departemen jurnalistik dan hubungan masyarakat.

Kedua departemen yamg dibentuk awalnya memiliki hubungan yang erat antara jurnalis dan Humas. Melihat begitu deras perkembangan di organisasi bergengsi pada tingkat sekolah ini, mereka memutuskan untuk mengadakan sebuah pelatihan jurnalistik.

Pelatihan ini diarahkan kepada para anggota Departemen Wartawan Harian Sekolah ( WHS) dan TIM jurnalistik yang sudah dibentuk. Jika dilihat sekilas, mereka mereka berkerja pada bidang yang sama. 

Dalam rapat evaluasi tersebut, penulis menyarankan agar Departemen Wartawan Harian Sekolah (WHS) dimerger jadi TIM jurnalis sekolah. Hal ini dilakukan agar pekerjaan dan tugas tidak tumpang tindih. Akhirnya, pada waktu itu mereka menerima masukan penulis dan Pembina OSIS. 

Setelah masukan diberikan mereka meminta kepada pemilu untuk memberikan pelatihan menulis berita, artikel, cerpen, laporan, dan esai sebagai kebutuhan dasar mereka.berkerja.

Amatan penulis, hampir di banyak sekolah mereka berjalan sendiri-sendiri tanpa didampingi oleh oleh pembina. Kadang-kadang pembina jurnalis atau Wartawan Harian Sekolah (WHS) yang ditunjuk tidak paham dengan tugas yang diembannya.

Merujuk pada usulan tersebut, penulis sebagai Wakil Kesiswaan bersama Pembina OSIS bergerak cepat untuk mewujudkan Hal tersebut. Ini tentu harus disikapi dengan cepat, mengingat kepengurusan OSIS hanya berlangsung satu tahun pada tingkat sekolah.

Pelatihan jurnalis terus diberikan kepada anggota departemen jurnalistik yang sudah dibentuk. Pelatihan yang didapat langsung dipraktikkan pada kegiatan yang berlangsung. Intinya, mereka dapat mengambil momen, peristiwa dan kejadian yang ada di lingkungan sekolah secara langsung.

Setelah pelatihan dan praktik berlangsung secara bersamaan yang menjadi permasalahan dalam hal tersebut adalah bagaimanakah dampak yang dimunculkan terhadap perkembangan belajar siswa, baik berkaitan dengan pengembangan karakter dan kegiatan ekstrakurikuler?

Menanamkan Jiwa Literasi pada Siswa

Pada tingkat sekolah, pembelajaran Jurnalis atau disebut dengan ilmu jurnalistik harus diupayakan sejak dini. Pelatihan ini bisa diberikan kepada siswa melalui kegiatan ekstrakurikuler atau dapat diberikan secara terpisah seperti yang diuraikan di atas. 

Menurut Wikipedia, jurnalistik adalah kewartawanan atau jurnalisme adalah kegiatan menghimpun berita, mencari fakta, dan melaporkan peristiwa. Pengertian jurnalisme dalam konsep media, berasal dari perkataan journal, artinya catatan harian mengenai kejadian sehari-hari, atau bisa juga berarti surat kabar.

Mengacu pada kutipan di atas, ada banyak hal yang terlibat dalam aplikasi ilmu jurnalistik pada tingkat sekolah. Sesuai dengan subtopik tulisan ini bahwa, jurnalistik mampu menciptakan dan meningkatkan literasi pada siswa.

 taupun tujuan dari kegiatan ini adalah menciptakan jiwa -jiwa yang literer. Artinya, dengan menguasai ilmu jurnalistik melalui penulisan berita serta mampu dilaporkan secara langsung secara cepat, tepat dan terukur memberikan sebuah masukan baru bagi dunia pendidikan.

Hal seperti di atas telah menjadikan siswa untuk bekerja secara ekstra dalam berpikir melalui pelaporan yang begitu cepat dan tepat. Ini sangat sesuai dengan sifat dari berita yang dilaporkan. Fenomenal, aktual, dan faktual menjadi sesuatu yang dijadikan pedoman dalam merilis berita.

Selanjutnya, dalam Ilmu jurnalistik bukan hanya berita yang menjadi sorotan, namun bagaimana kesiapan seorang jurnalis atau siswa ketika diminta untuk menulis sebuah artikel opini yang berhubungan dengan kondisi sekolah.

Kadang hal ini bisa juga berhubungan dengan penulisan esai, biografi dan lain-lain ketika pihak sekolah meminta sebuah informasi terbaru untuk disajikan dalam berbagai bentuk tulisan.

Pengalaman penulis menunjukkan bahwa, setelah penulis memberikan pelatihan kepada sejumlah siswa yang tergabung dalam departemen jurnalistik. 

Perubahan yang terjadi pada diri siswa cukup signifikan. Mereka lebih siap dan sigap ketika ada kegiatan. Penulis mengarahkan mereka untuk menulis berita setiap ada kegiatan dan peristiwa yang mengandung nilai berita. Ternyata mereka lebih aktif dalam mengelola kelompok kerja sesuai dengan kebutuhan di lapangan. 

Pada saat melaporkan sebuah kegiatan misalnya dalam bentuk, berita, biografi, artikel dan esai. Tentunya menggunakan bahasa sebagai jembatan menyampaikan informasi tersebut. Pengelolaan bahasa secara tepat adalah sebuah proses berpikir dengan menggunakan bahasa sebagai media.

Pelaporan- pelaporan tersebut diposting di web sekolah. Web ini juga berfungsi sebagai publikasi seluruh kegiatan sekolah. Apabila hal ini berlangsung dalam waktu tersistem dan terpogram dengan baik , maka akan terbentuk jiwa-jiwa yang literer. 

Dalam konteks ini penulis menyarankan jika pengembangan literasi tingkat sekolah sulit diwujudkan. Pelatihan jurnalistik pada siswa bisa dijadikan solusi, terutama pada program Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Program dan pelatihan jurnalistik dapat digunakan sebagai motivasi awal dalam menerobos melek literasi padat tingkat sekolah.

Menciptakan Rasa Tanggung Jawab, Kritis dan Inovatif

Ada banyak dampak yang dimunculkan dari pelatihan dan praktik pembelajaran jurnalistik. Berkaitan dengan isi berita yang bersifat aktual, faktual dan mengandung nilai berita tinggi dituntut adanya sebuah tanggung jawab dari seorang jurnalis. Disinilah peran tanggung jawab seorang penulis berita dipertanyakan. 

Artinya , ketika sebuah berita sedang ditulis sebelum dilakukan postingan. Seorang jurnalis wajib mengkonfirmasi ulang dengan pihak terkait tentang isi berita. Konfirmasi ini tentunya dengan pihak yang berwenang berupa para pejabat. Hal ini perlu dilakukan supaya pihak -pihak yang dijadikan sumber berita tidak merasa terzalimi.

Konfirmasi ulang sebelum postingan adalah bentuk tanggung jawab yang dimiliki oleh seorang jurnalis sebelum publish. Dengan kata lain setiap postingan yang berhubungan dengan badan, instansi atau individu tidak memunculkan permasalahan atau debat kusir terhadap isi berita yang sudah diposting.

Selanjutnya, sikap kritis yang muncul dari pelatihan jurnalistik yang dipraktikkan siswa adalah adanya sebuah pandangan yang berbeda terhadap sebuah kebijakan yang dikeluarkan oleh pejabat. Apabila dikaitkan dengan siswa, secara langsung hal ini berhubungan dengan kebijakan kepala sekolah terhadap sebuah permasalahan.

Bagi siswa cerdas, permasalahan tersebut tidak akan disampaikan secara frontal. Namun , sebagai intelektual muda mereka memanfaatkan rubrik yang ada pada Web sekolah. Biasanya mereka menggunakan bentuk tulisan opini atau artikel untuk menyampaikan sikap kritis yang dimiliki. Teknik penyampaian yang disampaikan pun berbeda.

Mereka menggunakan cara-cara santun melalui penilaian dan perbandingan terhadap keputusan atau kebijakan yang dikrtiisi. Pilihan jenis tulisan bisa berupa esai dan artikel. Intinya, dalam bentuk tulisan tersebut mereka menyampaikan sikap secara kritis, akan tetapi tetap mengedepankan sikap-sikap intelektual. Kebijakan-kebijakan sekolah yang dikritisi berupa kebijakan yang bersentuhan langsung dengan kehidupan warga belajar.

Inovatif berkaitan dengan dampak dari pembelajaran jurnalistik sejak berada di sekolah, sebenarnya mempunyai nilai positif bagi peserta didik. Kata inovatif bermakna suatu kreativitas berpikir dengan mengadakan perubahan terhadap gagasan yang sudah terbentuk. 

Sikap inovatif yang terbentuk melalui pikiran akan membawa perubahan dalam berpikir dan bersikap. Perubahan tersebut menjadikan nilai tambah bagi wawasan berpikir.

Inovatif berpikir dalam konsep ini memberikan pengetahuan baru dan tantangan dalam bersikap. Orang-orang cerdas, mereka sudah melewati proses berpikir secara inovatif. Karya-karya inovatif yang lahir dalam kehidupan ini adalah akibat berpikir secara Inovatif.

Menumbuhkan Sikap Mandiri di Kalangan Siswa

Mandiri adalah sikap yang menjadikan seseorang tidak bergantung pada orang lain. Melalui pembelajaran Jurnalistik sejak berada di sekolah memberikan hal positif secara individu kepada peserta didik. 

Sikap mandiri ini dapat dilihat pada saat siswa diberikan tanggung jawab sebagai penulis bertia, artikel, esai atau apa saja yang berdampak dari pembelajaran jurnalistik. Selanjutnya, apabila pembelajaran jurnalistik ini terus diupayakan bagi peserta didik. 

Secara implisit, walaupun ini kegiatan ekstrakurikuler, namun setidaknya sekolah sebagai penanggung jawab utama ouput dari pendidikan. Sebagai lembaga yang ditunjuk, sekolah harus hadir dalam membina, melatih dan mebentuk karakter peserta didik berjiwa mandiri.

Simpulan

Pembelajaran jurnalistik yang dilakukan secara terpisah dari kurikuler membawa dampak terhadap pembentukan karakter peserta didik. 

Melalui berbagai cara dan langkah pengenalan Ilmu jurnalistik sejak dini kepada peserta didik adalah usaha-usaha menciptakan pribadi- pribadi yang tangguh di masa mendatang.

Penulis adalah Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi dan Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun