Sebagian orang merasa kalau bahagia itu sederhana. Namun, ada pula yang beranggapan kalau bahagia itu sangat sulit terasa. Orang dengan tekanan psikologis seringkali merasakannya.Â
Tekanan psikologis seakan menutupi rasa kebahagiaan itu. Oleh karenanya, tak jarang orang dengan tekanan psikologis mudah cemas, putus asa, dan menyerah.
Apa sih bahagia itu ? Menurut KBBI (2016), yakni suatu keadaan atau perasaan senang dan tenteram (bebas dari segala yang menyusahkan). Bahagia dapat disebut kondisi menyenangkan (happiness), sejahtera, beruntung, kondisi baik (well-being). Banyak orang mengartikan kebahagiaan ini menjadi beragam arti.Â
Ada yang memaknai bahagia karena materi, namun tak sedikit orang yang notabene tidak bermateri juga merasakan kebahagiaan itu. Inilah yang menjadikan makna bahagia itu luas, subjektif, tidak mutlak atau nisbi. Secara sederhana, kita bisa menanyakan arti bahagia pada setiap orang apakah dirinya bahagia atau tidak.
Para penganut filsafat Stoa (Manampiring, 2019) mempercayai bahwa bahagia merupakan suatu kondisi ketiadaan gangguan. Bahagia itu tiadanya penderitaan, emosi netral dari beragam hasrat atau nafsu (amarah, kecewa, rasa pahit, dan rasa iri hati).
Sederhananya, bahagia itu terwujud manakala kita terbebaskan dari emosi negatif atau segala perasaan yang mengganggu. Emosi negatif itu seringkali muncul akibat beragam hasrat/keinginan yang tidak terpenuhi.
Selaras dengan makna tersebut, seorang filosuf Jawa Ki Ageng Suryomentaram (Sugiarto, 2015) mengejowantahkan mengenai rasa bahagia seringkali mulur-mungkret yang dipengaruhi oleh hasrat/keinginan (karep).Â
Jika seseorang dapat mewujudkan hasratnya, maka bisa jadi mulur (lapang, bahagia). Begitu sebaliknya, apabila seseorang gagal mencapai hasratnya, maka orang itu akan mungkret (sempit, sedih) .Â
Ki Ageng Suryomentaram juga menegaskan bahwa tidak ada yang mutlak di dunia ini termasuk dengan rasa bahagia dan rasa susah.  "Hidup itu isinya adalah raos bungah (bahagia) dan raos susah yang posisinya saling bergantian".
Kebahagiaan ini sangatlah penting bagi setiap orang. Rasa bahagia bermanfaat besar bagi seseorang, baik fisik maupun psikologisnya. Orang dengan tekanan psikologis akan mampu mengatasi beragam tekanannya kalau merasakan kebahagiaan. Kondisi bahagia menjadikan orang semakin percaya diri, bersemangat, dan tangguh.
Lantas, bagaimana kebahagiaan itu terasa sederhana? Ada 4 cara menjadikan bahagia itu sederhana, yakni :
Senang berafirmasi positif (SE)Â
Menurut KBBI, afirmasi positif dimaknai sebagai penetapan; penegasan; peneguhan. Makanya, afirmasi positif merupakan suatu upaya meneguhkan diri dengan pernyataan positif untuk ditanamkan pada diri. Afirmasi ini berfungsi untuk memperkuat diri yang telah terpuruk.
Seringkali semangat diri melemah karena beragam  pemikiran atau perasaan negatif. Merasa tidak mampu, kurang percaya diri, banyak kekurangan menjadikan kondisi diri tertekan. Pemikiran dan perasaan negatif ini akan menjadikan seseorang sulit bahagia.
Bagaimana caranya agar mudah melakukan afirmasi positif? Bisa dimulai dengan sesuatu yang ringan, seperti mendengarkan atau menyanyikan lagu yang bertema positif.Â
Salah satu contoh : lagu anak anak "Di Sini Senang, Di Sana Senang, Di Mana Mana Hatiku Senang". Lirik lagu yang bermuatan positif akan memberikan dampak positif bagi diri, terlebih jika dilakukan berulang ulang.
Selain itu, bisa mengulang ulang kalimat positif dalam diri seperti : saya mampu, saya baik, saya tangguh, dan lain semisalnya. Kalimat positif tersebut akan semakin merasuk dalam diri dan mengakar.
Kemudian, afirmasi positif dapat dilakukan dengan menulis hal positif. Segala tulisan positif akan memberikan nuansa positif pada diri. Bisa jadi, seusai mengulang kata positif lalu kata tersebut dituliskan dalam sebuah kertas.Â
Hal ini dapat semakin memperkuat upaya meneguhkan diri menjadi positif. Sebagian orang yang mengalami tekanan psikologis, seringkali terkendala untuk melakukan afirmasi positif ini. Untuk itu, butuh waktu membiasakan atau bisa didampingi ahli untuk senang berafirmasi positif.
Derma pada sesama (DER)Â
Berderma atau berbagi pada orang lain yang membutuhkan. Menurut KBBI, derma dimaknai sebagai pemberian (kepada fakir miskin dan sebagainya) atas dasar kemurahan hati; bantuan uang dan sebagainya (kepada perkumpulan sosial dan sebagainya).Â
Secara tersirat, berderma merepresentasikan jalinan interaksi dua pihak. Ketika kita berinteraksi dengan orang lain akan membuka pemahaman bahwa kita tidak sendirian. Apalagi interaksi tersebut dilandasi semangat tolong menolong, tentunya akan semakin mudah merasakan kebahagiaan.
Lalu, apa saja yang bisa didermakan ? Sebenarnya, apapun yang kita punyai bisa dibagikan pada orang yang butuh. Bahkan, senyuman pun bisa menjadi bentuk derma yang sangat dibutuhkan.Â
Dengan tersenyum, orang lain akan mendapatkan aura senyuman itu. Hal itu bisa menjadi dukungan sosial terhadapnya. Jadi, bukan hanya materi saja yang dapat didermakan.Â
Bagaimana dampaknya ? Disadari ataupun tidak, memberikan suatu hal yang kita miliki pada orang lain tentunya bermanfaat bagi kedua pihak. Terlebih pemberian tersebut merupakan sesuatu yang sangat dibutuhkan oleh penerima.Â
Pemberian apapun akan memberikan kebahagiaan bagi si penerima. Di lain hal, si pemberi pun akan merasakan kehadiran orang lain sehingga dirinya merasa tidak sendirian.
Terlebih saat pandemi ini, kepedulian, kedermawanan tentunya sangat dibutuhkan. Rasa derma atau peduli sesama khususnya bagi para penyintas virus, akan memunculkan kebahagiaan dan meningkatkan imunitas tubuhnya. Di lain hal, kedermawanan itu akan mengikis stigma. Oleh karenanya, derma pada sesama sangat penting dilakukan untuk merasakan kebahagiaan.
Hadirikan diri untuk di sini dan saat ini (HA)Â
Saat melakukan suatu hal, banyak orang tidak menyadari atau menikmati aktivitas yang sedang dilakukannya pada saat itu. Peristiwa itu mungkin terjadi karena aktivitasnya sudah menjadi kebiasaan otomatis, maka dirasa tidak membutuhkan kesadaran penuh.Â
Oleh karenanya, sering terjadi bahwa fisik orang itu di dalam ruangan namun pikiran dan psikisnya tidak fokus, atau memikirkan hal di luar ruangan.
Di sisi lain, pengalaman masa lampau seringkali masih berkesan pada diri. Kondisi tersebut seolah -- olah menjerat kehidupan kita saat ini. Pengalaman buruk atau kesalahan masa lalu seringkali muncul berdampak pada situasi yang menekan diri. Makanya, banyak orang tampak susah move on dan mempengaruhi kondisinya hari ini.
Atau, gambaran mengenai masa depan bisa menjadi faktor seseorang susah bahagia. Keraguan, ketidakpercayaan, perasaan menyerah, dan keyakinan yang salah mengenai masa depan juga dapat menjadikan seseorang sulit menjalani harinya. Orang cenderung akan menarik diri, cemas, dan terasa penuh beban.
Untuk itulah, guna meraih kebahagiaan dengan sederhana, hadirkan diri untuk "saat ini dan di sini" (being here and now at the moment). Ini yang sering disebut sebagai kesadaran penuh (mindfulness).Â
Kesadaran penuh ini merupakan sebuah proses untuk membawa kembali kualitas perhatian menjadi sebuah pengalaman dari waktu ke waktu, dari suatu tempat ke tempat lain (Irwanto & Kumala, 2020). Â Individu akan menyelaraskan antara diri sendiri dengan lingkungannya pada momen tersebut.
Bagaimana caranya? Hadir "di sini dan saat ini" sederhananya dapat dengan sengaja memusatkan pikiran pada aktifitas sekarang. Â Seringkali, pikiran kita tidak terpusat pada aktifitas sekarang mungkin karena aktifitas itu sudah otomatis, terbiasa, rutin, dan sebagainya (Irwanto & Kumala, 2020).
Nafas disyukuri (NA)Â
Kapan terakhir kita merasakan keberadaan nafas? Kapan menyadari adanya hembusan dalam hidung hingga masuk dalam tubuh? Seberapa sering kita menyadari masuk -- keluarnya udara dalam setiap nafas kita? Sadarkah, Berapa kali kita bernafas dalam satu menit? Bagaimana rasanya bisa bernafas dengan bebas?Â
Bernafas adalah sebuah keniscayaan. Setiap nyawa pasti bernafas. Hanya saja, kehadiran nafas ini seringkali tidak disadari karena sudah menjadi sangat biasa dalam kehidupan. Nafas jarang dirasakan sepenuhnya. Jika seseorang sudah menyadari nafas tersebut, sangat mungkin dirinya akan mensyukuri bahwa ia bisa bernafas.
Dapat dikatakan, nafas yang disyukuri merupakan awal terciptanya kebahagiaan. Menyadari dan mensyukuri nafas dapat menjadi landasan awal seseorang mindful. Dengan menyadari dan mensyukuri nafas, seseorang juga dapat berproses menghadirkan diri berada pada tempat dan situasi sekarang.
Jika keempat hal di atas menjadi kebiasaan kita, maka akan mempermudah kita mendapatkan kebahagiaan. Senang berafirmasi positif (SE), Derma pada sesama (DER), Hadirkan diri "di sini dan saat ini" (HA), dan Nafas disyukuri (NA). SEDERHANA, bukan ?
ReferensiÂ
Irwanto dan Hani Kumala. 2020. Memahami Trauma : Dengan Perhatian Khusus pada Masa Kanak -- Kanak. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama
Manampiring, Henry. 2019. Filosofi Teras: Filsafat Yunani-Romawi Kuno Untuk Mental Tangguh Masa Kini. Jakarta: Kompas
Sugiarto, Ryan. 2015. Psikologi Raos: Saintifikasi Kawruh Jiwa Ki Ageng Suryomentaram. Yogyakarta : Pustaka Ifada
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H