Buku Membangun Negeri, Memihaki Bangsa Sendiri. Kalau tulisan part 1 menjelaskan tentang Ekonomi, part 2 kali ini membahas Demokrasi, Otonomi dan Birokrasi.
Part 2 bertuliskan 9 essai dari 9 tokoh akademisi yang tergabung dalam Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI). Dari 9 essai tidak bisa mengambil konklusi darinya, dikarena substansi yang dibawakan emang berbeda, kepemimpinan negarwan, Â fondasi demokrasi, potret kegagalan pilkada dan lain sebagainya.
Dari 9 essai ada 1 tulisan yang menarik untuk disampaikan dan bisa benarkan, meskipun pada saat itu essai masih dalam skala daerah, namun pada kenyataannya yang saat ini bisa dirasakan dalam skala lebih besar di suatu negeri.
Pilkada: Potret Kegagalan Demokrasi Lokal (Yulianto Kadji).Â
Sejak Pilkada Juni 2005 cita-citanya adalah demokrasi membaik dan berkualitas, tapi disisi lain juga memberikan problem yang setimpal dan dipandang melukai esensi Pilkada yang sebenarnya. Aspek tersebut ialah lemahnya Undang-Undang Pilkada yang merupakan konstitusi hukum sebagai payung legitimasi dalam aktivitas kenegaraan kebangsaan dan pemerintahan tak kecuali urusan politik.
Undang-Undang Dasar 1945 telah mengamanahkan terhadap penyelenggaraan pemilu atau Pilkada sebagai Wahana Demokrasi Rakyat yang dalam implementasinya harus diatur melalui peraturan perundang-undangan yang ada di bawahnya. Produk peraturan perundang-undangan terkait politik hampir selalu lahir dalam keterburu-buruan dari politik transaksional. Undang-Undang Pemilu dibuat dengan motivasi untuk mempertahankan kursi yang dimiliki serta membatasi lawan politik di panggung politik.
Undang-Undang Pilkada cenderung menyuburkan ketidakadilan dengan alasan:
1). Peraturan cenderung berpihak kepada kepentingan penguasa atau politik mayoritas.
2). Penanganan pelanggaran Pilkada sebagaimana diatur pasal 146 UU nomor 10 2016 ayat 1 penyidikan kepolisian Negara Kesatuan Republik Indonesia menyampaikan hasil penyidikannya disertai berkas perkara kepada penuntut umum paling lambat 14 Hari sejak laporan diterima.
3). Peraturan tentang Pilkada yang masih menyatu pada UU Nomor 32 2004 tentang pemilihan daerah berikut dalam UU Nomor 22 2007 dan nomor 15 tahun 2011 tentang penyelenggaraan pemilu sampai UU Nomor 10 2016 menegaskan tentang rendahnya syarat menjadi calon kepala daerah dan wakil kepala daerah semisal tingkat pendidikan bagi calon serendah-rendahnya berijazah SMA atau sederajat atau paket C.