Kita bisa mempertanyakan untuk apa memiliki  ambisi mencari murid sebanyak-banyaknya? Jawaban singkatnya jelas kejar target kapital dan bersaing dengan sekolah-sekolah lainnya, benar memang bahwa sekolah akan mati bila tak ada muridnya, tapi akan salah bila menganggap tujuan berdirinya sekolah adalah mencari murid sebanyak-banyaknya.
 Fungsi dasar sekolah sebagai institusi pendidikan adalah untuk menerapkan visi-misi pendidikan seperti mencerdaskan bangsa, melakukan liberasi-homonisasi-humanisasi, secara filosofis sekolah akan dikatakan berhasil bila ia dapat memenuhi fungsi-fungsinya, bukan malah mengesampingkan fungsi-fungsinya dasarnya lalu mengejar hasrat kapitalisasi miliknya (mencari murid banyak tuk memperindah bangunan bukan memperkokoh pikiran).
Virlio dalam penjelasannya tentang dromologi memaparkan bagaimana kita seolah dikejar percepatan sehingga melupakan kedalaman, sekolah-sekolah sekarang juga dikejar oleh dromologi dunia, tuntutan kapitalis, persaingan antar sekolah, yang mana hal tersebut menjauhkan sekolah dari kedalamannya sebagai institusi pendidikan. Buat apa sekolah-sekolah itu bersaing memperebutkan murid? Bukankah amanah sekolah itu adalah untuk pendidikan bukan sekedar mengumpulkan orang untuk uang?.
Melihat Bagaimana Hoax Milik Sekolah Bekerja
 Tuntutan kapitalisme terhadap sekolah tuk memperbanyak muridnya membuat sekolah harus menghalalkan berbagai cara, semisal dengan kebohongan yang berbentuk hoax seperti yang kita lihat dalam paragraf-paragraf sebelumnya, tentu menjadi pertanyaan kita semua terkait bagaimana menghentikan hoax yang disebar oleh sekolah.
 Dalam rangka menghentikan hoax yang disebar oleh sekolah, kita patut mengetahui terlebih dahulu bagaimana hoax tersebut bekerja. Dalam paragraf sebelumnya kita memahami bahwa hoax sejatinya permainan bahasa yang objek permainannya ialah informasi, Richard Broodie menjelaskan bahwa informasi yang kumpulannta disebut sebagai meme dapat ditularkan dari manusia kepada manusia yang lainnya.
 Penularan meme/informasi ini dapat terjadi apabila meme/informasi yang ditularkan diterima oleh kesadaran, penerimaan kesadaran akan meme/informasi disebabkan oleh menariknya meme/informasi yang diterima.Â
Semisal kita lihat ada informasi terkait sekolah A yang bagus karena gedungnya megah, ada pula informasi terkait sekolah B yang bagus karena gurunya, di sini secara akademis jelas sekolah B yang harusnya dipilih, namun kesadaran manusia menerima ketertarikan lain dan malah memilih sekolah A karena lebih menarik.
 Informasi itu bekerja di dalam media, baik media tulis, cetak, maupun media digital. Hoax bekerja dengan memanipulasi informasi melalui media, Jean Baudrillard menjelaskan bahwa media tak pernah sama persis dengan realitas, karena media sejatinya hanyalah pengantar realitas bukan realitas itu sendiri atau bisa disebut bahwa media itu adalah hyper-realitas.
Sekolah dapat memanipulasi informasi melalui media yang ada, menyelewengkan realitas yang ada dan membuat realitas baru, semisal dalam realitas nyata gedung sekolah itu biasa saja, namun sekolah dapat menggunakan gambar gedung lain tuk ditaruh di media sehingga menyelewengkan realitas sesungguhnya, di sinilah hoax bekerja.
Strategi Melawan Hoax Yang Disebarkan Oleh Sekolah
 Manipulasi informasi yang dilakukan sekolah dapat diketahui ketika kita mengetahui realitas yang sebenarnya, di sini kita dapat melawan bahkan menghentikan hoax yang disebarkan oleh sekolah.
 Caranya adalah membuat informasi tandingan sebagai kontra-informasi untuk sekolah, jika sekolah dalam promosinya mengeklaim bahwa mereka memiliki metode pembelajaran yang baik dan menarik, kita yang mengetahui realitas sebenarnya tinggal membuat informasi tandingan bahwa metode pembelajaran di sekolah tersebut membosankan sehingga membuat tingkat bolos murid naik.