Mohon tunggu...
Muhammad Arif Wibowo
Muhammad Arif Wibowo Mohon Tunggu... Guru - Seorang guru, lulusan Universitas Negeri Yogyakarta

Mengajar di salah satu SMA Swasta Kab. Bekasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Membaca Luka, Membaca Kegelisahan Rushdie Pada Mitologi

9 September 2015   13:29 Diperbarui: 9 September 2015   15:47 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengikuti kisah Luka di sini, entah mengapa saya jadi teringat game sega/nintendo yang saya mainkan saat SD, yakni Mario Bros. Sebuah game dua dimensi yang memunyai misi menyelamatkan putri di kandang naga dengan cara melewati level yang makin tinggi levelnya makin sulit melewatinya. Jagoannya adalah Mario dan Luigi yang kesehariannya bekerja sebagai ahli/tukang ledeng yang membenahi pipa/saluran air di kotanya. Mereka akan bertambah besar dan mempunyai kekuatan lebih dalam misi menyelamatkan putri kalau menemukan dan memakan jamur ajaib; atau akan bisa menembakkan bola-bola api kalau menemukan dan mengambil bunga emas puspawarna; atau juga akan kebal terhadap serangan musuh kalau menangkap dan menggunakan bintang yang tersembunyi di tiap levelnya dsb dsb..

Di kisah Luka yang berlatar video game ini, Mr. Nobodaddy seolah muncul sebagai Game Master (GM), ia memandu dan sesekali menyulitkan Luka; memberikan petunjuk, tapi juga merahasiakan sesuatu darinya. Ya, layaknya GM dalam game-game online sesunguhnya, ia memantau gamer dan sering memberikan “kejutan”.

Dalam menyelesaikan tiap level, Luka ditemani oleh Anjing si Beruang dan Beruang si Anjing. Dan selalu saja ada bantuan dari makhluk yang tak terduga setiap ia ingin melewati levelnya. Maka, seperti seolah kisah ini akan gagal, kehadiran makluk bantuan itu amat jadi kunci jalan keluar.

Mereka memunyai misi mencuri Api Kehidupan di dunia dongeng untuk menyelamatkan Rasyid yang sedang sakit. Ia harus mengumpulkan nyawa kalau tidak ingin permainan berakhir saat ia terkena serangan dan kehabisan nyawa. Di tiap level, ia bisa menyimpan kemajuan di tombol ‘simpan’; yang seperti check point, ia tak akan mengulangi dari awal, tapi dari terakhir ia menekan tombol ‘simpan’..

Di dalam cerita di level pertama, Luka harus beradu teka-teki dengan Pak Tua penjaga Sungai Silsila, yang sebelumnya harus melewati serangan Kumbang Api yang berbahaya. Beberapa lemparan teka-teki atas pertanyaan Harun dan Pak Tua seperti ini:

“Apa yang berputar-putar mengelilingi kayu tetapi tidak pernah masuk ke dalamnya?”

“Kulit pohon,” sahut Luka seketika, dan balas menembak. “Berdiri di atas satu kaki dengan hati di kepala.”

“Kubis,” sentak Pak Tua. “Apa yang tetap kau jaga setelah diberikan kepada orang lain?”

“Janji. Aku punya rumah kecil dan aku tinggal di dalammnya sendirian. Tidak ada pintu ataupun jendela, dan untuk keluar aku harus menembus dinding?”

Ya, seperti itulah, menarik dan menyenangkan. Tentu hal itu mengingatkan pembaca pada teka-teki atau tebak-tebakan masa kanak.

Di level selanjutnya ia bertemu dengan tikus-tikus, seperti sebuah kota tikus, di sana ia juga harus melewati itu. Kemudian harus melewati El Tiempo sebuah Pusaran Tak Terhindarkan; melewati hadangan Kapten Aag dengan ilusi sirkusnya dsb dsb...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun