Selain berjibaku menangani pandemi Covid-19, pada momen peringatan hari AIDS sedunia yang jatuh pada tanggal 1 Desember, kali ini perlu juga kiranya diberi perhatian khusus pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA).
Laporan UNAIDS 2021 menunjukkan bahwa orang yang hidup dengan HIV memiliki risiko yang lebih tinggi untuk penyakit COVID-19 yang parah dan kematian.
Bagi sebagian masyarakat, mungkin masih ada yang belum mengetahui perbedaan antara HIV dan AIDS menskipun keduanya saling terkait.
Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan sejenis virus yang menginfeksi sel darah putih yang menyebabkan turunnya kekebalan tubuh manusia.
Sedangkan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan gejala yang timbul karena turunnya kekebalan tubuh yang disebabkan infeksi oleh HIV.
Epidemi HIV/AIDS
Secara global, saat ini HIV/AIDS berstatus epidemi, yaitu penyakit menular yang berjangkit dengan cepat di daerah yang luas dan menimbulkan banyak korban.
Data dari WHO menunjukkan bahwa estimasi 36 juta orang di seluruh dunia hidup dengan HIV, 680 ribu orang meninggal akibat penyakit ini, dan 1,5 juta kasus baru di tahun 2020.
Sementara populasi terinfeksi HIV terbesar di dunia adalah di benua Afrika (25,7 juta orang), kemudian di Asia Tenggara (3,8 juta), dan di Amerika (3,5 juta).
Dengan jumlah penduduk lebih dari 270 juta jiwa yang tersebar di 514 kabupaten/kota, Indonesia memiliki pola epidemi HIV yang kompleks dengan sebaran wilayah yang luas serta jumlah penduduk yang besar.
Berdasarkan data Ditjen P2P Kemenkes RI, sejak ditemukan kasus pertama sampai dengan Maret 2021 jumlah kumulatif ODHA yang ditemukan di Indonesia telah mencapai 558.618 yang terdiri dari 427.201 HIV dan 131.417 AIDS.
Jika dilihat sebaran pada tingkat Provinsi pada priode Triwulan I 2021, maka terdapat 5 provinsi dengan jumlah kasus tertinggi yaitu Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, DKI Jakarta dan Sumatera Utara.
Khusus untuk Papua, meskipun berada di peringkat ke-6, namun perlu mendapat perhatian khusus mengingat Papua adalah provinis dengan jumlah kasus AIDS tertinggi secara nasional.
Setidaknya ada dua isu besar terkait dengan HIV/AIDS. Pertama, bagaimana melakukan upaya-upaya pencegahan dengan meningkatkan kewaspadaan dan sosialisasi akan bahaya penyakit HIV/AIDS. Kedua, bagaimana memberi akses pengobatan dan perawatan pada Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA).
Berdasarkan kelompok umur, persentase ODHA yang tertinggi terdapat pada kelompok umur 25-49 tahun, diikuti kelompok umur 20-24 tahun (Kemenkes, 2021).
Ini menandakan bahwa kelompok usia produktif mendominasi ODHA. Oleh karena itu diperlukan kerja keras dari semua pihak untuk melakukan upaya pencegahan dan sosialisasi bahaya penyakit ini.
Akses pengobatan ODHA
Isu tentang kesetaraan bagi ODHA untuk dapat mengakses layanan kesehatan esensial dan pengobatan masih menjadi tantangan saat ini.
Berdasarkan data UNAIDS, pada 2019 lalu 1,7 juta orang terinfeksi HIV karena tidak dapat mengakses layanan kesehatan esensial. Sementara pada 2020, lebih dari 12 juta orang di seluruh dunia yang belum mendapatkan pengobatan HIV.
Di Indonesia, pengobatan HIV dan AIDS perlu memfokuskan pada aspek-aspek berikut ini.
Pertama, memperkuat sistem layanan Perawatan, Dukungan, dan Pengobatan (PDP). Penderita HIV membutuhkan pengobatan dengan Antiretroviral (ARV) untuk menurunkan jumlah virus HIV di dalam tubuh agar tidak masuk ke dalam stadium AIDS. Sedangkan pada penderita AIDS membutuhkan pengobatan ARV untuk mencegah terjadinya infeksi oportunistik dengan berbagai komplikasinya.
Kedua, kemudahan mendapatkan obat dan perawatan. Setiap kabupaten/kota wajib mengimplementasikan program pencegahan dan pengendalian HIV AIDS.Â
Pemberian ARV dapat dilakukan di tingkat fasyankes primer oleh Dokter sesuai dengan kewenangan dasar dengan melakukan Test and Treat di mana inisiasi pengobatan ARV dilakukan segera setelah hasil tes HIV-nya positif.
Dalam hal ini Puskemas perlu didorong untuk lebih berperan sebagai ujung tombak terdepan untuk memberi pelayanan kesehatan ODHA.
Ketiga, kecukupan obat-obatan ARV yang bertujuan untuk mendukung pengobatan ODHA. Pemerintah melalui Kemenkes menetapkan target sampai dengan 60 persen pada tahun 2024. Setidaknya terdapat sekitar 10 jenis Obat ARV yang tersedia di Indonesia saat ini.
Ketersediaan stok ARV dan sebarannya di setiap kabupaten/kota perlu dijamin oleh pemerintah. Manajemen rantai pasok obat-obatan ARV ini penting diperhatikan agar tidak terjadi kekosongan seperti pada tahun 2020 maupun kadaluarsanya obat-obatan ARV.
Keempat, kepatuhan minum obat. Banyak kasus di mana ODHA sering tidak minum obat secara rutin. Efek samping sering menjadi masalah dalam pengobatan ARV dan toksisitas sering menjadi alasan mengganti atau menghentikan pengobatan ARV.
Padahal ketidakpatuhan pasien dalam pengobatan ARV adalah salah satu penyebab rendahnya keberhasilan pasien ODHA dalam menekan penyebaran virus dalam tubuh, meningkatnya resiko penyebaran infeksi terhadap orang lain, dan menyebabkan tubuh mengalami resistensi dalam pengobatan.
Selain itu, penggunaan teknologi aplikasi berbasis android atau IOS yang terhubung pada fasyankes perlu didorong dalam rangka meningkatkan kepatuhan minum obat ARV untuk menurunkan angka kematian pada ODHA.
Kelima, harapan pada obat baru. Cabenuva telah mendapatkan izin Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (FDA) untuk ODHA seiring telah selesainya uji fase tiga.
Obat ini menawarkan pendekatan perawatan baru bagi orang yang hidup dengan HIV. Keuntungan obat ini hanya diberikan sekali suntik dalam sebulan. Ini berarti Cabenuva mengurangi hari pemberian dosis pengobatan dari 365 hari menjadi 12 hari per tahun.
Untuk dapat dipakai di Indonesia, pihak regulator perlu mempertimbangkan dan menganalisa lebih jauh terkait dengan efek samping, kemudahan cara pemberian obat, kemungkinan interaksi obat, penggunaan pada semua kelompok populasi serta keterjangkauan harga obat.
Sejalan dengan semangat peringatan Hari AIDS sedunia 2021 yang mengusung tema Akhiri ketimpangan akhiri AIDS, upaya-upaya di atas dapat di dorong untuk memberikan aksesibilitas pengobatan pada ODHA yang pada akhirnya berkontribusi pada berkurangnya penularan infeksi baru HIV, berkurangnya angka kematian akibat AIDS, serta berkurangnya diskriminasi terhadap ODHA.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H