Sosok naga juga hadir dalam cerita rakyat Kutai Kartanegara yang disebut dengan nama Ular Lembu.Saking besarnya naga tersebut, dikisahkan bahwa kepalanya ada di kota Tenggarong dan ekornya sampai di kota Samarinda.Â
Sebagai wujud kepercayaan masyarakat tersebut, maka diadakanlah ritual peluncuran Naga Erau di Sungai Mahakam yang disisipkan sebagai salah satu bagian dari rangkaian upacara adat Erau di Kota Tenggarong.
Bagi masyarakat Bali, naga Besukih merupakan sebuah makhluk mitos yang tinggal di bawah kawah gunung Agung dan berkaitan dengan mitos asal usul dan penciptaan. Ini adalah cerita rakyat yang melatari legenda terciptanya selat Bali yang memisahkan pulau Jawa dengan pulau Bali.
Sedangkan di Yogyakarta, sebagaimana dikutip dari situs resmi keraton Yogyakarta, Dua ular naga yang menjadi penanda berdirinya Keraton juga ada di Kemagangan, tepatnya di pintu gerbang, disebut sebagai Regol Kemagangan, menghubungkan plataran Kemagangan dengan plataran Kedhaton, kawasan tertinggi dalam kompleks Keraton.
Dua ular naga itu disebut sebagai 'Dwi Naga Rasa Tunggal'. Ini adalah candrasengkala atau sengkalan, perwujudan penanda tahun peristiwa monumental. Patung itu dibaca sebagai 'Dwi Naga Rasa Tunggal' atau 'Dua Naga Bersatu Rasa', artinya adalah tahun 1682 Jawa atau 1756 Masehi, tahun mulai dihuninya Keraton Yogyakarta.
Jadi, membicarakan kisah tentang naga selalu saja menarik dengan segala mitos ataupun rangkaian sejarah yang menyertainya.Â
Kisah tentang naga memang mendunia. Pun di nusantara, naga telah menjadi bagian dari budaya dengan cerita dan perwujudan khasnya.
Kitapun sudah sejak lama mendengar atau menonton kisah tentang kesaktian kapak Naga Geni 212 dan pedang Naga Puspa Saur Sepuh.Â