Mohon tunggu...
Mohammad Rafi Azzamy
Mohammad Rafi Azzamy Mohon Tunggu... Penulis - Seorang Pelajar

Menjadi manusia yang bersyukur dengan cara bernalar luhur dan tidak ngelantur | IG : @rafiazzamy.ph.d | Cp : 082230246303

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Menjawab Kontradiksi Mahabesar Tuhan

7 Maret 2021   01:55 Diperbarui: 7 Maret 2021   02:01 1020
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : Khazanah Al-Qur'an

 

Tuhan selalu menjadi topik yang amat sangat menarik perbincangan, perdebatan mengenai eksistensinya juga selalu seru, wujudnya tak pernah kita lihat, tapi kita bisa percaya akan keberadaannya, terlepas hal tersebut bias dogma atau investigasi intuitif. 

Paradoks Tuhan

Namun, pernahkah kita melihat topik paradoksal di dalam pembahasan mengenai ketuhanan? Yang mana hipotesis paradoks tersebut muncul karena sifat abstrak yang ada pada makna Tuhan, contoh paradoksnya :

"Jikalau Tuhan maha pengampun, kenapa harus ada hari pembalasan?"

Atau bisa juga argumen Averos yang terkenal ini :

"Jikalau Tuhan mahakuasa dan mahabesar, mampukah Tuhan menciptakan sesuatu yang lebih besar darinya, sehingga ia tak kuasa mengangkatnya?"

Dan masih banyak paradoks yang lainnya, kedua paradoks Tuhan di atas, telah terjawab (walau masih absurd) dan ditemukan anti-tesisnya. Misalnya, paradoks pertama mengenai sifat mahapengampun Tuhan dan keberadaan hari pembalasan, hal tersebut bisa dijawab dengan hipotesis 'Hari pembalasan adalah bentuk pengampunan Tuhan', atau bisa dengan anologi bahwa manusia ibarat murid yang diuji oleh gurunya, perihal lulus tidaknya, tiap individu memiliki kehendaknya.

 Lalu paradoks yang kedua, mengenai sifat mahakuasa dan mahabesar Tuhan dan apakah Tuhan dapat menciptakan yang lebih besar dan kuasa darinya. Paradoks ini dapat dijawab dengan bantahan bahwa paradoks tersebut bersifat kontradiktif, karena Tuhan dalam kalimat tersebut diakui sebagai sosok yang mahakuasa dan mahabesar, sesuatu yang mahabesar dan mahakuasa sendiri sudahlah menjadi keunggulan absolut dan tak ada yang menyainginya. 

Tapi paradoks tersebut justru menempelkan kalimat tanya yang berlawanan dengan kalimat awalnya, karena paradoks itu menaruh Tuhan sebagai sosok yang mahakuasa dan mahabesar, otomatis pertanyaan tersebut hanya dapat diajukan ketika kalimat mahakuasa dan maha besar dihilangkan.

Tapi ada sebuah paradoks yang saya temukan ketika ada kajian filsafat mengenai keberadaan Tuhan bersama salah satu komunitas filsafat di Indonesia, ketika mendengar paradoksnya membuat saya langsung berdebar tuk menemukan jawabannya dan menyimpannya di kepala saya, paradoks tersebut bernama 'Kontradiksi Mahabesar'.

Kontradiksi Mahabesar

Seorang filsuf Inggris yang lahir di Jepang bernama Yujin Nagasawa mendapat banyak perhatian para pemikir ketika ia mengenalkan gagasannya yang bernama 'Maximal God', dimana gagasan tersebut berangkat dari suatu paradoks yang ia sebut sebagai 'Kontradiksi Mahabesar', yang mana paradoks tersebut berbunyi :

1. Kontradiksi mahakuasa dan mahabaik : Dapatkah Tuhan berbuat seperti Stalin? Jikalau Tuhan dapat berbuat seperti Stalin, maka Tuhan tak mahabaik, jikalau Tuhan tak dapat berbuat seperti Stalin maka Tuhan tak mahakuasa.

2. Kontradiksi mahakuasa dan mahatahu : Dapatkah Tuhan berubah pikiran? Jikalau Tuhan dapat berubah pikiran, maka Tuhan tak maha tahu karena dia meralat pengetahuannya, kalau Tuhan tak dapat berubah pikiran, maka Tuhan tak mahakuasa.

3. Kontradiksi mahatau dan mahabaik : Taukah Tuhan rasanya mencuri? Jikalau Tuhan tau rasanya mencuri, berarti Tuhan tak mahabaik karena ia pernah mencuri, jikalau Tuhan tak tau rasanya mencuri berarti ia tak mahatahu.

Dari ketiga paradoks ini, Yujin menawarkan solusi dengan menganggap kalau Tuhan itu bukan 'maha' melainkan 'maksimal', sehingga problem 'kontradiksi mahabesar' dapat dihindari. Saya langsung kaget dan berusaha menemukan suatu bantahan terhadap hipotesa Yujin tersebut.

Setelah menemukan jawaban tersebut, saya merasa lega, tapi saya ingin tau tanggapan orang-orang disekitar saya mengenai paradoks kontradiksi mahabesar tadi, kebanyakan mereka bingung dan Iman mereka turun, ada juga yang menganggap bahwa Yujin itu halu dan semacamnya.

Setelah tak menemukan jawaban yang saya rasa pas dari orang-orang disekitar saya, akhirnya saya lebih memilih menggunakan jawaban saya yang sudah ada di kepala, dimana jawaban tersebut menjadi topik utama tulisan ini.

False Dilemma dalam hipotesa Pak Yujin

Melihat hipotesa Pak Yujin tersebut, saya merasa ada suatu cacat logika di dalam perumusan masalahnya, setelah saya amati lumayan lama, yah 'false dilemma' ternyata. Salah satu jenis cacat logika yang terjadi apabila menyederhanakan masalah kompleks hanya dengan dua pilihan yang bertentangan, padahal masalah tersebut memiliki solusi spektrum, bisa ke-kanan, ke-kiri, ke-atas, ke-bawah, serong dan semacamnya.

Pak Yujin mengatakan bahwa ada kontradiksi mahabaik dan mahakuasa, yang sebut saja anologinya perbuatan Stalin (sebagai pembantai), jika Tuhan tak dapat berbuat seperti Stalin maka Tuhan tak mahakuasa, jika Tuhan dapat berbuat Stalin maka Tuhan tak mahabaik.

Di sini sebenarnya kita dapat memahami bahwa tak ada kontradiksi di antara mahabaik dan mahakuasa dalam anologi Stalin tersebut, mudah saja hipotesisnya bahwa Tuhan dapat berbuat seperti Stalin tapi karena Tuhan mahabaik, maka ia tak melakukannya.

Coba lagi dalam kontradiksi mahatahu dan mahabaik, anologinya rasanya mencuri, jika Tuhan tahu rasanya mencuri, berarti ia tak mahabaik karena ia pernah mencuri, jika Tuhan tak tahu rasanya mencuri maka ia tak mahatahu. 

Argumen tersebut dapat dibantah dengan mengatakan bahwa Tuhan tahu rasanya mencuri karena ia mahatahu, tapi ia tak pernah mencuri karena ia mahabaik, ditambah kalau menggunakan anologi mencuri juga menjadi cacat logika baru, karena Tuhan-lah yang memiliki seluruh alam semesta ini, maka ia tak dapat dikatakan mencuri.

Inilah argumen saya, entah apakah Pak Yujin akan membaca :v, intinya selalu ada celah dalam gaya berfikir manusia, se-paradoks apapun itu, karena hanya Tuhan yang sempurna, barangkali diantara para pembaca ada yang menganut Yujiniah dan mau membalas saya, saya tunggu kritiknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun