Mohon tunggu...
Mohammad Rafi Azzamy
Mohammad Rafi Azzamy Mohon Tunggu... Penulis - Seorang Pelajar

Menjadi manusia yang bersyukur dengan cara bernalar luhur dan tidak ngelantur | IG : @rafiazzamy.ph.d | Cp : 082230246303

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Memahami Hoax yang Disebarkan Sekolah Melalui Promosinya

4 Februari 2022   05:13 Diperbarui: 7 Februari 2022   00:28 2219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bagaimana Mungkin Sekolah Mengajarkan Kejujuran Bila Yang Dilakukannya Adalah Kebohongan"

Saat saya sedang di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP) sekitar 3 tahun lalu, saya mendapati brosur promosi suatu sekolah SMK yang amat bagus, melihat brosur promosi yang sedemikian rupa saya tentu merasa tertarik tuk melanjutkan sekolah di sana.

 Sebelum masuk sekolah tersebut, saya mendapat testimoni dari kawan saya yang kawannya bersekolah di sana, katanya sekolah SMK tersebut tak sebagus promosinya, saya mencoba khusnudzhon atau positif thinking dan tak memperdulikan perkataan teman saya, toh tak mungkin sekolah yang latar belakangnya adalah persyarikatan Islam berani berbohong dalam promosinya.

 Setelah saya putuskan tuk bersekolah di sana, lalu melakukan pendaftaran hingga masuk ke sekolah SMK tersebut, lambat laun saya heran dan merasakan banyak kejanggalan-kejanggalan dalam sekolah baru saya, banyak hal yang tak sesuai dengan promosi yang saya baca. Karena saya merasa ditipu oleh sekolah dan tak ingin ada korban selanjutnya, selama hampir 3 tahun ini saya memutuskan tuk mengungkap tipu daya yang mereka sebarkan pada calon murid-muridnya.

 Apalagi baru saja sekolah saya mengadakan seminar atau kajian bertemakan "Bijak Menggunakan Sosial Media" yang mengungkit bahaya hoax dan semacamnya. Apakah sekolah tidak berkaca diri? Bukankah mereka juga menebar hoax lewat promosi? Di sini jelas penting rasanya tuk menganalisis informasi yang ada sekecil apapun bentuknya.

Membaca Kebohongan Dalam Promosi Sekolahan


 Umberto Eco mengatakan bahwa bahasa adalah alat tuk berbohong, hal demikian dijustifikasi oleh Jaques Lacan melalui pernyataannya :

"Tak ada kebenaran semenjak memasuki kesadaran"

Tak ada kebenaran karena manusia selalu terjerat oleh bahasa yang membohonginya, makna bisa diselewengkan kemana-mana sehingga kebenaran kabur keberadaannya.

  Kebohongan dapat diciptakan melalui informasi yang diselewengkan dalam suatu fenomena sehingga menggeser makna yang ada, semisal fenomena promosi sekolah yang dalam brosurnya dicantumkan gambar gedung megah dan guru-guru cendekia dengan tulisan menggoda "86% alumni langsung kerja" namun pada kenyataannya tak demikian, guru-gurunya memiliki kapasitas di bawah rata-rata, gedung megah yang dicantumkan belum selesai dalam tahap pembangunan dan persentase alumni lolos kerja tak sedemikian banyaknya.

Sumber :  Edit Sendiri
Sumber :  Edit Sendiri
Di sini sekolah menciptakan kebohongan melalui permainan bahasa (virtual-tekstual), dengan menggunakan gambar gedung megah dan narasi-narasi hiperbola yang dapat menimbulkan citra dalam bayangan manusia (antusias tuk daftar masuk sekolah tersebut). Mengapa sekolah rela sampai melakukan kebohongan demi promosinya? Hal ini dapat dibaca melalui kepentingan yang ada pada sistem sekolah.

Manipulasi Informasi Demi Kejar Target Kapitalisasi

Salah satu kasus kepentingan sekolah (di luar pendidikan) dapat dibaca melalui mantan kepala sekolah saya adalah orang yang cukup terpandang karena keahlian beliau dalam memanipulasi dan mengendalikan informasi, dalam salah satu seminarnya beliau mengatakan bahwa "Kepala sekolah sukses adalah mereka yang sekolahnya banyak muridnya" sontak saya kaget mendengar pernyataan beliau ini, terkesan betul seolah-olah eksistensi dari kepala sekolah adalah subjek yang mencari murid di sekolahnya sebanyak-banyaknya bagaimanapun caranya.

 Kita bisa mempertanyakan untuk apa memiliki  ambisi mencari murid sebanyak-banyaknya? Jawaban singkatnya jelas kejar target kapital dan bersaing dengan sekolah-sekolah lainnya, benar memang bahwa sekolah akan mati bila tak ada muridnya, tapi akan salah bila menganggap tujuan berdirinya sekolah adalah mencari murid sebanyak-banyaknya.

 Fungsi dasar sekolah sebagai institusi pendidikan adalah untuk menerapkan visi-misi pendidikan seperti mencerdaskan bangsa, melakukan liberasi-homonisasi-humanisasi, secara filosofis sekolah akan dikatakan berhasil bila ia dapat memenuhi fungsi-fungsinya, bukan malah mengesampingkan fungsi-fungsinya dasarnya lalu mengejar hasrat kapitalisasi miliknya (mencari murid banyak tuk memperindah bangunan bukan memperkokoh pikiran).

2-61fc5206b4616e611128d692.png
2-61fc5206b4616e611128d692.png

Virlio dalam penjelasannya tentang dromologi memaparkan bagaimana kita seolah dikejar percepatan sehingga melupakan kedalaman, sekolah-sekolah sekarang juga dikejar oleh dromologi dunia, tuntutan kapitalis, persaingan antar sekolah, yang mana hal tersebut menjauhkan sekolah dari kedalamannya sebagai institusi pendidikan. Buat apa sekolah-sekolah itu bersaing memperebutkan murid? Bukankah amanah sekolah itu adalah untuk pendidikan bukan sekedar mengumpulkan orang untuk uang?.

Melihat Bagaimana Hoax Milik Sekolah Bekerja


 Tuntutan kapitalisme terhadap sekolah tuk memperbanyak muridnya membuat sekolah harus menghalalkan berbagai cara, semisal dengan kebohongan yang berbentuk hoax seperti yang kita lihat dalam paragraf-paragraf sebelumnya, tentu menjadi pertanyaan kita semua terkait bagaimana menghentikan hoax yang disebar oleh sekolah.

 Dalam rangka menghentikan hoax yang disebar oleh sekolah, kita patut mengetahui terlebih dahulu bagaimana hoax tersebut bekerja. Dalam paragraf sebelumnya kita memahami bahwa hoax sejatinya permainan bahasa yang objek permainannya ialah informasi, Richard Broodie menjelaskan bahwa informasi yang kumpulannta disebut sebagai meme dapat ditularkan dari manusia kepada manusia yang lainnya.

 Penularan meme/informasi ini dapat terjadi apabila meme/informasi yang ditularkan diterima oleh kesadaran, penerimaan kesadaran akan meme/informasi disebabkan oleh menariknya meme/informasi yang diterima. 

Semisal kita lihat ada informasi terkait sekolah A yang bagus karena gedungnya megah, ada pula informasi terkait sekolah B yang bagus karena gurunya, di sini secara akademis jelas sekolah B yang harusnya dipilih, namun kesadaran manusia menerima ketertarikan lain dan malah memilih sekolah A karena lebih menarik.

 Informasi itu bekerja di dalam media, baik media tulis, cetak, maupun media digital. Hoax bekerja dengan memanipulasi informasi melalui media, Jean Baudrillard menjelaskan bahwa media tak pernah sama persis dengan realitas, karena media sejatinya hanyalah pengantar realitas bukan realitas itu sendiri atau bisa disebut bahwa media itu adalah hyper-realitas.

3-61fc521bbb448641782edb63.png
3-61fc521bbb448641782edb63.png

Sekolah dapat memanipulasi informasi melalui media yang ada, menyelewengkan realitas yang ada dan membuat realitas baru, semisal dalam realitas nyata gedung sekolah itu biasa saja, namun sekolah dapat menggunakan gambar gedung lain tuk ditaruh di media sehingga menyelewengkan realitas sesungguhnya, di sinilah hoax bekerja.

Strategi Melawan Hoax Yang Disebarkan Oleh Sekolah


 Manipulasi informasi yang dilakukan sekolah dapat diketahui ketika kita mengetahui realitas yang sebenarnya, di sini kita dapat melawan bahkan menghentikan hoax yang disebarkan oleh sekolah.

 Caranya adalah membuat informasi tandingan sebagai kontra-informasi untuk sekolah, jika sekolah dalam promosinya mengeklaim bahwa mereka memiliki metode pembelajaran yang baik dan menarik, kita yang mengetahui realitas sebenarnya tinggal membuat informasi tandingan bahwa metode pembelajaran di sekolah tersebut membosankan sehingga membuat tingkat bolos murid naik.

 Jika sekolah menggunakan media sosial sebagai wadah hoax mereka, maka kita juga dapat menggunakan media sosial yang sama tuk mengungkap kebohongan mereka. Perang informasi inilah yang dapat kita lakukan tuk melawan kebohongan sekolah, dengan mengungkap informasi sesungguhnya kita dapat mencegah manusia selanjutnya terperangkap.

 Sebenarnya saat saya menerima informasi terkait sekolah saya yang bagus, saya sudah mendapat kontra-informasi dari teman saya bahwa sekolah yang akan saya tempati itu biasa saja, namun saya memilih percaya pada informasi dari sekolah karena pengaruh informasinya yang besar.

 Dari fenomena saya ini dapat kita lihat bahwa informasi/meme dapat diperkuat oleh siapa yang membawanya, kita dapat masuk teori modal dari Pierre Bordeau dalam memahaminya, Bordiau menjelaskan teorinya tentang modal milik manusia yang berpengaruh sebagai kekuatan sosial mereka, ada 3 modal di sini :

-Modal Ekonomi : Saat manusia memiliki komoditas ekonomi yang berlebih ia dapat lebih diakui
-Modal Sosial : Saat manusia memiliki posisi dalam struktur sosial seperti tokoh masyarakat, ia lebih diakui

-Modal Kultural : Saat manusia dijadikan panutan oleh sesamanya seperti influencer ia memiliki pengaruh yang besar
Dalam upaya perlawanan manipulasi informasi oleh sekolah, kita dapat menimbang strategi perlawanan informasi dengan teori modal ini, informasi kita takkan dipercaya bila kita tak memiliki modal tersebut, dan malah kita yang dapat dikira memfitnah sekolah.

4-61fc524687000067375863a2.png
4-61fc524687000067375863a2.png

  Sekolah memiliki modal (bisa pendidikan atau agama) yang mereka manfaatkan tuk menebar informasi guna memperkuat pengaruh mereka, kita akan kalah jika tak memiliki modal, oleh karena itu kita harus memperkuat modal yang kita miliki agar informasi yang kita bawa dapat diakui dan dipercaya, atau kita dapat menggandeng orang yang berpengaruh sebagai peningkat modal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun