Ada slogan berbahasa Arab, "al-harakah barakah". Artinya, bergerak itu berkah. Bergerak itu ternyata penting sekali. Diyakini, banyak gerak, banyak juga manfaatnya. Semakin bergerak, maka semakin sehat.Â
Rezeki pun akan mendekat, dan menghampiri kita, karena ada proses bergerak, dan mau menjemputnya. Jangan suka bermimpi dapat rezeki nomplok, gubrak jatuh dari langit, tanpa berusaha, mau bergerak, dan menjemputmya.
Ibarat air, kata Imam Syafi'i, salah satu ulama mazhab fikih, jika terus bergerak dan mengalir, maka ia akan menyehatkan. Sebaliknya, jika air itu diam dan mandeg, justru mengundang bibit penyakit dan berbahaya. Nyamuk suka sekali bersarang dan berkembang biak di kubangan air yang diam dan mandeg seperti itu.
Contoh yang lain, kurang gerak, atau hanya sekian detik (sebentar berarti) saja mampu bergerak dan berdiri tegak alias menderita ejakulasi dini bagi seorang suami, maka ditengarai bisa berakibat fatal. Karena seorang istri akan sulit merasakan, bahkan gagal menikmati orgasme, puncak kenikmatan bercinta. Dan tidak jarang gara-gara ini, istri tidak segan-segan melayangkan gugatan cerai ke pengadilan.
Lain lagi dengan yang saya pernah alami. Pada dekade yang lalu, saya pernah mengidap sakit yang lumayan merepotkan aktivitas keseharian saya, karena jarang gerak (jager) dan kurang minum (kurmin). Inilah cerita sakit yang pernah mendera saya dan nyaris berujung meatotomy itu.
Adalah berawal dari sakit yang luar biasa di sekitar pinggang saya agak ke belakang di atas pinggul. Mulanya saya pikir, ini sakit biasa-biasa saja. Paling banter masuk angin, atau kalau tidak, cuma gejala maag. Maka saya biasanya minum obat maag atau obat tolak angin, bisa juga karena masih menganut cara tradisional, pilihannya adalah dikerok untuk mengatasi gejala masuk angin.
Tapi ternyata sakitnya tetap tidak reda-reda. Masih terasa, dan sakit luar biasa. Sakitnya itu, dokter sempat bilang, seperti seorang ibu yang melahirkan secara normal--bayangkan saja bagi ibu-ibu yang pernah melahirkan normal, bukan operasi caesar, seperti itulah rasa sakitnya.
Akhirnya, karena rasa sakitnya tidak mereda, terpaksa saya ke rumah sakit. Masuk ke ruang Unit Gawat Darurat (UGD). Hasil pemeriksaan dokter, diprediksi, dan ini baru diagnosa awal, bahwa sakit saya disebabkan batu ginjal.Â
Untuk memastikannya, mesti dilakukan pemeriksaan melalui laboratorium lebih dulu, dan ditangani oleh dokter spesialis urologi. Sebagai penanganan pertama, dokter memberi semacam obat penghilang rasa sakit (analgesik, obat untuk meredakan rasa nyeri tanpa mengakibatkan hilangnya kesadaran).Â
Selang beberapa menit, benar rasa sakitnya mereda. Setelah itu saya boleh pulang dari rumah sakit dengan catatan sebagaimana pesan dokter, saya harus kembali lagi ke rumah sakit pada hari yang ditentukan sesuai jadwal praktik dokter urologi.
Dan di hari berikutnya, sesuai jadwal waktu yang sudah ditentukan untuk kontrol lagi ke rumah sakit, saya langsung ditangani oleh dokter spesialis urologi.Â
Setelah dicek melalui ultrasonografi (USG), akhirmya berdasarkan diagnosa dokter bahwa saya divonis sakit akibat batu ginjal.
Hampir dua belas bulan lamanya, di samping saya berkutat dengan sakit, dan mesti bolak-balok kontrol seminggu sekali ke rumah sakit, juga saya harus tetap berangkat kerja.Â
Saya melewati hari-hari saya kala itu dengan sesekali sakitnya kambuh dan menyerang pinggang saya. Sakit minta ampun, berkunang-kunang mata saya, dan nyaris pingsan. Saya lunglai, berserah diri seakan-akan saya merasa, inilah mungkin tiba saatnya Malaikat Izrail menjemput saya.
Kalau sudah begitu, saya buru-buru harus diberi obat penghilang sementara rasa sakit atau analgesik. Syukur saja, saya disarankan dan diizinkan oleh dokter untuk stok obat penghilang rasa sakit itu dengan membeli sendiri. Maksud dokter, agar saya tidak repot-repot kontrol ke rumah sakit.
Belum lagi saya sebentar-sebentar harus bolak-balik Ä·e kamar kecil. Karena saya kebelet kencing melulu. Ribet!
Orang sering bilang dengan istilah, kencing saya anyang-anyangan--keluarnya air seni terlalu sering, biasanya (tidak selalu) disertai rasa nyeri. Karena efek batu ginjal yang tampaknya sudah turun ke saluran kemih saya. Lalu membuat urine saya terhambat keluar.
Alhamdulillah, melalui penanganan pengobatan secara medis, juga dibarengi dengan pengobatan herbal tradisional warisan nenek moyang kita, secara rutin setiap hari minum godokan daun kumis kucing dan daun keci beling (pecah beling), yang diracik sendiri secara telaten oleh istri saya tercinta, akhirnya batu ginjal saya keluar bareng urine. Plong, bahagia rasanya saya merdeka dari gangguan sakit akibat batu yang menggerinjal selama ini.
Namun sayang, ternyata kebahagiaan saya hanya sebentar, pada awal tahun baru 2018, saya merasakan sakit lagi. Pinggang saya agak ke belakang di atas pinggul, sakit luar biasa, persis seperti dulu. Saya langsung menduga gangguan batu ginjal saya datang lagi.
Tidak sampai pikir panjang, saya buru-buru kontrol ke rumah sakit. Saya ketemu lagi dokter spesialis urologi yang sama, yang menangani saya selama ini. Kembali lewat ultrasonografi (USG) seperti dulu, benar saja dokter urologi menyatakan bahwa masih ada batu ginjal dengan ukuran kecil sekitar 2 (dua) milimeter.
Berhubung ukuran batunya kecil, dokter menyarankan, ditembak laser saja. Istilah medisnya, tindakan itu bernama ESWL. Saya mengiakan saja, manut, demi kebaikan dan kesehatan saya.
Tanggal 04 Januari 2018, saya kali pertama mendapat tindakan medis bernama ESWL sebagai ikhtiar mengatasi gangguan sakit akibat batu ginjal.
ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) adalah tindakan memecah batu yang ditembakkan dari luar tubuh dengan menggunakan gelombang kejut yang dapat memecahkan batu menjadi pecahan yang halus, sehingga pecahan tersebut dapat keluar bersama dengan air seni.
Singkat cerita, setelah saya mendapatkan penanganan lewat "tembak laser" atau ESWL itu, saya berharap batu ginjalnya hancur halus berkeping-keping dan terbawa lewat air seni.
Selang beberapa minggu, saya kontrol, ternyata batu ginjalnya masih ada. Akhirnya, dilakukan ESWL ulang. Setelah tindakan ESWL yang kali kedua ini, kembali kontrol dan dilihat lewat USG, dokter menyatakan batunya sudah tidak ada. Bersih. Saya sangat bersyukur. Alhamdulillah.
Namun, beberapa hari kemudian, saat saya buang air kecil, saya merasakan ada yang aneh di saluran kemih saya, kok ada sesuatu yang mengganjal, menghambat, dan menutupi jalan keluar air seni.Â
Dari situ, saya kontrol lagi. Akhirnya ketahuan bahwa di saluran kemih saya, persis di ujung penis ada batu agak besar melebihi lubang saluran kemih. Makanya pantesan agak sakit dan terhambat kencing saya. Dokter menyarankan, bahwa jalan satu-satunya, mesti diambil tindakan meatotomy.
Mendengar kata meatotomy, saya tanya dokter, tindakan medis macam apa lagi itu. Ternyata, meatotomy adalah tindakan medis yang bertujuan untuk memperlebar saluran uretra.Â
Pelebaran ini biasanya dilakukan pada ujung penis. Semacam operasi atau bedah kecil. Setelah operasi meatotomy ini pun, pasien biasanya sudah boleh langsung pulang. Tidak perlu lagi dirawat inap.
Saran dokter kali ini tidak saya gubris. Saya merasa harus pikir-pikir dulu. Saya agak khawatir dan ngeri harus dibedah. Saya membayangkan kejadian masa silam akan terulang ketika masa kecil dulu: Disunat. Dan sekarang saya akan disunat lagi. Seperti istri dan anak-anak saya berseloroh.
Akhirnya, saya urungkan mengikuti saran dokter untuk dilakukan meatotomy. Saya tetap "waiting for Godot" atau percaya pada keajaiban dan kehendak Tuhan yang berbicara lain melampaui kehendak manusia, termasuk dokter. Berharap, batu itu akan keluar dengan sendirinya.
Yang ditunggu itu akhirnya benar datang juga, atas kehendak Tuhan, batu itu akhirnya bosan juga menetap di saluran kemih saya, dengan sadar, keluar dengan sendirinya.Â
Hari itu tepat tanggal 30 September 2019, saya sempat mengabadikan kesyukuran dan kebahagiaan atas kemerdekaan saya lepas dari penjajahan batu ginjal selama ini, dengan menulis puisi-puisian nan receh di sini, "Meatotomy, Tuhan Pun Bisa Berkata Lain".
Sekarang saya sudah benar-benar merdeka dari gangguan batu ginjal. Semoga tuntas, benar-benar bersih, dan tak pernah datang lagi mendera dan menjajah saya.
Dari rekam jejak medis saya ini, saya selalu ingat pesan dokter urologi saya setiap kali kontrol dan perawatan saat itu, agar saya banyak olahraga, gerak-gerak, loncat-loncat, dan jangan lupa, banyak minum air putih.
Jarang gerak (jager) dan kurang minum (kurmin) ternyata bisa-bisa berakibat kurang baik, bahkan bisa jadi fatal bagi kesehatan tubuh kita.
Jadi, "jager kurmin" itu bukan nama orang ya. Tapi, singkatan yang saya buat sendiri, kepanjangan dari "jarang gerak kurang minum". Demikian.Â
Ayo tetap selalu bergerak, berolahraga, biasakan banyak minum air putih, jaga pola makan dan pola hidup sehat, biar tetap bugar dan sehat selalu.Â
Yang murah meriah saja, bisa lewat berbagai cara. Jalan santai, bersepeda ria, loncat-loncat sambil memasukkan bola ke keranjang di pekarangan rumah, menari (senam) poco-poco, Senam Kesegaran Jasmani (SKJ)--senam jadul banget ini, senamnya generasi X atau Y, ngegym (malah mahal kayaknya), senam aerobik, TikTok-an mungkin, atau yang suka joget, berjoget dangdut juga tidak apa-apa. Ayo tarik, maaang!
Baca juga: Bermula dari Batu Ginjal, Akankah Berujung Meatotomy?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H