Mohon tunggu...
Muhammad L Aldila
Muhammad L Aldila Mohon Tunggu... Pengacara - Meester in de Rechten

merupakan pria keturunan asli Minangkabau. Tukang komentar isu-isu hukum, politik dan kebijakan publik. Tulisan saya lainnya bisa akses ke https://muhmdaldi.weebly.com/

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Omnibus Law, Terobosan Baru dalam Dunia Hukum?

29 Desember 2019   03:21 Diperbarui: 29 Desember 2019   04:14 695
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustasi Omnibus Law (Indonesiabaik.id)

Oleh: Muhammad Luthfi Aldila Tanjung S.H *

Dalam beberapa kesempatan, presiden Jokowi memaparkan keluhannya mengenai tumpang tindihnya peraturan perundangan dalam beberapa sektor. 

Misalnya saja sektor investasi, Menteri Koordinator Perekomonian Airlangga Hartanto mengatakan bahwa pemerintah perlu merombak besar-besaran pasal-pasal terkait perijinan di bidang investasi pada 72 undang-undang menjadi satu undang-undang.

Disharmoni peraturan perundang-undangan terkait perizinan memang menjadi momok besar bagi pemerintah terkait perizinan berusaha. Overlapping antar peraturan, tingginya ego sectoral kementerian sampai daerah menjadi sedikit contoh dari banyak temuan yang menghantui kemudahan berinvestasi di Indonesia. 

Misalnya saja untuk indicator memulai sebuah bisnis. Saat ini rata-rata pengurusan izin harus melalui 11 prosedur dengan waktu sekitar 24 hari dan biaya Rp 2,78 Juta. Untuk target yang baru, pemerintah berencana akan memangkas prosedur hingga menjadi 9 prosedur, dengan lama pengurusan 9 hari dan biaya menjadi Rp 1,58 juta.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, pemerintah kemudian mengagas konsep Omnibus Law. Konsep yang tidak familiar dalam kelas-kelas hukum mahasiswa se-Indonesia --termasuk saya. Karena konsep Omnibus Law lumrah berlaku pada tradisi sistem hukum common law. Bukan civil law seperti Indonesia.

Frasa Omnibus Law sendiri terus digaungkan dan menyebabkan kebingungan di kalangan praktisi dan pengamat hukum yang notabenenya tidak pernah mempelajari konsep demikian. 

Amerika Serikat, dalam membuat peraturan perundang-undangan menggunakan konsep tersebut untuk mengamandemen beberapa undang-undang sekaligus. Sementara Indonesia, belum melakukan itu karena masing-masing peraturan perundang-undangan memiliki kekhususan sendiri.

Berdasarkan Black's Law Dictionary 2nd edition, definisi Omnibus Law menyadur dari definisi omnibus bill yaitu:

Omnibus Bill

In legislative practice, a bill including in one act various separate and distinct matters, and particularly one joining a number of different subjects in one measure in such a way as to compel the executive authority to accept provisions which he does not approve or else defeat the whole enactment. - (Dalam praktek legislatif, sebuah rancangan undang-undang yang mengikutsertakan dalam satu undang-undang isu-isu yang terpisah dan berbeda-beda, dan terutama suatu rancangan yang menggabungkan beberapa subjek dalam satu tindakan di mana otoritas eksekutif didorong untuk menerima pasal-pasal yang ia tidak setujui kalau tidak akan mengagalkan keseluruhan pengundangan tersebut).

Dari definisi dimaksud, dapat dimaknai bahwa Omnibus Law adalah aturan hukum yang bertujuan menyederhanakan banyak aturan menjadi satu aturan. Ia mengatur banyak isu yang lintas sektor kedalam satu aturan sehingga diharapkan akan memudahkan pencari hukum dalam mengakses suatu aturan. 

Tidak perlu membaca dan memahami 72 undang-undang misalnya. Tujuan lainnya tidak lain adalah menyamakan tujuan dibuatnya peraturan perundang-undangan karena kini, masing-masing peraturan perundang-undangan dibuat menguntungkan masing-masing sektor.

Tentu ini akan menjadi terobosan hukum yang menarik dalam tatanan hukum Indonesia. Mengingat Indonesia masih menganut suatu prinsip dimana suatu peraturan perundang-undang hanya dapat mengatur satu topik secara spesifik.

Rencana pemerintah untuk membuat undang-undang dengan konsep Omnibus Law, yakni RUU Cipta Lapangan Kerja, RUU Pajak, RUU tentang Ibukota baru dan RUU Kemudahan Berinvestasi sebenarnya sangat menarik. 

Penyeragaman kebijakan baik di pusat dan daerah menjadi kendala yang menarik untuk dituntaskan. Namun, menurut hemat saya pemerintah juga perlu memperhatikan beberapa hal mendasar. Yakni kedudukan peraturan perundang-undangan dalam UU No 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan. 

Meski produk Omnibus Law adalah undang-undang, namun perlu disimak kekuatan hukumnya dalam tataran eksekusi.

Undang-undang umumnya memiliki peraturan turunan yang bersifat pelaksana dari undang-undang. Misalnya saja peraturan pemerintah no 78 tahun 2015 tentang pengupahan yang merupakan turunan dari undang-undang no 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. 

Andaikan RUU Cipta Lapangan Kerja yang menggunakan konsep Omnibus Law diundangkan, apakah secara serta merta undang-undang a quo menjadi undang-undang yang berdiri sendiri ataukah akan ada peraturan turunan?.

Itulah mengapa menurut hemat saya kedudukan serta legitimasi undang-undang yang menggunakan konsep Omnibus Law harus dipertegas dalam UU No 12 tahun 2011 tentang pembentukan peraturan perundang-undangan agar tidak terjadi ketidakpastian hukum yang tidak perlu.

Selain itu, perlu juga diperhatikan sejauh mana batasan yang dapat ditolerir dalam pengundangan undang-undang yang berkonsep Omnibus Law. Jangan sampai undang-undang a quo kontradiksi dengan batasan-batasan lokal dalam konsep otonomi daerah. Sebab penghormatan terhadap otonomi daerah menekankan pada kehendak daerah mengatur sendiri daerahnya. 

Misalnya saja, jenis investasi Aceh sangat berbeda dengan investasi Medan. Tentu tidak mungkin terdapat persamaan perlakuan terhadap dua kota yang berbeda latar belakang budaya.

Terobosan kah?
Terlepas dari kendala-kendala yang melatarbelakangi undang-undang dengan konsep Omnibus Law. Sepatutnya kita perlu memberikan apresiasi terhadap pemerintah dalam gagasannya menggunakan Omnibus Law untuk menjawab overlapping / tumpang tindihnya peraturan satu dengan peraturan lainnya.

Sebagaiana arti harfiah dari omnibus bill yang dalam Bahasa latin artinya "untuk segalanya", maka pemerintah saya kira harus dapat membuat perubahan yang bersifat substantial dalam rancangan undang-undang sebagai salah satu strategi mengurai kusutnya aturan hukum di Indonesia.

Perbaikan sangat erat kaitannya dengan reformasi. Di era serba terbuka seperti sekarang ini tentu sudah tidak relevan lagi perizinan atau aturan yang berbelit-belit. Era kekinian seharusnya diisi dengan terobosan dan pembaharuan hukum, seperti menyederhanakan aturan-aturan yang tumpang tindih menjadi satu aturan yang sudah mengatur semua.

Dan gagasan Omnibus Law, bagi saya adalah salah satu terobosan penting dalam dunia hukum kita. Proficiat!

*Merupakan pria keturunan Minangkabau yang memiliki kecintaan terhadap dunia hukum. Saat ini masih menggeluti hobinya dalam menulis topik-topik seputar hukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun