Mohon tunggu...
Muklis Puna
Muklis Puna Mohon Tunggu... Guru - Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe

Penulis Buku: Teknik Penulisan Puisi, Teori, Aplikasi dan Pendekatan , Sastra, Pendidikan dan Budaya dalam Esai, Antologi Puisi: Lukisan Retak, Kupinjam Resahmu, dan Kutitip Rinridu Lewat Angin. Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi IGI Wilayah Aceh dan Owner Sastrapuna.Com . Saat ini Bertugas sebagai Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mengulik Guru Favorit dalam Perspektif Siswa

10 Desember 2023   12:14 Diperbarui: 10 Desember 2023   19:16 891
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi guru, Hari Guru Nasional 2022, P2G upayakan nasib guru honorer dan PPPK. (DOK. Humas Kemendikbudristek)

Oleh: Mukhlis,S.Pd, M.Pd.

Suatu hari penulis berjalan pada koridor sekolah yang panjang dan tertata. Saat itu, suasana sekolah sedang pergantian jam pelajaran. Para siswa berdiri di pintu-pintu kelas sambil bercengkrama menunggu guru yang masuk pelajaran selanjutnya. 

Seperti biasa, penulis mengumbar senyum sambil menyapa, "Assalamualaikum Nak!"

Sontak mereka menjawab "Waalaikumsalam Pak !", sambil menjulurkan tangan menyalami penulis. 

Tiba-tiba terdengar suara dari beberapa siswa, "Pak! Kenapa Bapak tidak ngajar di kelas kami, Pak? Padahal bapak guru favorit kami lho Pak!"

Mendengar ungkapan tersebut dari anak-anak hebat, penulis seperti tersanjung. 

Namun penulis membatin, "Kenapa saya jadi guru favorit ya, padahal saya tidak pernah mengajar di kelas mereka?"

Untuk menjawab pertanyaan tersebut yang berjuntai di pikiran penulis. Penulis membalikkan tanya, "Lho, kenapa bapak? Kalian favoritkan padahal bapak tidak mengajar di kelas kalian, Ayo?"

Kemudian dengan serentak mereka menjawab, "Kami dapat informasi dari kelas X, katanya bapak enak ngajarnya, gaul, santai, suka bercanda dan memahami kami sebagai remaja. Terus yang penting cara bapak menyajikan materi tidak monoton, mudah diterima, begitu pak. Ayo dong Pak! masuk kelas Kami sambil membujuk."

Itulah sepenggal dialog yang terjadi tanpa sengaja dengan siswa -siswa hebat di sekolah tempat penulis bertugas. Dialognya pendek dan sederhana, namun ternyata isinya mengungkapkan dan menggambarkan sebuah keresahan tentang teknik dan cara guru dalam menyajikan materi di kelas. 

Wajar saja dan pantas apabila generasi Z ini berani membandingkan antara guru X dengan guru Y. Ini terjadi karena mereka sebagai subjek dalam pembelajaran. Lebih lanjut mereka bisa dianggap sebagai konsumen utama dalam produk materi, konsep dan keterampilan yang mereka inginkan. 

Sebagai konsumen informasi berupa materi, konsep, dan keterampilan yang ditransfer oleh guru sebagai bank ilmu, wajar saja kalau mereka menganggap ada guru favorit dan guru biasa.

Sumber gambar: Dokumen Pribadi 
Sumber gambar: Dokumen Pribadi 

Dalam undang- undang sistem pendidikan nasional, tidak satupun pasal yang menyebutkan adanya guru favorit. Akan tetapi, ketika ada sekolah ada yang melakukan survei terhadap siapa guru favorit di tengah kehidupan siswa malah menuai kontroversi.

Nah, Untuk hal ini penulis setuju, karena apabila guru favorit diberikan legalisasi oleh pemerintah, maka akan muncul sejumlah kesejangan diantara sesama guru. Menurut penulis biarkan saja guru favorit berlangsung di kalangan siswa secara tersembunyi (hidden).

Masalah utama dalam tulisan ini apa sajakah kriteria yang dimiliki guru sehingga menjadikan guru favorit versi siswa sebagai subjek pembelajaran?

Mengganggap Siswa sebagai Mitra Belajar

Filosofi pendidikan di negara maju seperti Prancis, Jerman, Inggris dan Amerika berlangsung secara demokratis. Hal ini berbeda dengan filosofi pendidikan yang berlangsung di Indonesia, yaitu filosofis feodal. Ini merupakan filosofi  yang ditinggalkan Belanda. 

Dalam filosofi pendidikan yang berlangsung secara demokratis. Semua warga belajar antara guru dan siswa berlangsung secara horizontal. Artinya, guru dan siswa berlaku sebagai mitra belajar. 

Keuntungan negara yang menganut sistem pendidikan berdasarkan filosofi demokrasi adalah semua warga negara, baik siswa maupun guru mempunyai hak yang sama dalam bidang belajar. 

Dalam paradigma ini guru menganggap siswa sebagai mitra belajar. Kesetaraan yang dimiliki oleh siswa dan guru membuat siswa lebih nyaman dalam belajar. 

Segala kelebihan dan kekurangan guru bisa dieksplorasi oleh siswa baik dalam penguaasan materi maupun kehidupan pribadi. 

Perbedaan yang dimiliki oleh kedua pihak telah menjadikan sebuah hubungan timbal balik yang saling memahami. Sehingga dalam konteks ini siswa menganggap gutu sebagai teman dekat dalam belajar.

Selanjutnya Deby Potter ( 2015) mengatakan bahwa, " Masuklah dalam kehidupan siswa dan bawalah mereka dalam hidupmu."

Kutipan ini memberikan sebuah gambaran bahwa begitu pentingnya menganggap siswa sebagai mitra dalam belajar. Sebagai warga belajar, guru juga termasuk orang yang masih belajar. Konsep belajar secara timbal balik dalam filosofi demokrasi juga lebih dominan.

Sedangkan filosofi feodalisme yang berlaku dalam pendidikan Indonesia telah membangun sebuah paradigma, bahwa guru berada di atas segala-galanya dalam belajar. Semua yang muncul dari mulut guru adalah sebuah informasi pengetahuan yang tidak bisa dibantah lagi. 

Begitu terasa dan kuatnya pengaruh filosofi ini dalam pendidikan Indonesia. Ketika ada guru yang berani keluar di kotak nyaman seperti di atas, maka sebagian siswa menganggap guru tersebut sebagai guru favorit. Maksudnya semua keinginan dan penghargaan yang dibutuhkan oleh siswa ada pada guru tersebut, sehingga sangat pantas mereka memberikan julukan guru tersebut sebagai "Guru favorit"

Mengusai Materi Secara Profesional 

Seorang guru dituntut harus punya sejumlah kompetensi. Adapun kompetensi tersebut meliputi, kompetensi profesional, pedagogik, sosial, dan kepribadian. Salah satu kompetensi yang bersentuhan langsung dengan siswa adalah kompetensi profesional. 

Kompetensi ini menuntut guru untuk menguasai materi sesuai dengan disiplin ilmu dan mata dan pelajaran yang diampu. Kemampuan menguasai materi pembelajaran ketika mengajar telah memunculkan kepercayaan dari siswa. 

Kecakapan- kecakapan yang dimiliki guru dalam mengajar dan memberikan solusi apabila ada materi sulit telah memunculkan rasa simpati, dan empati terhadap guru tersebut. 

Materi yang dikuasai guru tidak hanya berkutat seperti yang ada di buku paket sebagai media pembelajaran. Akan tetapi, guru dituntut harus mengusai materi penunjang lainnya yang berkaitan dengan materi yang dipelajari. 

Kemampuan menyajikan materi pelajaran secara sistematis dan mencapai indikator yang diajarkan membuat siswa lebih senang dan bersimpati pada guru tersebut. 

Tips dan trik yang dikuasai guru dalam mengajar pada bentuk apasaja baik memberikan contoh, ilustrasi dan analogi terhadap masalah belajar yang dihadapi siswa menumbuhkan kepercayaan yang luar biasa ,sehingga mereka layak dianggap sebagai panutan dan contoh teladan sebagai guru yang difavoritkan. 

Menguasai Hal - hal Kekinian 

Ketika penulis bertanya pada seorang siswa pada suatu waktu, Bagaimana konsep guru favorit yang Kamu pahami selama ini? 

Jawabannya sangat mencengangkan menurut Ia guru yang baik dan difavoritkan olehnya dan teman lainnya adalah yang gaul dan menguasai masalah kekinian. 

Artinya, mereka tidak mementingkan faktor usia yang dimiliki guru yang penting guru itu mampu mengupdate dan mengupgrade pengetahuan sesuai dengan zaman dan generasi yang menjadi subjek pembelajaran.

Guru-guru yang melek teknologi dan menguasai segala perubahan, ramah, dan tidak melakukan bullying baik dari tindakan atau bahasa telah menjadi pemenang di hati para siswa. 

Namun guru - guru yang membebani dan menjadikan mereka belajar dalam keterpaksaan telah menjadikaneteka risih dan tidak nyaman. Sehingga mereka menganggap guru tersebut sebagai moster di kelas-kelas pembelajaran. Merujuk pada filosofi feodalisme yang dianut dalam sistem pendidikan negeri ini membuat mereka tak bisa berkutik. Namun dalam keseharian mereka hanya bisa mengutuk dan mencela guru -guru seperti itu. 

Sebagai guru yang difavoritkan, masalah kekinian yang dikuasai guru berkaitan dengan perkembangan teknologi, fenomenal sosial, politik, dan ekonomi.

Intinya isu -isu kekinian yang melanda negeri ini dipahami oleh guru. Kegunaan menguasai masalah kekinian bagi guru adalah agar tidak memunculkan kekakuan dalam berinteraksi dengan siswa. 

Selanjutnya, penggunaan istilah terbaru dan lagi ngetren dalam kehidupan peserta didik wajib dipahami dengan tepat. Apabila hal tersebut diabaikan ,maka akan memunculkan kerisihan di kalangan siswa dan menjadikan bahan olok-olok di belakang guru tersebut. 

Selera Humoris Tinggi

Mengajar itu bukan mengisi bejana, akan tetapi menyalakan bara menjadi api.Menyalakan bara menjadi api membutuhkan sebuah usaha yang maksimal. 

Selanjutnya, mengajar itu juga bukan menstrafer pengetahuan semata kepada peserta didik. Namun mengajar sesungguhnya adalah seni  dalam menyampaikan pengetahuan secara sistematis. Karena mengajar itu seni, maka alat peraga mengajar seperti guru dan siswa harus berada  dalam keadaan kondusif. 

Usaha - usaha menghidupkan sebuah pembelajaran membutuhkan joke dan rasa humor tinggi yang dimiliki oleh guru. Konteks ini bukan berarti guru harus seperti stand up komedi di depan siswa. Akan tetapi, agar pembelajaran tidak kaku dan monoton, maka dibutuhkan kelucuan- kelucuan yang membuat suasana belajar jadi fresh. 

Joke-joke lucu ini sangat perlu dilakukan ketika pembelajaran berlangsung. Tujuanya untuk menghindari rasa stres peserta didik terhadap materi yang dipelajari. Intinya sikap humoris guru menjadi kenangan bagi siswa ketika Ia sudah tamat dari sekolah. 

Tidak Menjatuhkan

Sebagai makhluk sosial, siswa membutuhkan perhatian, pelayanan dan simpati dari guru yang mengajar di kelasnya. Hal ini merupakan sebuah kebutuhan rohaniah yang menjadi hak dasar sebagai warga belajar. 

Sebagai guru yang difavoritkan oleh siswa, sudah tentu hal seperti di atas menjadi prioritas utama dalam melaksanakan tugas. Mereka yang difavoritkan tidak pernah menjatuhkan siswa dengan cara apapun, baik dalam bentuk tindakan maupun dengan bahasa. 

Intinya apabila ada siswa yang tidak menyelesaikan tugas yang diberikan sebagai guru yang baik akan menjadikan ini tantangan dalam mengajar. Sikap-sikap motivasi, mengayomi, mendidik, dan mengarahkan dijadikan sebagai media dalam memberikan pelayanan pendidikan secara maksimal. 

Penulis adalah Pemimpin Redaksi Jurnal Aceh Edukasi dan Guru SMA Negeri 1 Lhokseumawe 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun