Tahukah kita ‘UUD 1945’ tidak boleh lagi ditulis seperti itu dan harusnya ‘Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945’?
Tahukah kita Sosialisasi Empat Pilar MPR ditranformasikan ke dalam ‘Gerakan Ini Baru Indonesia”?
Sekretaris Jenderal MPR RI, Mar’uf Cahyono menyambangi Makassar pada Sabtu kemarin, 29 Oktober 2016. Acara yang bertajuk “Ngobrol Bareng MPR RI – Netizen Makassar” ini dihadiri oleh sekitar enam puluhan blogger. Kegiatan ini menggandeng Komunitas Blogger Anging Mammiri sebagai panitia penyelenggara lokal. Kunjungan ini agaknya bersifat penting mengingat ini adalah bagian dari sosialisasi Empat Pilar MPR. Alasan lain adalah menyaring aspirasi dan saran-saran dari para pelaku dunia maya.
Hanya saja, kali ini mengambil bentuk yang lebih ‘soft’ daripada sekedar memberikan pengetahuan dan ceramah mengenai undang-undang. Kenapa begitu? Pimpinan di MPR RI bersepakat bahwa pembelajaran mengenai pokok-pokok kenegaraan dan nilai-nilai kebangsaan tidak bisa hanya diajarkan begitu saja dengan bahan yang begitu mentah. Akan tetapi dikemas dalam bentuk yang lebih nyata, lebih membumi Indonesia, lebih aplikatif dalam keseharian masyarakat, lebih kekinian, lebih fun, dan lebih asyik dipahami.
Sekitar lebih setahun lalu -permulaan Juni 2015- yang bertepatan dengan Hari Lahir Pancasila, MPR meluncurkan sebuah program yang bernama, “Gerakan Ini Baru Indonesia, dari MPR RI untuk NKRI”.
Gerakan “Ini Baru Indonesia” sebenarnya adalah perwujudan dari nilai-nilai yang akan diimplementasikan. Menariknya, ‘Ini Baru Indonesia’ ini punya semacam manifesto. Ketika ini diluncurkan, Ketua MPR Zulkifli Hasan membacakannya di depan Presiden Jokowi dan segenap hadirin yang hadir waktu itu. Pemilihan tempat kegiatan di Blora Jawa Timur –tempat kelahiran Soekarno- juga barangkali dimaksudkan untuk menggali dan mengaksentuasikan semangat dan pengorbanan para founding fathers.
Ini dia manifesto Gerakan “Ini Baru Indonesia” tersebut:
“Masih Indonesiakah kita setelah sekian banyak jatuh bangun, setelah sekian banyak tertimpa dan tertempa, setelah sekian banyak terbentur dan terbentuk. Masihkah kita meletakkan harapan di atas kekecewaan, persatuan di atas perselesihan, musyawarah di atas amarah, kejujuran di atas kepentingan.
Ataukah ke-Indonesia-an kita telah pudar dan hanya tinggal slogan dan gambar? Tidak! Karena mulai kini nilai-nilai itu kita lahirkan kembali. Kita bunyikan dan kita bumikan menjadi jiwa dan raga setiap manusia Indonesia.
Dari Sabang sampai Merauke kita akan banyak melihat lebih banyak lagi senyum ramah dan tegur sapa, gotong royong dan tolong menolong, kesantunan bukan anjuran tapi kebiasaan, kepedulian menjadi dorongan.
Dari terbit hingga terbenamnya matahari kita melihat orang-orang berpeluh tanpa mengeluh, berkeringat karena semangat, kerja keras menjadi ibadah, ketaatan menjadi kesadaran, kejujuran menjadi bagian harga diri dan kehormatan.
Wajah mereka adalah wajah Indonesia yang sebenarnya, tangan mereka adalah tangan Indonesia yang sejati, keluhuran budi mereka adalah keluhuran Indonesia yang sesungguhnya.Hari ini kita gemakan, Ini Baru Indonesia"
Manifesto yang berbentuk bait-bait puisi padat makna itu juga dilambungkan bunyinya oleh Ma’ruf Cahyono. Untuk menegaskan bahwa inilah Indonesia. Jika bukan yang tersebutkan di atas, maka itu bukan Indonesia. Atau, bukan nilai-nilai kebangsaan yang dianut oleh Indonesia.
Kebaruan bahasa dan penyampaian ini seketika menjadi seperti ‘nyanyi’ dan ‘puisi’ oleh kalangan blogger yang hadir. Kesan pertama, ini sesuatu yang bagus. Kami menyukainya. Semoga saja Gerakan “Ini Baru Indonesia” ini bisa semakin populer di tengah-tengah masyarakat. Bukan seperti di era Soeharto yang represif. Pengajaran yang minus pengamalan.
Ma’ruf menegaskan bahwa ia menyadari betul peran para blogger dengan independensinya dan dengan segala sudut pandangnya yang begitu beragam akan mampu meng-influence masyarakat banyak untuk menyebarkan nilai-nilai baik yang dikandung Empat Pilar (Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik IndonesiaTahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika). Mereka diharapkan dapat mempromosikan keragaman Indonesia lewat tulisan-tulisan yang cerdas, inspiratif, dan punya kemampuan menarik masyarakat bertindak positif.
“Kemitraan antara MPR RI dan blogger semoga bisa terjalin di masa sekarang dan masa yang akan datang. Apakah itu dalam bentuk formal atau sifatnya kesukarelawanan” harap beliau.
Lebih lanjut beliau mengungkapkan, “MPR RI membutuhkan instrumen yang menjadi penghubung antara MPR dan masyarakat luas”
“kan bagus ya, kalau blogger itu punya jabatan sebagai Public Relation-nya MPR RI” katanya sambil tersenyum. Ia mengatakan ada sekitar ratusan pers yang bertugas khusus meliput kegiatan-kegiatan MPR RI. Jika blogger juga ada, mestinya ini menjadi tawaran kehormatan yang begitu menarik. Tentunya, ini peran yang sangat membanggakan bagi siapa pun itu.
Pada tingkatan paling atas, ketika netizen aktif mampu mengenali dan memahami nilai-nilai kebangsaan dengan baik melalui gerakan “Ini Baru Indonesia” dan ketika gerakan ini sudah menyebar ke mana-mana, saat itulah netizen menjadi sebuah bangunan kokoh yang kita sebut sebagai Pilar Demokrasi.
Saya sempat merekam beberapa untaian kata yang begitu menarik, katakanlah, ini sesuatu yang menyejukkan ketika dibaca. Sebab inilah yang kita inginkan bersama dari sebuah konsep: penerapannya alias praktiknya seperti apa dan bagaimana. Ini dia:
Implementasi Sila 1 (Ke-Tuhanan Yang Maha Esa):
Berhenti Takabur Berhenti Takabur, Mulailah Bersyukur;
Berhenti Saling Merendahkan, Mulailah Menghormati Perbedaan;
Berhenti Menyakiti, Mulailah Menghargai.
Implementasi Sila 2 (Kemanusian Yang Adil dan Beradab):
Stop Marah-Marah, Mulailah Bersikap Ramah;
Berhenti Curiga, Mulailah Menyapa;
Berhenti Berseteru, Mulailah Bersatu;
Berhenti Memaki, Mulailah Memakai Hati
Implementasi Sila 3 (Persatuan Indonesia):
Berhenti Memaksakan, Mulailah Berkorban;
Berhenti Mencari Perbedaan, Mulailah Bergandeng Tangan;
Berhenti Berseteru, Mulailah Bersatu
Implementasi Sila 4 (Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyarawatan Perwakilan):
Berhenti Bersilat Lidah, Mulailah Bermusyawarah;
Berhenti Silang Pendapat; Mulailah Bermufakat;
Berhenti Besar Kepala, Mulailah Berlapang Dada
Implementasi Sila 5 (Persatuan Indonesia):
Berhenti Menang Sendiri, Mulailah Berbagi;
Berhenti Malas, Mulailah Bekerja Keras;
Stop Demonstrasi, Mulailah Toleransi.
Nah, semua orang boleh mengambil perannya masing-masing, terkhusus kepada blogger dan netizen untuk menambah poin-poin di atas sehingga Pancasila menjadi bahan yang kaya maknanya dan melimpah nilainya. Apalagi jika orang-orang dengan inisiatif masing-masing bisa membuat metoda-metoda yang kreatif dan inovatif dengan berbagai varian bergantung segementasinya.
Dari hasil diskusi dengan blogger pada hari itu, Ma’ruf Cahyono mengapresiasi saran dari blogger yang menghendaki adanya bahan-bahan ajar tersebut dengan segmentasi yang berbeda-beda, khususnya yang mendesak di kalangan pelajar sekolah dasar dan menengah.
Usulan ini mencontoh keberhasilan KPK dalam mengadakan dan menyebarkan bahan ajar tentang nilai-nilai kejujuran dan antikorupsi di sekolah-sekolah. Dari yang pernah saya saksikan langsung, buku-buku itu mengandung praktek-praktek role play dan kegiatan keteleladanan sesuai tingkatan jenjang pendidikan. Sangat menarik karena memiliki tokoh dalam bentuk animasi yang dicetak full colour.
Pada dasarnya, poin pendidikannya memang harus cocok. Pengalaman sebelum penjelasan. Jadi, anak-anak diminta bermain peran dulu, beraktivitas dulu, baru kemudian menyusul teorinya. Ini yang akan bertahan lama.
“Metoda pendekatan sosialisasi Empat Pilar MPR (Ini Baru Indonesia) memang senyatanya harus dibuat jadi lebih aplikatif, nyata, kekinian, hingga sampai pada tataran perilaku, bukan hanya sekedar konsep” ujar Ma’ruf Cahyono.
Diskusi juga menyerempet pada bagaiman MPR menilai proses penegakan HAM yang berlangsung di Indonesia. Bapak Sekjend sekali lagi menukil bahwa semua sudah ada aturannya dalam tata kenegaraan. Dalam Bab X Huruf A di Pasal 28 huruf A hingga J dijelaskan dengan gamblang bagaiman prinsip-prinsip negara tentang HAM. Akan tetapi, sangat disayangkan, konsep dan implementasi memiliki kesenjangan yang begitu besar.
Bahkan, terkait isu-isu SARA yang hendak berkembang lebih hebat sekarang ini, MPR punya aturan terkait bagaimana etika kehidupan berbangsa dan juga tantangan kebangsaan kita kedepannya, tidak hanya hari ini. Aturan ini terdapat dalamTAP MPR No.VI Tahun 2001. Sekali lagi, ya, cuma konsep.
Makanya, hari-hari ini, banyak yang datang ke MPR menanya soal aksentuasi GBHN (Garis-Garis Besar Haluan Negara), yang mesti diadakan kembali. Ma’ruf Cahyono secara pribadi berpendapat bahwa negata kita memerlukan sebuah instrumen untuk mencapai tujuan negara.
“meski namanya nanti bukan GBHN, tetapi yang namanya haluan/tujuan negara itu harus ada. Juga bagaimana tahapan pembangunan karakter bangsa, ideologi, politik, dan tak kalah penting adalah internalisasi, engineering terhadap nilai-nilai itu” tegas Ma’ruf.
Terakhir, Sekjend MPR mengharapkan lembaga yang dipimpinnya dapat menjadi Rumah Kebangsaan seperti yang diinginkan. Terlebih sudah ada Lembaga Pengkajian MPR yang dibentuk tahun 2015 untuk menjadi wadah learning processdimana dibahas seluruh dimensi strategis kehidupan berbangsa, values, dan karakter yang berguna untuk mengimplementasikan tata kenegaraan yang cemerlang.
Perbincangan lebih lanjut menekankan agar lembaga MPR perlu menggandeng komunitas-komunitas kebangsaan yang tersebar di berbagai daerah untuk memperkaya nilai-nilai yang terkandung dalam Empat Pilar. Istilahnya, kalau dulu Pancasila sebagai filosofische grondslagdiramu dari hasil ideologi dan pemikiran yang berkembang di dunia saat itu.
Nah sekarang nilai dan karakter yang terkandung dalam Pancasila harusnya diperkaya dengan meramu keragaman karakter lokal dari masyarakat Indonesia sendiri. Meramu nilai-nilai baik dari Sabang hingga Merauke.
Nah, Selamat ber-Pancasila
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H