Mohon tunggu...
Muhib29
Muhib29 Mohon Tunggu... Editor - Mahasiswa

Jika ingin ada perubahan, maka perlu ada gerakan: "Revolusi"

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Membangun Negeri, Memihaki Bangsa Sendiri Part 2 Demokrasi, Otonomi dan Birokrasi

8 September 2024   12:00 Diperbarui: 8 September 2024   12:18 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: Channel Youtube Muhib DuaSembilan

Buku Membangun Negeri, Memihaki Bangsa Sendiri. Kalau tulisan part 1 menjelaskan tentang Ekonomi, part 2 kali ini membahas Demokrasi, Otonomi dan Birokrasi.

Part 2 bertuliskan 9 essai dari 9 tokoh akademisi yang tergabung dalam Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI). Dari 9 essai tidak bisa mengambil konklusi darinya, dikarena substansi yang dibawakan emang berbeda, kepemimpinan negarwan,  fondasi demokrasi, potret kegagalan pilkada dan lain sebagainya.

Dari 9 essai ada 1 tulisan yang menarik untuk disampaikan dan bisa benarkan, meskipun pada saat itu essai masih dalam skala daerah, namun pada kenyataannya yang saat ini bisa dirasakan dalam skala lebih besar di suatu negeri.

Pilkada: Potret Kegagalan Demokrasi Lokal (Yulianto Kadji). 

Sejak Pilkada Juni 2005 cita-citanya adalah demokrasi membaik dan berkualitas, tapi disisi lain juga memberikan problem yang setimpal dan dipandang melukai esensi Pilkada yang sebenarnya. Aspek tersebut ialah lemahnya Undang-Undang Pilkada yang merupakan konstitusi hukum sebagai payung legitimasi dalam aktivitas kenegaraan kebangsaan dan pemerintahan tak kecuali urusan politik.

Undang-Undang Dasar 1945 telah mengamanahkan terhadap penyelenggaraan pemilu atau Pilkada sebagai Wahana Demokrasi Rakyat yang dalam implementasinya harus diatur melalui peraturan perundang-undangan yang ada di bawahnya. Produk peraturan perundang-undangan terkait politik hampir selalu lahir dalam keterburu-buruan dari politik transaksional. Undang-Undang Pemilu dibuat dengan motivasi untuk mempertahankan kursi yang dimiliki serta membatasi lawan politik di panggung politik.

Undang-Undang Pilkada cenderung menyuburkan ketidakadilan dengan alasan:

1). Peraturan cenderung berpihak kepada kepentingan penguasa atau politik mayoritas.

2). Penanganan pelanggaran Pilkada sebagaimana diatur pasal 146 UU nomor 10 2016 ayat 1 penyidikan kepolisian Negara Kesatuan Republik Indonesia menyampaikan hasil penyidikannya disertai berkas perkara kepada penuntut umum paling lambat 14 Hari sejak laporan diterima.

3). Peraturan tentang Pilkada yang masih menyatu pada UU Nomor 32 2004 tentang pemilihan daerah berikut dalam UU Nomor 22 2007 dan nomor 15 tahun 2011 tentang penyelenggaraan pemilu sampai UU Nomor 10 2016 menegaskan tentang rendahnya syarat menjadi calon kepala daerah dan wakil kepala daerah semisal tingkat pendidikan bagi calon serendah-rendahnya berijazah SMA atau sederajat atau paket C.

KPU bersifat Mandiri yang menegaskan bahwa KPU dalam penyelenggaraan pemilu  harus bebas dari pengaruh dan intervensi. Namun pada kenyataannya KPU sering mendapatkan tekanan, mulai dari petahana, rumah mengalami terror dari orang tidak dikenal, dan iming-iming jabatan pasca purna tugas.

Partai politik sebagai instrumen politik penyelenggara, namun fakta dilapangan menunjukkan bahwa hampir seluruh partai tidak mandiri secara finansial maupun manajerial dan leadership. Partai politik gagal melaksanakan fungsinya sebagai representasi rakyat yang mampu mencetak leader sebagai pemimpin dan negarawan.

Mengutip Saldi Isra "bagaimanapun setelah partai gagal menempatkan politik uang sebagai sesuatu yang haram, jarak untuk mencapai mimpi dan mencapai tujuan negara akan semakin jauh. Jangankan memangkah jarak, bukan tidak mungkin negara ini akan terlilit dalam labirin kepiluan".

Gejala umum menunjukkan setelah kandidat tertentu memenangkan kontestasi politik, "perselingkuhan" ini akan berdampak kepada kepala daerah sebagai ketua umum partai politik. Bisa dikatakan partai politik menjual tiket Kantor Kepala Daerah kepada aktor di luar yang dikenal dengan proses naturalisasi. Hal ini tidak linier dengan jabatan Sekretaris Daerah yang minimal S1 dan menjabat minimal dua kali eslon 2 atau memiliki jabatan fungsional ahli madya utama golongan 4/C. Pilkada itu seharusnya menekan ongkos politik yang biayanya tinggi, harusnya calon harus berkompetisi dalam mendapatkan rekomendasi yang pure kemampuan dan intelektualitas mereka bukan rekomendasi politik dengan mengeluarkan uang miliaran untuk jual beli jabatan kursi.

Dalam tulisan essai Potret Kegagalan Demokrasi Lokal (Yulianto Kadji). Disertakan rekomendasi Pilkada dan Pemilu selanjutnnya, yang mejadikan pemilu membahagiakan bukan pemilu yang membawa pilu.

1) Revitalisasi Peraturan Pilkada yakni pembahasan yang secara gradual dan konversif tentang persyaratan pejabat politik yang transparans, penyelesaian sengketa pilkada yang tidak terburu-buru, dan demokratisasi internal partai.

2) Penguatan ekonomi dan pendidikan politik rakyat.

3) Pelaksanaan Pilkada beragam, dipandang tepat untuk diimplementasikan di Indonesia dengan catatan regulasi terhadap Pilkada harus diformulasikan sesuai kehendak  bangsa yang majemuk dengan menjunjung tinggi perbedaan karakter dan kapasitas masing-masing daerah dalam perspektif kebhinekaan

4) Pendekatan politik partisipatoris yang melibatkan rakyat secara sadar tanpa paksaan dan terbuka serta bebas dalam proses politik demokrasi lokal karena sesungguhnya rakyatlah yang berdaulat, rakyatlah yang melimpahkan amanahnya, maka rakyat pula yang harus memaksa menarik amanah dari pemimpin yang kelak.

Referensi dari Buku Membangun Negeri, Memihaki Bangsa Sendiri, editor R. Siti Zuhro dan Zainuddin Maliki.

Silahkan lihat video di channel YouTube Muhib DuaSembilan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun