Bila diriwayatkan oleh Muslim saja.
Bila sesuai syarat keduanya meskipun tidak diriwayatkan oleh keduanya.
Bila sesuai syarat Bukhari saja meskipun tidak diriwayatkan olehnya.
Bila sesuai syarat Muslim saja meskipun tidak diriwayatkan olehnya.
Apabila shahih menurut para ulama selain Bukhari dan Muslim (seperti Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban), dan tidak sesuai syarat keduanya.
Selain tingkatan hadits, perawi hadits juga memiliki tingkatan tertentu, yaitu :
1. Perawi yang memiliki tingkatan ; Ats-Tsabt (yang teguh), Al-Hafizh (yang hafalannya kuat), Al-Wari’ (yang saleh), Al-Mutqin (yang teliti), An-Naqid (yang kritis terhadap hadits). Yang mendapat predikat demikian ini tidak lagi diperselisihkan, dan dijadikan pegangan atas Jahr dan Ta’dil-nya, dan pendapatnya tentang para perawi dapat dijadikan sebagai hujjah.
2. Perawi yang memiliki tingkatan ; bersifat Al-’Adl dalam dirinya, tsabt teguh dalam periwayatannya, shaduq jujur dan benar dalam penyampaiannya, wara’ dalam agamanya, hafizh dan mutqin pada haditsnya. Demikian itu adalah perawi yang ‘adil yang bisa dijadikan hujjah dengan haditsnya, dan dipercaya pribadinya.
3. Perawi yang memiliki tingkatan ; shaduq, wara’, shaleh dan bertaqwa, tsabt namun terkadang salah periwayatannya. Para ulama yang peneliti hadits masih menerimanya dan dapat dijadikan sebagai hujjah haditsnya.
4. Perawi yang memiliki tingkatan ; shaduq, wara’, bertaqwa namun seringkali lalai, ragu, salah, dan lupa. Yang demikian ini boleh ditulis haditsnya bila terkait dengan targhib (motivasi) dan tarhib (ancaman), kezuhudan, dan adab, sedangkan dalam masalah halal dan haram tidak boleh berhujjah dengan haditsnya.
5. Perawi yang memiliki tingkatan nampak sebagai pembohong maka haditsnya ditinggalkan dan riwayatnya dibuang. (Muqadimah Al-Jarh wa At-Ta’dil:1/10)