Dalam konteks membaca al-Qur'an, Nabi Muhammad diperintahkan untuk menirukan Jibril, bukan untuk mengucapkan dengan cepat agar bisa segera menguasainya. QS. Al-Qiyamah ayat 16-18 menegaskan bahwa Nabi Muhammad diberi kemampuan untuk menghafal dan menyampaikan al-Qur'an dengan baik oleh Allah, dan beliau tidak diperintahkan untuk menyampaikannya dengan cepat, tetapi untuk memperhatikan dengan seksama dan menirukan dengan penuh ketelitian apa yang dibacakan oleh Jibril.
() () ()
Artinya: Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (membaca) Al Quran karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya. (16) Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya. (17) Apabila Kami telah selesai membacakannya maka ikutilah bacaannya itu. (18) (al-Haqqah)
Ayat init turun karena pada waktu itu Muhammad tidak segera mendapatkan wahyu dari Allah dan setan menggoda Muhammad supaya asal bicara. Kemudian ayat ini turun dan Jibril meminta untuk Muhammad tetap menunggu wahyu dari Allah.
Ayat- ayat diatas sebagai pendukung yang menunjukkan bahwa konteks sebenarnya dalam surat an-Nahl ayat 98 bukanlah ayat tentang hukum yang dijadikan landasan dalam membaca ta'awuz, namun ayat ini merupakan ayat historis yang berisi instruksi khusus kepada Nabi Muhammad.
Histori Turunnya Surat an-Nahl Ayat 98
Pada masa awal kenabian Nabi Muhammad, ketika al-Qur'an masih belum dibukukan dan disampaikan kepada umat secara luas, masyarakat Arab sering kali mencurigai asal-usul wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad. Mereka bahkan menuduh beliau sebagai orang yang kerasukan jin atau majnun, terutama karena kemampuan luar biasa Nabi dalam menyampaikan ayat-ayat yang indah dan penuh makna.
Saat itu, penyair-penyair Arab sering melakukan praktik spiritual di lembah-lembah untuk mencari inspirasi dari jin-jin, yang kemudian mereka sampaikan sebagai syair kepada masyarakat. Praktik ini membuat masyarakat menjadi waspada dan mencurigai setiap kegiatan yang dilakukan Nabi Muhammad. Mereka menggap nabi Muhammad melakukan hal yang seperti itu juga, mendapatkan ayat dari jin atau syaitan.
Namun, kesimpulan tersebut tidaklah tepat. Nabi Muhammad tidaklah bersyair seperti para penyair, melainkan membawa wahyu ilahi yang luar biasa dan berbeda dari apa yang biasa mereka dengar. Ketika Nabi Muhammad mulai menyampaikan ayat-ayat al-Qur'an, orang-orang terkesima oleh keindahan dan kebenaran yang terkandung di dalamnya, sehingga memunculkan rasa kagum dan kebingungan di kalangan mereka.
Dalam QS. Al-Qalam ayat 2, Allah menegaskan bahwa Nabi Muhammad bukanlah seorang majnun dan bahwa al-Qur'an bukanlah hasil perkataan jin, melainkan wahyu yang benar-benar datang dari Allah. Hal ini merupakan penegasan yang kuat terhadap kesucian wahyu yang diterima oleh Nabi Muhammad, serta menolak segala tuduhan yang dilemparkan oleh kaum musyrikin pada masa itu.
Artinya: berkat karunia Tuhanmu engkau (Nabi Muhammad) bukanlah orang gila.