KPU bersifat Mandiri yang menegaskan bahwa KPU dalam penyelenggaraan pemilu  harus bebas dari pengaruh dan intervensi. Namun pada kenyataannya KPU sering mendapatkan tekanan, mulai dari petahana, rumah mengalami terror dari orang tidak dikenal, dan iming-iming jabatan pasca purna tugas.
Partai politik sebagai instrumen politik penyelenggara, namun fakta dilapangan menunjukkan bahwa hampir seluruh partai tidak mandiri secara finansial maupun manajerial dan leadership. Partai politik gagal melaksanakan fungsinya sebagai representasi rakyat yang mampu mencetak leader sebagai pemimpin dan negarawan.
Mengutip Saldi Isra "bagaimanapun setelah partai gagal menempatkan politik uang sebagai sesuatu yang haram, jarak untuk mencapai mimpi dan mencapai tujuan negara akan semakin jauh. Jangankan memangkah jarak, bukan tidak mungkin negara ini akan terlilit dalam labirin kepiluan".
Gejala umum menunjukkan setelah kandidat tertentu memenangkan kontestasi politik, "perselingkuhan" ini akan berdampak kepada kepala daerah sebagai ketua umum partai politik. Bisa dikatakan partai politik menjual tiket Kantor Kepala Daerah kepada aktor di luar yang dikenal dengan proses naturalisasi. Hal ini tidak linier dengan jabatan Sekretaris Daerah yang minimal S1 dan menjabat minimal dua kali eslon 2 atau memiliki jabatan fungsional ahli madya utama golongan 4/C. Pilkada itu seharusnya menekan ongkos politik yang biayanya tinggi, harusnya calon harus berkompetisi dalam mendapatkan rekomendasi yang pure kemampuan dan intelektualitas mereka bukan rekomendasi politik dengan mengeluarkan uang miliaran untuk jual beli jabatan kursi.
Dalam tulisan essai Potret Kegagalan Demokrasi Lokal (Yulianto Kadji). Disertakan rekomendasi Pilkada dan Pemilu selanjutnnya, yang mejadikan pemilu membahagiakan bukan pemilu yang membawa pilu.
1) Revitalisasi Peraturan Pilkada yakni pembahasan yang secara gradual dan konversif tentang persyaratan pejabat politik yang transparans, penyelesaian sengketa pilkada yang tidak terburu-buru, dan demokratisasi internal partai.
2) Penguatan ekonomi dan pendidikan politik rakyat.
3) Pelaksanaan Pilkada beragam, dipandang tepat untuk diimplementasikan di Indonesia dengan catatan regulasi terhadap Pilkada harus diformulasikan sesuai kehendak  bangsa yang majemuk dengan menjunjung tinggi perbedaan karakter dan kapasitas masing-masing daerah dalam perspektif kebhinekaan
4) Pendekatan politik partisipatoris yang melibatkan rakyat secara sadar tanpa paksaan dan terbuka serta bebas dalam proses politik demokrasi lokal karena sesungguhnya rakyatlah yang berdaulat, rakyatlah yang melimpahkan amanahnya, maka rakyat pula yang harus memaksa menarik amanah dari pemimpin yang kelak.
Referensi dari Buku Membangun Negeri, Memihaki Bangsa Sendiri, editor R. Siti Zuhro dan Zainuddin Maliki.
Silahkan lihat video di channel YouTube Muhib DuaSembilan