Mohon tunggu...
MUKHLISHAH SYAWALIYAH
MUKHLISHAH SYAWALIYAH Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWI UNIVERSITAS MERCU BUANA | PRODI S1 AKUNTANSI | NIM 43223010129

Mata Kuliah: Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB. Dosen Pengampu: Prof. Dr. Apollo Daito, S.E., Ak., M.Si., CIFM., CIABV., CIABG Universitas Mercu Buana Meruya Prodi S1 Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Kebatinan Mangkunegaran IV Pada Upaya Pencegahan Korupsi dan Transformasi Memimpin Diri Sendiri

28 November 2024   17:31 Diperbarui: 28 November 2024   17:31 304
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam beberapa kasus, meskipun pemimpin tahu tentang ajaran kebatinan, mereka mungkin terjebak dalam pemahaman yang lebih sempit tentang apa yang sebenarnya dimaksud dengan "memimpin diri sendiri." Ajaran kebatinan dapat dipandang sebagai suatu cara untuk mencari kedamaian pribadi, tetapi tidak selalu dijadikan pedoman untuk bertindak dalam konteks sosial-politik yang lebih luas. Sehingga meskipun seorang pemimpin mempunyai pengetahuan yang mendalam tentang kebatinan, mereka mungkin tidak melihat keterkaitannya dengan tindakan mereka sebagai seorang pemimpin yang harus bertanggung jawab atas keputusan sosial, ekonomi, dan politik yang diambilnya.

4. Budaya dan Sistem Sosial yang Menghargai Kepentingan Pribadi dan Kekuasaan

Budaya sosial dan sistem sosial yang ada juga memainkan peran yang sangat besar dalam kegagalan pemimpin untuk menerapkan ajaran kebatinan Mangkunegaran IV secara konsisten. Di banyak negara dan sistem sosial, terutama yang sudah tercemar oleh korupsi dan ketidaksetaraan, ada kecenderungan untuk memberikan penghargaan lebih pada kepentingan pribadi, kekuasaan, dan ambisi pribadi daripada pada integritas atau tanggung jawab moral.

Pemimpin yang berada dalam sistem yang mendukung kepentingan pribadi atau politik sering kali merasa bahwa mereka tidak bisa bertahan atau mempertahankan posisi mereka tanpa berkompromi dengan prinsip-prinsip moral yang diajarkan dalam kebatinan. Sistem yang tidak mengedepankan nilai-nilai moral atau yang justru mendukung praktik-praktik korupsi dapat mengikis prinsip-prinsip kebatinan yang selama ini diyakini oleh seorang pemimpin. Dalam budaya yang lebih mengutamakan kesuksesan materi atau kekuasaan politik, seorang pemimpin mungkin merasa bahwa integritas pribadi atau kejujuran dalam memimpin tidak lagi menjadi prioritas utama. Sebagai akibatnya, meskipun ajaran kebatinan mengajarkan tentang pentingnya memimpin diri sendiri dengan penuh integritas, sistem sosial yang ada justru memberikan insentif lebih besar untuk mengabaikan prinsip-prinsip tersebut demi kelangsungan kekuasaan atau keuntungan pribadi.

5. Integrasi Ajaran Kebatinan dan Realitas Sosial-Politik

Secara keseluruhan, meskipun ajaran kebatinan Mangkunegaran IV menawarkan pedoman moral yang sangat relevan untuk mengatasi masalah korupsi, dalam praktiknya banyak pemimpin yang gagal menerapkannya. Hal ini disebabkan

oleh tekanan dari sistem sosial dan politik, interpretasi yang bervariasi terhadap ajaran tersebut, serta budaya yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi dan kekuasaan daripada integritas moral. Untuk mengatasi masalah korupsi secara efektif, diperlukan perubahan tidak hanya pada level individu, tetapi juga pada struktur sosial, politik, dan budaya yang mendukung perilaku koruptif. Pemimpin yang mampu menerapkan ajaran kebatinan dengan baik harus berada dalam lingkungan yang menghargai integritas dan moralitas, dan bukan yang lebih mengutamakan keuntungan pribadi atau kekuasaan. Tanpa perubahan mendalam dalam sistem sosial yang ada, ajaran kebatinan ini akan terus terjebak dalam ketegangan antara idealisme dan realitas, yang akhirnya memengaruhi kemampuan pemimpin untuk benar-benar menghindari korupsi dan memimpin diri mereka sendiri dengan penuh integritas.

6. Kebutuhan untuk Integrasi antara Prinsip Kebatinan dan Sistem Sosial-Politik

Berdasarkan penjelasan sebelumnya, sangat jelas bahwa ajaran kebatinan Mangkunegaran IV yang mengedepankan pengendalian diri, integritas, dan kesadaran moral dapat menawarkan solusi yang kuat untuk mengatasi masalah korupsi yang terjadi dalam sistem sosial-politik. Namun, masalah utama yang dihadapi adalah gap atau jarak yang sangat besar antara ajaran ideal kebatinan dan kenyataan sosial-politik yang ada. Prinsip-prinsip kebatinan, meskipun relevan, seringkali tidak dapat diterapkan dengan sempurna karena faktor-faktor struktural dan budaya yang lebih besar. Agar ajaran ini dapat efektif dalam memberantas korupsi, perubahan fundamental dalam sistem sosial, politik, dan budaya yang lebih luas perlu dilakukan.

Dalam banyak kasus, pemimpin yang baik, yang seharusnya mampu memimpin diri sendiri sesuai dengan ajaran kebatinan, sering kali terjebak dalam situasi di mana mereka dihadapkan pada godaan-godaan luar yang sangat besar. Salah satu tantangan terbesar adalah ketergantungan pemimpin terhadap sistem yang lebih besar, yang mungkin terstruktur untuk memelihara status quo yang menguntungkan sekelompok kecil orang atau elit tertentu, sambil menekan kelompok lain. Dalam situasi seperti ini, meskipun seorang pemimpin mengerti tentang pentingnya pengendalian diri dan integritas, sistem yang ada mungkin mengharuskan mereka untuk terlibat dalam praktik-praktik korupsi atau keputusan yang tidak etis demi kelangsungan kekuasaan, ekonomi, atau posisi mereka.

7. Budaya Korupsi yang Mengakar dalam Struktur Sosial

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun