Konon, ganasnya gelombang tsunami menerjang kawasan ini, tingginya mencapai 5 - 10 meter. Masih ingat saat itu beredar video detik-detik tsunami menerjang dan meluluhlantakkan sebuah konser group band kenamaan di pantai Tanjung Lesung? Begitulah dahsyatnnya terjangan gelombang tsunami saat itu.
Sekilas gambaran sederhananya tentang tsunami di kawasan pesisir pantai Selat Sunda itu terjadi akibat erupsi Gunung Anak Krakatau adalah peristiwa langka. Karena biasanya, tsunami terjadi diawali oleh gempa bumi.
Tapi tsunami ini terjadi karena erupsi yang terus menerus dan menyebabkan separuh "tubuh gemuk" Gunung Anak Krakatau terbelah dan berguguran jatuh menimpa air laut, sehingga menyebabkan gelombang air laut bergerak cepat dan meninggi menerjang pesisir, dan apa saja yang ada. Dengan kata lain, itulah tsunami.
Makanya saat itu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) sempat typo, dan harus meralat informasi awal apa yang terjadi di kawasan Selat Sunda itu dinyatakan bukan tsunami, tetapi sekadar gelombang tinggi biasa akibat cuaca dan cahaya bulan, dengan membenarkan adanya peristiwa tsunami.
Dari sejak itu, sekarang pun kesan trauma tsunami publik atau wisatawan sudah kadung tercipta dan merasuk ke pikiran mereka, sehingga enggan berwisata ke pantai Anyer dan kawasan pantai sekitarnya sepanjang Selat Sunda itu.
Ayo ke Pantai Anyer, Rasakan Cita Rasa Bali
Padahal, kenyataannya pantai Anyer, dan sekitarnya itu tidak ada yang perlu dikhawatirkan, aman dan insya Allah, tak ada tsunami lagi lantaran erupsi Gunung Anak Krakatau. Mudah-mudahan Gunung Anak Krakatau tidak "murka" lagi.
Yang jelas, sekarang tampaknya sudah mulai ramai kembali wisatawan yang berkunjung ke pantai Anyer.
Suasananya sudah mulai berubah. Seperti yang saya saksikan sendiri, perekonomian masyarakat dalam mengais rezeki dari wisata pantai sudah mulai menggeliat dan pulih dari kelesuan bisnis wisata pantai.
Badan Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (BVMBG) selalu menyampaikan aktivitas Gunung Anak Krakatau, statusnya, dan rekomendasi untuk masyarakat atau wisatawan secara periodik lewat media sosial (terutama twitter).Â
Perkembangan terakhir tertanggal 19 - 20 Oktober 2019, misalnya, Gunung Anak Krakatau, sampai sekarang pun masih mengeluarkan erupsi, tapi nyaris tidak nyaring dan hampir tak terdengar suara dentuman.Â