Perkenalan satu sama lain hanya berlangsung pada kawan sekelasnya saja. Penulis mencoba bertanya pada salah satu siswa untuk membuktikan hal tersebut, sebut saja Budi ( bukan nama sebenarnya) " Bud!, Tolong panggilkan Anto kelas .... ke sini sebentar ya?" Waduh... !Pak, Anto yang mana pak ya?, Tidak kenal Saya  pak!Â
Hal ini dianggap wajar, karena mereka berada dalam komunitas kelas masing -masing, sehingga sesama teman satu sekolahpun mereka tidak saling kenal. Dalam konteks demikian sudah pasti silaturahmi sesama teman tidak akan terwujud dengan baik.
Pelaksanaan OSIS CUP yang berlangsung hampir satu minggu menunggu pembagian raport, silaturahmi sesama teman sekolah melalui event tersebut akan terajut dengan baik. Bahkan, siswa yang dulunya tidak saling kenal, karena ada event tersebut dan bertemu di lapangan terbuka, mereka jadi dekat dan silaturahmi pun terjalin dengan baik.Â
Menumbuhkan Jiwa Kompetitif
Salah satu tujuan diadakannya event pada tingkat sekolah, baik olahraga maupun seni adalah untuk menciptakan jiwa - jiwa yang kompetitif..Setiap kompetisi  pasti akan memunculkan ego sentris yang tinggi untuk menang dari perlombaan tersebut.  Sifat -sifat kompetitif dari sebuah kompetisi akan muncul. Menghargai lawan, bermain sportif dan tidak melakukan kecurangan adalah wujud dari jiwa -jiwa kompetitif yang dimunculkan dalam event.Â
Jiwa - jiwa kompetitif dalam sebuah kompetisi sangat dibutuhkan. Sebagai warga belajar yang masih dibentuk pola pikir dan mental, hal tersebut sangat dibutuhkan. Untuk bekal di masa depan siswa dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, jiwa kompetitif merupakan sebuah pembiasaan sejak dini dalam membetuk karakteristik yang baik .
Sportivitas, saling menghargai, dan mengakui kekuatan lawan serta menyadari kekurangan diri hanya dapat dibentuk melalui budaya kompetisi yang ada pada setiap event.  Orang-orang yang bermental baik dan menjunjung tinggi nilai - nilai kompetitif dan sportivitas akan muncul, ketika ada konflik pada event yang digelar.Â
Bagi mereka, olahraga dan event apapun hanya berfungsi sebagai  wadah untuk mengasah emosional dalam bersikap dan bertindak menghadapi orang lain. Selanjutnya, jiwa kompetitif ini lebih mudah diaplikasikan oleh siswa pada event olahraga yang dibuat pada OSIS CUP.
Event tersebut lebih rentan memunculkan konflik antara sesama pemain. Di sinilah peran guru hadir untuk memberikan pengertian dan pemahaman tentang cara memahami dan menanggapi kelemahan dan kekurangan lawan dalam sebuah pertandingan. Jika hal ini dapat terealisasi dengan baik Insya Allah ke depan akan muncul generasi Z yang bermartabat, memahami orang lain, dan bersikap secara elagilter.
Penulis adalah Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi dan Guru SMA Negeri 1 LhokseumaweÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H